Tampilkan postingan dengan label Palembang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Palembang. Tampilkan semua postingan

09 Juni 2009

Pulau Kemaro, Palembang

Selain Sungai Musi dan Jembatan Ampera yang amat kesohor itu, tempat lain yang tak kalah menariknya di kota Palembang adalah Pulau Kemarau (pulo kemaro dalam logat Melayu Palembang). Pulo Kemaro merupakan delta yang terbentuk diatas sungai musi. Walaupun hanya sebuah delta, daratannya cukup luas dan berpenghuni, sehingga layak di sebut sebuah pulau.


Untuk menuju ke sana, tidak ada jalan darat atau jembatan penghubung. Kabarnya akan segera dibangun. Paling gampang ya, menyeberang dengan menyewa perahu motor. Waktu sepi, PP hanya 70k. Perahu bisa isi 5 - 6 orang termasuk pengemudi. Perjalanan sekitar 45 menit itu cukup mengasyikkan, dengan pemandangan sungai musi yang orisinil, mbok mbok mencuci di pinggir sungai bersama anak anak mereka yang bermain air, kapal kapal besar (walaupun sungai, bisa dilewati kapal besar), bahkan ada SPBU apung disini. Yang ngga tahan adalah bau karet yang menyengat ketika melewati kawasan pabrik karet dan ban.

Image
Image
Image
Image

Sampai di Pulo Kemaro, akan disambut gate seperti gambar ini. "Selamat Datang, Makmur Sejahtera"

Image

Di atas pulau ini yang terkenal adalah sebuah kelenteng untuk pemujaan Dewa Bumi. Biasanya ramai dikunjungi pada saat Cap Go Me, Pek Cun dan Imlek. Kelenteng ini sudah ada sejak tahun 1962.

Image
Image

Waktu gue ke sana (awal 2008), sebuah pagoda menjulang tinggi ke langit sedang dalam tahap penyelesaian. Mustinya sekarang udah rampung.

Image

Kalau untuk masa sepi seperti waktu gue ke sana, really not much to see. Yang jual makanan juga ngga ada. Ceritanya orang orang, kalau lagi Cap Go Me, penuh sesak, ditambah asap hio di mana mana, siap siap mata pedih :(

Ini ada sedikit legenda tentang pulau kemaro yang gue ambil dari forum diskusi plasa.com:

Pulau kemaro dalam bahasa Indonesia berarti kemarau, dinamakan demikian karena pulau ini tidak pernah digenangi air walaupun volume air di sungai Musi sedang meningkat. Sebagaimana yang diceritakan oleh Harun, pemandu wisata di Pulau Kemaro, Pulau Kemaro ini memiliki legenda tentang kisah cinta seorang putri Palembang yaitu Siti Fatimah dengan anak seorang putra raja di Cina bernama Tan Bun Ann. Kisahnya dimulai saat Tan Bun Ann ketika itu melamar Siti Fatimah untuk diperistri. Ayah Siti Fatimah, seorang raja di Sriwijaya, mengajukan syarat kepada Tan Bun Ann untuk menyediakan sembilan guci berisi emas. Keluarga Tan Bun Ann bersedia menerima syarat itu, maka disediakanlah sembilan guci berisi emas.

Karena khawatir akan ancaman perompak, tanpa sepengetahuan Tan Bun Ann, keluarganya menaruh sayur-mayur di atas emas-emas di dalam guci itu. Sesampainya di Sriwijaya, ketika akan menyerahkan kesembilan guci tersebut Tan Bun Ann memeriksa isinya. Betapa terkejut dan marahnya dia ketika melihat isi guci tersebut adalah sayur-mayur. Tanpa memeriksa lebih dahulu, guci- guci tersebut dilemparkan ke sungai Musi. Ketika guci-guci tersebut dilemparkan, ada satu guci yang pecah, sehingga menampakkan kepingan emas yang ada di dalamnya.

