14 Agustus 2012

AJ (pengen) punya Tattoo

Aj pengen punya tattoo sudah lama... Sejak jaman gue masih remaja (baca: puber), gue tumbuh dengan melihat sosok sosok heavy-metal yang (paling tidak pada masa itu) keren keren. Gue lewati masa ABG gue dengan mendengarkan lagu lagu mereka, menonton video klip mereka, dan menikmati pertunjukan mereka. Bagi gue (masa itu) they are sooooo damn cool !!!

Dan lihatlah badan mereka, tak satupun luput dari goresan goresan tattoo yang mencolok. Salah satu band favorite gue masa itu adalah Guns n' Roses. Gue hafal setiap lekuk lekuk gambar pestol dan mawar-nya, atau gambar salib dan tengkorak (album Appetite for Destruction), tattoo yang ada di lengan sang vokalis-nya Axl Rose.

AXL ROSE

Dan band favorite gue yang lain, Bon Jovi. Walaupun minim tattoo nya, sang vokalis Jon, tampil manis dengan tattoo superman di kiri dan tulang belulang di kanan.

Dari sejak itu, mempunyai sebuah tattoo sudah menjadi seperti impian AJ kecil (ABG). Sayangnya, saat itu, tattoo masih identik dengan kriminal, penjahat, pemberontak dan hal hal negatif lainnya.

Red Hot Chilli Pappers
Sampai beberapa saat yang lalu, tattoo masih hal yang tabu dan negatif. Masih inget gue awal awal kerja, di buku Perjanjian Kerja Bersama yang gue terima, ada larangan bertattoo, dan juga piercing bagi karyawan laki laki. Masa itu, rambut gondrong, bertattoo dan ber-anting (bagi laki laki) adalah hal yang tidak baik, kalau tidak mau dikatakan buruk. Sehingga di-larang bagi karyawan untuk menampilkan citra buruk tersebut, atau di keluarkan dari perusahaan.

Tapi tidak sampai akhir akhir ini. Pandangan tentang tattoo sudah total berubah. Tattoo yang dulu identik dengan kriminal dan bahkan pemujaan setan, kini tidak lagi. Ia dilihat sebagai seni, pemanis, aktualisasi diri, gaul, (masih ada unsur) macho, dan (bagi wanita ada unsur sedikit) menggoda.

Ngga percaya? Coba cek buku Panduan/Perjanjian Kerja loe... Gue yakin di banyak perusahaan sudah menghapuskan larangan tattoo dan piercing... Dan gue yakin banyak kolega loe di kantor yang sudah pasang gambar di lengan mereka dan bangga kalau agak2 terlihat sedikit.

Coba cek si Susi, sekretaris bos-mu yang pendiam itu, bukan mustahil dia punya tatto, mungkin ngga besar dan terlihat, bisa jadi kupu-kupu atau bunga yang mungil di tengkuknya yang selalu tertutup rambut. Atau mungkin di kaki-nya yang selalu terbalut sepatu. Mungkin kalau dia pakai rok/celana pendek baru terlihat ada di kaki-nya. Atau si Tineke, akuntan di kantormu yang doyan kerja malam, mungkin sekali ada sesuatu di pundaknya, atau yg lebih extreme di pinggul/perutnya... who knows?

Bukan hanya AJ yang pengen punya tattoo, hampir semua orang (at least pernah) pengen punya tattoo. Beberapa takut sakit atau takut efek samping. Beberapa karena di masa muda tattoo masih negatif, maka mengurungkan niatnya hingga sekarang.
Ngga percaya semua orang (pernah) pengan punya tattoo? Coba tengok ke Bali, atau lihat teman-mu yang baru pulang dari Bali. Paling tidak ada tattoo temporer di bagian tubuh mereka.
Beberapa teman-mu juga pasti ada yang punya tattoo permanent...

Nah, kembali ke si AJ... Apakah akan mewujudkan keinginan AJ kecil untuk memiliki Tattoo...? Yes, and he just did last Sunday... 12 Aug 2012 adalah hari-nya. Tentu tidak begitu saja keinginan itu datang kembali dan segera diwujudkan.

