Selain Sungai Musi dan Jembatan Ampera yang amat kesohor itu, tempat lain yang tak kalah menariknya di kota Palembang adalah Pulau Kemarau (pulo kemaro dalam logat Melayu Palembang). Pulo Kemaro merupakan delta yang terbentuk diatas sungai musi. Walaupun hanya sebuah delta, daratannya cukup luas dan berpenghuni, sehingga layak di sebut sebuah pulau.
Untuk menuju ke sana, tidak ada jalan darat atau jembatan penghubung. Kabarnya akan segera dibangun. Paling gampang ya, menyeberang dengan menyewa perahu motor. Waktu sepi, PP hanya 70k. Perahu bisa isi 5 - 6 orang termasuk pengemudi. Perjalanan sekitar 45 menit itu cukup mengasyikkan, dengan pemandangan sungai musi yang orisinil, mbok mbok mencuci di pinggir sungai bersama anak anak mereka yang bermain air, kapal kapal besar (walaupun sungai, bisa dilewati kapal besar), bahkan ada SPBU apung disini. Yang ngga tahan adalah bau karet yang menyengat ketika melewati kawasan pabrik karet dan ban.
Sampai di Pulo Kemaro, akan disambut gate seperti gambar ini. "Selamat Datang, Makmur Sejahtera"
Di atas pulau ini yang terkenal adalah sebuah kelenteng untuk pemujaan Dewa Bumi. Biasanya ramai dikunjungi pada saat Cap Go Me, Pek Cun dan Imlek. Kelenteng ini sudah ada sejak tahun 1962.
Waktu gue ke sana (awal 2008), sebuah pagoda menjulang tinggi ke langit sedang dalam tahap penyelesaian. Mustinya sekarang udah rampung.
Kalau untuk masa sepi seperti waktu gue ke sana, really not much to see. Yang jual makanan juga ngga ada. Ceritanya orang orang, kalau lagi Cap Go Me, penuh sesak, ditambah asap hio di mana mana, siap siap mata pedih
Ini ada sedikit legenda tentang pulau kemaro yang gue ambil dari forum diskusi plasa.com:
foto ini gue pinjem dari inoeinoe.multiply.com
Umumnya orang datang ke Kelenteng untuk minta peruntungan kepada Dewa. Selain cukup banyak objek foto kalau rajin mengexplore
Pulangnya, gue dkk disuguhi atraksi menarik di pinggir dermaga. Anak anak sungai musi mempertontonkan keberanian mereka dengan menceburkan diri ke sungai dari ketinggian. Atraksi yang luarrr biasaaaa.... byuuuurrrr.....
Untuk menuju ke sana, tidak ada jalan darat atau jembatan penghubung. Kabarnya akan segera dibangun. Paling gampang ya, menyeberang dengan menyewa perahu motor. Waktu sepi, PP hanya 70k. Perahu bisa isi 5 - 6 orang termasuk pengemudi. Perjalanan sekitar 45 menit itu cukup mengasyikkan, dengan pemandangan sungai musi yang orisinil, mbok mbok mencuci di pinggir sungai bersama anak anak mereka yang bermain air, kapal kapal besar (walaupun sungai, bisa dilewati kapal besar), bahkan ada SPBU apung disini. Yang ngga tahan adalah bau karet yang menyengat ketika melewati kawasan pabrik karet dan ban.
Sampai di Pulo Kemaro, akan disambut gate seperti gambar ini. "Selamat Datang, Makmur Sejahtera"
Di atas pulau ini yang terkenal adalah sebuah kelenteng untuk pemujaan Dewa Bumi. Biasanya ramai dikunjungi pada saat Cap Go Me, Pek Cun dan Imlek. Kelenteng ini sudah ada sejak tahun 1962.
Waktu gue ke sana (awal 2008), sebuah pagoda menjulang tinggi ke langit sedang dalam tahap penyelesaian. Mustinya sekarang udah rampung.
Kalau untuk masa sepi seperti waktu gue ke sana, really not much to see. Yang jual makanan juga ngga ada. Ceritanya orang orang, kalau lagi Cap Go Me, penuh sesak, ditambah asap hio di mana mana, siap siap mata pedih
Ini ada sedikit legenda tentang pulau kemaro yang gue ambil dari forum diskusi plasa.com:
Pulau kemaro dalam bahasa Indonesia berarti kemarau, dinamakan demikian karena pulau ini tidak pernah digenangi air walaupun volume air di sungai Musi sedang meningkat. Sebagaimana yang diceritakan oleh Harun, pemandu wisata di Pulau Kemaro, Pulau Kemaro ini memiliki legenda tentang kisah cinta seorang putri Palembang yaitu Siti Fatimah dengan anak seorang putra raja di Cina bernama Tan Bun Ann. Kisahnya dimulai saat Tan Bun Ann ketika itu melamar Siti Fatimah untuk diperistri. Ayah Siti Fatimah, seorang raja di Sriwijaya, mengajukan syarat kepada Tan Bun Ann untuk menyediakan sembilan guci berisi emas. Keluarga Tan Bun Ann bersedia menerima syarat itu, maka disediakanlah sembilan guci berisi emas.
Karena khawatir akan ancaman perompak, tanpa sepengetahuan Tan Bun Ann, keluarganya menaruh sayur-mayur di atas emas-emas di dalam guci itu. Sesampainya di Sriwijaya, ketika akan menyerahkan kesembilan guci tersebut Tan Bun Ann memeriksa isinya. Betapa terkejut dan marahnya dia ketika melihat isi guci tersebut adalah sayur-mayur. Tanpa memeriksa lebih dahulu, guci- guci tersebut dilemparkan ke sungai Musi. Ketika guci-guci tersebut dilemparkan, ada satu guci yang pecah, sehingga menampakkan kepingan emas yang ada di dalamnya.
Melihat hal itu, Tan Bun Ann menyesali perbuatannya dan menceburkan diri ke Sungai Musi. Siti Fatimah pun lalu ikut menceburkan diri sembari berkata "Bila suatu saat ada tanah yang tumbuh di tepian sungai ini, maka di situlah kuburan saya!". Itulah legenda asal-usul Pulau Kemaro. Nah bangunan yang menjadi latar belakang foto di atas, adalah kuil yang menjadi tempat peribadatan warga-warga keturunan Cina, dan di dalamnya ada makam Siti Fatimah, berupa gundukan tanah dan ada dua gundukan tanah yang agak kecil yaitu Panglima dan dayang Siti Fatimah, tutur Harun
foto ini gue pinjem dari inoeinoe.multiply.com
Umumnya orang datang ke Kelenteng untuk minta peruntungan kepada Dewa. Selain cukup banyak objek foto kalau rajin mengexplore
Pulangnya, gue dkk disuguhi atraksi menarik di pinggir dermaga. Anak anak sungai musi mempertontonkan keberanian mereka dengan menceburkan diri ke sungai dari ketinggian. Atraksi yang luarrr biasaaaa.... byuuuurrrr.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar