Semarang… from what I’ve read about Semarang, it’s all about culinary. And it’s only my day one; already fulfilled my high culinary expectation.
Mendarat di Bandar Udara Ahmad Yani Semarang, cuaca mendung sudah menanti. Walaupun sudah jam 7, matahari tak kunjung bersinar. Memang sudah sejak tadi malam hujan mengguyur Jakarta sampai gue mendarat di Semarang pun keadaan sama. Terminal kedatangan sedang renovasi, mungkin mau diperluas, mengingat bandara ini kecil dan tidak terlalu mendukung untuk sebuah kota sekelas Semarang.
Di luar Terminal, setelah menunggu beberapa menit, datanglah Pak Louis dan Joko, sopirnya. Pagi yang masih berkabut itu, gue langsung mengiyakan ketika Pak Louis mengusulkan sarapan pagi soto. Pagi, dingin, lapar, siapa kuasa menolak semangkok soto. Apalagi di hanya sempat sarapan roti di pesawat. Nyampe bandara jam 5 lewat untuk pesawat jam 6, sehingga ngga sempat ‘berselonjor’ di executive lounge.
Mampirlah kita di Soto Ayam Khas Kudus Mbak Lin, letaknya di depan Stadion Diponegoro (stadion lama). Di dalam warung sudah tampak agak penuh, yang makan keren keren juga walaupun kelas warung pinggir jalan. Semangkok nasi soto seharga 4000 saja, isinya ayam dan toge, tapi mostly toge, ayamnya hanya sedikit dipotong dadu dadu. Tapi walaupun dikit ayamnya, kuahnya penuh dengan aroma ayam. Yang menarik adalah sate-nya (sundu’an dalam bahasa Jawa). Ada sate ayam, ati ampela, dan telor puyuh yang harga setusuknya 2000. Sepotong tempe dan perkedel, masing masing 500 sepotong. Ngga mahal. Coba juga Pastel Ayam pake cabe potong, 3,500 sepotong.
Siangnya, dari kawasan pergudangan Madukoro, teman teman mengajak makan siang ke Mbah Jingkrak, ini gue pernah baca diblog lain dan keliatannya menarik. Pak Louis sempat mengingatkan kalau hujan deras, kemungkinan harus bawa kerjaan balik ke hotel, karena ada kemungkinan daerah kantor ini banjir. Separah itukah? Ya, kata mereka, inilah Semarang… (Tadinya gue mau pake judul: Semarang Kaline Banjir…)
Tapi memang begitulah Semarang, apalagi daerah Madukoro ini daerah Dop, yang sebenarnya dengan permukaan laut masih lebih rendah. Pas keluar kawasan pergudangan, gue agak kaget, melihat kali yang airnya deras mengalir ke laut. Yang gue kaget, lautnya kok dekat amat, dan tak ada pantai, hanya semak semak, rawa rawa, lalu laut dengan air yang bergejolak hebat berwarna kuning Lumpur.
Sampai di Mbah Jingkrak, cuaca masih hujan deras, tapi tidak mengapa, resto ini malah jadi sejuk meski tanpa AC. Ruangan-nya dibuat ventilasi sedemikian rupa sehingga sejuk namun tidak kehujanan. Konsep makanannya adalah masakan Jawa, tapi penyajiannya seperti di Bumbu Desa alias ambil sendiri. Siang itu gue ambil botok telor asin (botok = pepes, dibungkus daun pisang lalu dikukus), tempe, ikan bandeng kuah dengan nasi merah. Menurut gue sih makanannya standard saja, yang gue suka justru tampilan restaurantnya.
Dinamakan Mbah Jingkrang karena lambangnya seorang nenek (mbah) yang berjingkrak kegirangan. Kalau sore/malam, berubah nama menjadi Mbah Ghobyos, si mbah melompat sambil marah. Entah kenapa begitu, apa karena pagi siang laku (sehingga berjingkrak senang) sedankan sore/malam agak sepi ?
Ternyata ini di Jakarta ada cabangnya, namanya Mbah Djungkrak (dengan ‘u’, bahasa Batawi?). Baru pindah dari Bulungan ke Setiabudi (SMA 3). Aye baru tauuuu… Ohya, nama minuman disini pun lucu lucu, misalnya es surga (sirsak n kelapa muda), Kolor Ijo, Domit dll. Pesanlah sesuatu dengan kelapa muda, ngga akan nyesel, kelapanya sangat amat lembut dan gurih dan wangi.