Bermula waktu jalan jalan di Italy Juni yang lalu. Dimana karena hari panas, selalu mengenakan celana pendek. Rasanya semua orang begitu. Namun antara AJ dan wisatawan lain ada yang berbeda, yaitu tattoo. Rata2 wisatawan itu bertattoo, dan AJ ngga... maka terpikir untuk at least punya satu tattoo di ... entah kenapa terpikir di kaki...

Dan ngga sembarang AJ mau bertattoo, takut juga effek sampingnya, aman ataukah tidak. Bagaimana ngga khawatir, kulit kita ditusuk, dilukai dan di beri tinta... Bagaimana kalau jarumnya gak steril? Atau tinta-nya expired atau sembarang tinta?

AJ ngga khawatir, karena di kantor ada seorang teman yang sudah banyak tattoo. Namanya si Ocep. Lengan, kaki pundak dan dada sudah bertattoo. Dia kenal beberapa tukang tattoo, dan bahkan bisa merekomendasi, kalau mau tattoo tertentu (misalnya realis/gbr foto atau animasi) harus ke tukang tattoo yang mana.

Maka atas rekomendasi teman itulah AJ, hari minggu kemaren pergi menattoo diri...
Dimulai dengan memilih gambar. Diberi inspirasi kalau di kaki bagusnya binatang yang merangkak ke atas, misalnya naga atau laba laba. Tapi yang terpikir oleh gue malah Scorpion. Tapi gue ngga mau scorpion pose standard yang hadap ke depan dengan ekor terangkat (posisi siap berantem/meyerang). Gue pilih yang (kembali ke ide awal) merangkak ke atas. Maka dipilihlah gambar si samping kanan ini.

Maka itulah filosofinya. Si scorpion ini tidak dalam posisi menyerang siapapun, tidak mengajak berantem. Scorpion ini hanya ingin merangkak naik ke posisi yang lebih baik :p

Mulailah AJ di tattoo. Dimulai dengan gambar/polanya ditempel di tempat yang hendak di tattoo.
Lalu diperlihatkan jarum jarum dan peralatan lain yang dipakai, dimana semua-nya masih layak dan belum expired. Setelah itu si "pelukis" yg dipanggil Q-munk itu mulai berkreasi.
Pertama tama menggambar outline gambar... wow, awal2 kena jarumnya, sakit man... perih...
Alatnya itu kayak pestol dengan jarum di ujungnya, yang terhubung ke sebuah alat. Seperti halnya mesin jahit, kalau diinjak, jarumnya itu muter. Nah dengan begitulah dia menggambar di kulit kita.
Lama kelamaan, ketika mulai terbiasa, rasa perih berangsur angsur mereda. Hanya terkadang terasa nyeri. Si Q-munk sampai bilang, enak nih dapet customer yang anteng... he he he. Bener lho, sakitnya kalau dibandingkan dengan facial, jelas facial lebih sakit. Apalagi kalau ketemu jerawat batu yang ngga mau keluar keluar, bisa nangis dibuatnya. Tapi ini ngga, sakit/nyeri nya merata... so far I'm good :D
Dan ini setengah jadinya:

Dan setelah 2 setengah jam kaki gue digores gores dengan jarum2 itu... tarrraaaaa.... jadi deh:

Namun, aseli, penghabisannya, waktu dia gores tinta putih, aseli sakit banget... Gue pikir karena jarum dan tintanya yang beda sama yang hitam. Ternyata ngga... Si Q-munk ngejelasin itu karena stamina yang udah drop, setelah 2 jam lebih di gores gores. Makanya di awal, dia pastikan gue sudah makan sebelum di-tattoo.

Ternyata sampai situ ceritanya belum selesai. Untuk dapat melihat hasil finalnya, kira kira 1 bulan baru terlihat. Tattoo sih sudah permanent, alias ngga kemana mana lagi. Tapi hasil akhirnya seperti apa, baru sebulan setelahnya, misalnya warna, dan effek 3Dnya, baru terlihat nanti.

Penderitaan pun tidak berakhir di situ :D 3 hari tidak boleh kena air, Seminggu belum boleh di sabun.
Dan parahnya seminggu dari sekarang, proses recovery-nya akan sangat menderita. Ketika dia ganti kulit, akan terasa sangat gatal dan tak boleh digaruk/disentuh sama sekali, biarkan ngelupas secara alami.
Dan selama 2 hari sejak si tatoo, gue masih pincang, paling tidak di beberapa langkah awal berjalan, setelah beberapa langkah agak pincang, langkah berikutnya baru bisa lancar.

Kembali ke si AJ kecil.... sekarang dia sudah punya TATTOO... mungkin yang pertama dan terakhir... :D


12 Agustus 2012

#Italytrip day 2 AJ in Vatikan

Day 2 AJ di Roma. Plan hari ini adalah mengunjungi negara lain... Lho, baru hari kedua sudah bosan dengan Roma dan Italy...? Bahkan jauh sebelum-nya gue sudah rencanakan keluar Italy di hari kedua, tiket masuk ke negara tersebut pun sudah gue beli jauh jauh hari, termasuk tour dalam bahasa Inggris, takut kehabisan.

Nah lho, negara mana sih nih, masuk aja pake tiket? Bukannya visa aja udah cukup dan tercakup dalam schengen? He he he, beneran lho, ini negara memang masuknya pakai tiket (untuk ke Museum-nya, which is the significant part of the nation). Nama negaranya: VATIKAN.

Negara kecil di dalam Roma, yang konon dihuni tak lebih dari 200 orang. Tempat tinggal Paus, pemimpin tertinggi umat Katholik. Dan mengunjungi Roma, tak akan ada artinya tanpa masuk tanah suci orang Katholik ini, bahkan untuk wisatawan non-Katholik.

Tiket masuk sudah gue book jauh jauh hari lewat internet. Tiket seharga Eur 31 itu termasuk Entry Eur 19, dan tour Museum Vatikan dalam bahasa Inggris seharga Eur 12 (dapet earphone yg dihargai Eur1.5). Kenapa harus pake booking dulu segala? Ini gue terpengaruh temen gue orang Italy itu, dan puluhan tulisan di internet yang menakut nakuti, kalau ngga book dulu, bakalan buang waktu untuk ngantri, so better bayar Eur 19 untuk (istilah-nya) "skip the line". Karena udah sekalian booking "skip the line" gue tambahin saja tour Museum Vatikan berbahasa Inggris-nya. Untuk melakukan booking on line bisa ke link berikut ini. Lebih baik book jauh jauh hari karena jam-nya terbatas, belum tentu dapat jam yang kita mau. Gue book agak terlambat, masih untung dapat di hari yang dikehendaki, tapi ngga dapat di jam pagi-pagi, dapatnya yang 10.30.


Gue berangkat ke Vatikan pagi pagi jam 8. Semalam sudah tanya tanya penjaga hotel, paling enak naik METRO (subway train) dan berhenti di OTTAVIANO yg paling dekat ke Museum Vatikan. Berangkat pagi antisipasi bingung dan nyasar dll, malah sampai-nya kepagian banget. Jam 9 sudah di depan pintu Museum.

Dan untuk tiket masuk jam 10.30, paling cepat 10.15 baru boleh masuk. Nah, ada waktu satu jam, gue pikir untuk jalan2 dulu ke St Peter Basilica. Ohya, tempat wisata di Vatikan ini ada, in general ada 2: Gereja St Peter Basilica, yang setiap misa Natal di sini, disiarkan stasiun TV (termasuk stasiun TV Indonesia), dan Museum Vatikan.