Malamnya, setelah di drop di hotel, mereka janji jam 8 mau jemput untuk makan malam seafood. Wah wah. Sebelumnya, pagi tadi, udah check in di Hotel Horison. Gue dikasih kamar standard yang menghadap ke dalam hotel (no view), gue minta upgrade Superior dengan selisih +- 20k per hari. Menghadap Simpang Lima, lumayan, view lebih ‘hidup’ :_)
Lagi nonton secuplik film WTC di HBO, datang telepon dari Pak Louis, wah, kebetulan, perut juga mulai ngga kompromi :_P
Dibawalah gue ke sebuah resto bernama GAMA Ikan Bakar dan Seafood. Di luar dipajang ikan segar untuk dipilih, ada bawal, ekor kuning, ikan malas, kerang, dan udang jumbo. Gue pilih bawal bakar manis. Ditambahkan oleh Pak Louis seekor kepiting raja (King Crab), yang katanya, didatangkan dari Donggala (Sulawesi Tengah/Tenggara? -> can’t exactly remember). Konon, kepiting ini makannya hanya kulit kelapa, sehingga dagingnya menjadi lembut.
Duduk di meja, tambah lagi 1 macam sayur, yaitu Bayam Taiwan. Gue dan Pak Louis pesan itu hanya karena penasaran aja. Bayam kok repot repot dari Taiwan, what’s wrong with Indonesian bayam? Ternyata pas diicip, wuih, gurih, garing dan wangi… pilihan yang ngga salah.
Ikan bakar manis pun pilihan yang ngga salah. Di awal, mas-nya sempat mengingatkan manisnya mungkin ngga cocok dengan lidah gue yang non-Jawa. Ternyata ngga, pas banget, mantap, ikannya segar, apalagi dicocol macam macam sambel dari rangkaian sambel yang ia sediakan untuk diambil bebas. Benar benar kombinasi yang uapik, manis, gurih, segar, pedas, dan mantaB.
Sengaja kita sisakan kepiting sebagai hidangan penutup :_P Kepiting saos Padang yang ngga pedas. Tapi ngga penting apa saosnya, kepitingnya sendiri begitu menggugah selera. Walaupun perut sudah agak kenyang dengan nasi, ikan dan sayur, tetap saja ini kepiting terasa enak. Dagingnya yang tebal, lembut suir suir. Liat aja capitnya yang besar, rasanya bisa untuk makan 4 – 5 orang, tapi kita habiskan berdua. Cepat cepat gue pesan jus sirsak untuk mengantisipasi asam urat gue kambuh nantinya.
In overall, mantaB ni resto. Belum nemu review di blog lain. Tapi ini it’s a must di Semarang. Sehabis makan di sinilah, gue terpikir mengganti judul blog (dari Semarang kaline banjir menjadi …..). Ohya, jangan tanya harganya ya, sebab bukan gue yang bayar :_P Tapi sempet gue intip kepiting 15 ons itu harganya 320,000 puih, lap keringet…
Balik ke hotel, mandi, telepon Natz menanyakan kabar kedua baby gue :_) tangan gue langsung gatal mau tulis pengalaman hari pertama gue di Semarang. Sungguh suatu pengalaman jatuh cinta pada hari pertama :_) Setelah tadi pagi melintas di Lawang Sewu (bangunan kuno bekas kantor perkereta-apian peninggalan Belanda –angker), bercerita tentang Sam Po Kong, icip icip kuliner yang luar biasa. Thanks to Pak Louis yang juga doyan makan. Beliau asli orang Manado (pantes doyan makan!), yang baru 6 bulan tugas di Semarang. Sebelumnya di Makassar dan lama di Irian. Ngga heran dia punya banyak cerita, apalagi 2 minggu lagi gue ke Makassar, tambah semangat beliau cerita.
Semarang, wisata kuliner apa lagi besok hari? Besok dijemput jam 8.30. Tidur… tidur… :_) Ini lagi wifi-an gratis di loby hotel Horison. Username it, password horison. Penting ngga sih? :_P Uihhh.. cepetan, lobby-nya banyak nyamuk...
More about Semarang klik di sini
3 komentar:
Ko, yg bulet2 panjang itu apa ? Pastel ayam kah ?
Yo'i Jie. Pastel Ayam
Nanti gue upload ke Delio deh ...
bukan Dop mas tapi ROB .... air laut yang naik ke darat. so far aku thank's banget atas info2 nya ... ttg Lounge
Posting Komentar