Pas tanya2 orang, ternyata untuk jalan cukup jauh. Dan kenyataan bahwa otot kaki gue sakit (karena jalan di Coloseo dan Palatino yg berbukit bukit), membuat gue urung. Akhirnya gue duduk2 aja sambil foto2 dan nulis nulis blog di Galaxy Tab yang setia menemani gue. Oh ya, BTW, tiket "skip the line" itu bener bener ampuh kalau melihat antrian menuju Museum Vatikan ini. Panjangnya mengular sampai ujung tembok dan berbelok, masih panjang ke belakang. Sampai di sini gue merasa puas dan worth-it untuk spend Eur 19 demi ngga ngantri :)



Nongkrong sampai jam 10, barulah gue boleh masuk. Sampai di dalam, waduh, ruame banget kayak pasar malam. Yang punya tiket tour, diminta naik ke atas (bukan lantai atas, tapi lebih tinggi), disana tiket elekronik yang gue print, ditukar dengan tiket bertuliskan "Musei Vaticani" yang ada di gambar di atas. Ngga lama menunggu, datanglah seorang lady Italiano muda yang cantik walau rada jutek, membagi bagikan speaker. Wuiiihhh, + merasa ngga rugi nih beli tour Museum seharga Eur 12... guide-nya cantik bak malaikat begini :p


Namun, terengtengteng... dari belakang muncul nenek nenek peyot bawa bawa speaker sambil mengucap "..test..test.." yang terdengar dari earphone gue... Ow ow... jangan - jangan... jangan- jangan... AHHHHH Tidakkkkkk.... kembalikan Eur 12 ku.....!!!!

Hehehe, ternyata oh ternyata... Eur 12 untuk tour yang singkat (1 jam), di guide oleh nenek nenek peyot yang bahasa Inggrisnya mungkin aja bagus, tapi gue ngga bisa mengerti karena antara ngomong dan napas sudah seperti omongan dan napas terakhir... Sampai sini mau mundur pun percuma, sudah bayar toh... Okey, gak apa apalah, yuk, masuk museum dan lihat barang 'antik' apalagi yang disajikan oleh Museum ini...

Museum Vatikan memang bukan sembarang museum. Ngga hanya tentang Italia dan agama Katholik, namun juga tentang Dunia. Tentang jayanya Romawi (dan agama Katholik) menaklukkan dunia. Disini tidak hanya ada section dunia barat, namun ada juga Mesir dan juga China. Keramiknya pun adalah batu marbell yang diambil dari Timur Tengah, dan disusun menjadi mahakarya seni. Tiap pecahan bebatuan kecil itu disusun dengan warna aslinya membentuk wajah, tentara, kuda, wanita dll, tanpa tambahan cat.


Section terpenting dari Museum ini adalah Raphael's room dan apa lagi kalau bukan The Sistine Chapel yang tersohor itu. Tempat sang maestro Michael Angelo menorehkan kuas-nya di dinding atas (ceiling) kapel kecil itu. Dan, masih torehan kuas sang maestro, lukisan The Judgement Day, di dinding altar yang megah. Kiri Kanan nya dihiasi lukisan oleh berbagai pelukis terkenal jaman sebelum Michael Angelo. Tidak ada kamera atau handycam yang boleh merekam keagungan tempat itu... setidaknya itu yang tertulis di situs resmi maupun tak resmi. Semua blog yang gue baca, mengatakan hal yang sama. Menambah keagungan citra kapel kecil yang dibangun oleh Paus bernama Sistina ini.

Tanpa kedua ruangan utama ini pun, Museum Vatikan merupakan gudang seni... tiap patung, tiap dinding, lukisan kanvas, lukisan di karpet, benda benda kuno seperti bak mandi di pemandian bangsawan, semua nya terasa begitu megah dan serasa masuk lorong waktu yang begitu terawat. Lihat saja gambar2 di bawah ini:






Begitu kita sampai di Raphel's room, ruangan yang didedikasi kan untuk maestro pelukis pada masa-nya itu, bersiaplah untuk takjub, betapa sebuah lukisan bisa begitu hidup, begitu menawan, dan menyihir penikmatnya untuk bisa berlama lama menatap mereka. Yang gue takjub adalah ada efek 3D dalam gambar yang di lukis sekian ratus tahun lalu itu.







Penghujung tour adalah dibawa ke kapel agung yang sudah sangat tersohor, Sistine Chapel, menaiki tangga menuju kapel agung itu, gue kemasi lah peralatan foto gue, gue simpan rapi di dalam tas-nya dan bersiap merasakan moment yang menakjubkan, berada di tempat yang begitu agung-nya sehingga tak pantas alat buatan manusia seperti kamera dan handycam mengabadikan-nya.

Gue menarik napas panjang bersiap dan.... masuuukkkkk.... dan WOWWWWWW....
Ini yang gue dapat:



Toweweeeeewwwwww.... Kegungan-nya sirna seketika. Ruangan itu penuh dengan manusia yang mengacungkan kamera, handycam, HP mereka ke lukisan lukisan agung yang katanya tidak boleh difoto. Bahkan ada papan larangannya. Di balik papan itu, ada seorang petugas yang walaupun mata-nya terbuka ia seperti "tidur" membiarkan pengunjung2 ini pret pret menjepret.

Lha, kalau begitu gue juga ngga mau ketinggalan dahhhhhh..... :p



Di atas ini adalah lukisan "Judgment Day" di altar dan lukisan di ceiling karya Michael Angelo. Pada waktu pertama kali di bangun, kapel ini tidak "seramai" ini dengan lukisan. Hanya kiri kanan-nya saja dipenuhi lukisan berbagai pelukis terkenal jaman sebelum Michael Angelo. Michael Angelo sendiri baru lahir pada saat Sistine Chapel ini dibangun. Jadi, lukisan M Angelo ada belakangan. Dan menurut cerita, M Angelo itu pemahat, bukan pelukis, jadi untuk melukis ini, sebenarnya semacam "hukuman" bagi dia, karena tidak bisa menyelesaikan suatu proyek (memahat patung) yang diberikan Paus waktu itu, ia di "suruh" untuk melukis. Dan melukis ceiling Sistine Chapel, bukan perkara mudah. Dia harus naik tangga yang tinggi dan mendongak selama melukis. Namun hasilnya memang lukisan yang luar biasa indah-nya.


Lukisan - lukisan di dinding ini bukan sepenuhnya lukisan aseli. Memang, lukisan ini asli karya pelukisnya, namun karena termakan usia, banyak yang rusak dan cat-nya memudar. Melalui rekonstruksi, para artis "mempoles" ulang lukisan lukisan itu agar tampak segar, cerah dan lebih bisa dinikmati.

Selesai Sistine Chapel, selesai pula tour Museum Vatikan bersama sang nenek. Melewati ruangan ruangan yang masih penuh dengan barang antik dan kuno, kembali ke pintu masuk utama. Di luar, antrian masuk ke Museum (yang gue perkirakan makin siang makin panjang), ternyata kosong melompong... alias tidak mengantri sama sekali. Welewww, tau begini mah, datang nya siang aja, pagi ke Basilica dulu, untuk menghemat Eur 19 (IDR 200 ribu). Waktu gue keluar itu sekitar jam 1.30 siang.

Dari situ berjalan cukup jauh untuk menuju Gereja Agung St Peter Basilica.

Menuju ke sana, karena panas luar biasa dan kulit muka (dahi dan hidung gue) mulai memerah dan terkelupas, gue mampir ke toko souvenir untuk membeli topi. Barang2 souvenir sperti tempelan kulkas dan gantungan kunci pun terbeli sudah buat teman2 di Jakarta nanti.

Menuju gerbang Basilica, masuk, disambut kemegahan-nya:

Pas mau masuk ke Gereja-nya, gue lebih tergiur untuk naik ke atapnya gereja dulu (Duomo). Tiket-nya kalo ngga salah Eur 5... tapi dengan tambahan Eur 2, bisa memanfaatkan fasilitas lift dan menghemat 200san anak tangga dari 500san anak tangga totalnya.... lumayan banget, ya udah ambil yang naik lift deh...

Perjalanan menuju puncak Duomo benar benar bukan perjalanan biasa. Tangganya semakin ke atas semakin menyempit, dan terkadang miring. Begitu sempitnya hanya muat satu orang, sehingga kalau capek-pun tak bisa berhenti karena akan menghalangi orang di belakang. Dan otot betis gue makin kenceng aja ...

Puncak dari tangga itu adalah tangga besi yang memutar dan tanpa pegangan, dibantu dengan berpegangan pada tali untuk bisa sampai di puncak. Begitu sampai di puncak... memang terbayar semua jerih payah itu... Dari Duomo, tampak hampir seluruh kota Roma dan terasa keagungannya, karena melihat ke bawah, disitulah umat Katholik berkumpul dengan khusuk merayakan Natal, walaupun pada saat gue naik, hanya sebuah tiang dengan monumen dan air mancur. Dengan patung patung para Santo yang seperti mengawasi dan menjaga Kota Roma.







Selesai dari Duomo, turun adalah hal yang mudah, walaupun melelahkan juga... Waktunya masuk Gereja St Peter Basilica.

Gereja ini dibangun di atas makam Santo Petrus, Paus (pemimpin tertinggi umat Katholik) yang pertama. Konon masih ada makamnya di sana, dan tempat itu tidak diijinkan wisatawan ke sana, hanya boleh foto dari luar, spt ini tempatnya:


Yang unik lagi dari Gereja ini adalah terdapat beberapa jasad para Paus terdahulu yang masih tersimpan bagus dan tidak rusak. Konon, karena mereka ini orang suci, jasadnya terpelihara baik walaupun mereka sudah lama wafat.

Terdapat juga beberapa section untuk berdoa, dan bila masuk, sama sekali tidak boleh mengambil foto, hanya untuk berdoa. Gue masuki hampir semua section itu untuk berdoa. Di kesempatan pertama gue berdoa, tanpa sadar gue meneteskan air mata yang kian lama kian berlinang. Tak lain di sana itu teringat Deddy, adik tercinta yang mendahului kami...

Tidak gue lewatkan juga section Paus Johanes Paulus pp II, Paus yang gue tau sejak lahir, di mata innocent gue (masa kecil), Paus ini adalah orang tersuci yang hidup. Tak gue lewatkan berdoa di section nya beliau.

Selain itu, Katedral ini adalah mahakarya seni tersendiri. Ini hasil jepretan tempat tempat yang boleh dijepret...









In overall, selain keagungannya, VATIKAN bagi gue sangat sangat sangat komersil.... Mulai dari menjual tiket "skip the line" seharga Eur 19... padahal kan bisa aja menyarankan wisatawan untuk berkunjung lebih siang, agar kunjungan "merata", bukannya mengambil keuntungan dari "peak" hour di pagi hari.

Kemudian tour guide yang hampir setua koleksi museum-nya. Yang mana napas yang mana ngomong hampir gue ngga bisa bedain.

Sistine Chapel yang seyogyanya agung dan tak boleh difoto sudah seperti pasar malam saja.

St Peter Basilica yang semestinya katedral yang agung, juga seperti pasar malam. Tour guide dengan rombongannya di mana mana, tidak tampak ada kekhusukan dalam gereja yang seharusnya paling agung sedunia itu...

Well, setidaknya gue menjadi tau, bahwa VATIKAN itu letaknya di dunia yang sama dengan kita. Apalagi pada saat gue datang itu ada skandal yang melibatkan pengurus utama Vatikan. Semua itu hanya membuktikan kita semua, termasuk orang2 di Vatikan hanyalah manusia biasa.

Namun, tentu semua itu tidak mengurungkan niat gue untuk datang lagi, berdoa lagi dan merasa 'khusuk' lagi... mudah2an...

Ah sudahlah... Nikmati saja... Apalagi pas keluar, melihat pakaian "polisi" Vatikan yang lebih mirip badut/pelawak ini :D

Lepas dari sini, belum begitu sore... Masih sekitar jam 4 tan... Apalagi di Eropa ini gelapnya baru jam 10 malam... Hari masih panjang... masih sempat mengarungi kota Roma yang kemaren (day 1) belum terjelajahi... tunggu posting berikut nya....

Rincian biaya:
Hotel: Eur 45 per malam
Metro (subway): Eur 1.5 per trip (ada tiket 24 jam Eur 6)
Tiket Vatikan Museum & Sistin Chapel (+ skip the line + English tour guide):