Melihat hal itu, Tan Bun Ann menyesali perbuatannya dan menceburkan diri ke Sungai Musi. Siti Fatimah pun lalu ikut menceburkan diri sembari berkata "Bila suatu saat ada tanah yang tumbuh di tepian sungai ini, maka di situlah kuburan saya!". Itulah legenda asal-usul Pulau Kemaro. Nah bangunan yang menjadi latar belakang foto di atas, adalah kuil yang menjadi tempat peribadatan warga-warga keturunan Cina, dan di dalamnya ada makam Siti Fatimah, berupa gundukan tanah dan ada dua gundukan tanah yang agak kecil yaitu Panglima dan dayang Siti Fatimah, tutur Harun


Image
foto ini gue pinjem dari inoeinoe.multiply.com

Umumnya orang datang ke Kelenteng untuk minta peruntungan kepada Dewa. Selain cukup banyak objek foto kalau rajin mengexplore :p

Pulangnya, gue dkk disuguhi atraksi menarik di pinggir dermaga. Anak anak sungai musi mempertontonkan keberanian mereka dengan menceburkan diri ke sungai dari ketinggian. Atraksi yang luarrr biasaaaa.... byuuuurrrr..... :-bd

Image

05 Juni 2009

Martabak HAR, Palembang

Kalau bicara tentang makanan khas Palembang, pasti ngga bisa lari dari makanan yang satu ini (selain pempek lho ya :D ). Sebenarnya sih bukan asli makanan khas Palembang, orang Palembang pun menyebutnya Martabak Tambi, alias Martabak India. Ngga heran, yang punya dan pengelolanya pun keturunan India semua :)

Image


Martabak HAR. HAR kependekan dari Haji Abdul Rozak, asli India, sejak 1947, sudah membuka kiosnya yang pertama di kota Palembang. Martabaknya berupa 2 butir telur (pilihan ayam atau bebek) yang diceplok di atas adonan tepung yang sudah dibuat tipis dan mengembang. Adonan tersebut yang membungkus telurnya, dibuat segiempat, lalu digoreng di atas minyak panas.

Image

Setelah agak garing, diangkat dipotong lalu disajikan dengan kuah kari kambing dan kentang. Untuk saosnya, disediakan kecap / cuka yang diberi potongan cabe rawit hijau. Wuihhh, kalo panas panas nikmat juga :p Bisa juga diberi topping daging kambing / sapi cincang sesuai selera. Namun, standarnya ya, telur ayam polos tanpa daging.

Hati hati kalau mau mencicipi makanan satu ini di Palembang, karena, ternyata banyak pihak yang tidak bertanggung jawab dengan membuka kedai serupa dengan nama yang sangat mirip, misalnya Pak HAR, atau HARi, HARvest dll. Yang asli biasanya memasang foto sang Pak Haji seperti yang berlokasi di Jl. Sudirman ini.

Image

Bagi yang pengen nyicip tapi ngga sempet ke Palembang :p , ngga usah kuatir, karena anak cucu Pak Haji membawa makanan ini ke Jakarta. Ada di Jl. Hayam Wuruk, deket Dunkin Donut Batu Ceper, Harmoni. Kayaknya ada juga di Gading, tapi gue ngga tau persisnya dimana :-?? Nah, kalau Natz yang asli Palembang lagi ngidam, gampang, cukup tancap gas ke Harmoni, ngga perlu terbang ke Palembang :p

Ohya, harganya cukup premium deh kayaknya... lupa ^:)^ udah lama sih ngga beli yang di Hayam Wuruk... Kayaknya yang telor 12.5K, yang bebek 17.5K ... kalau beli lagi gue update deh :)

Bakmi Dempo Aloy / Alai

Image


ini mie khas Palembang, namanya Bakmi Dempo Aloy/Alai. Di Jakarta juga banyak tuh cabangnya, entah asli apa ngga... Sedangkan untuk nama, biasanya yang di Jakarta namanya Bakmi Dempo Aloy. Di Palembang asli, pemiliknya malah masih agak plin plan soal nama he he he :p Aloy apa Alai ya, ah... 2 2 nya aja deh = Joke lah... nama Aloy/Alai itu sebenarnya 1 nama, hanya beda logat. Kalau ngga salah Aloy itu logat orang khek, sedangkan Alai logat orang Medan (CMIIW).

Tekstur bakmi-nya bulat dan besar besar, tapi kasar (ngga kayak lomie atau mie medan yang besar halus). Maaf ya ngga ada fotonya, jaman itu (awal 2007) belum ada hobi fotoin makanan sebelum di makan ^:)^ Baru foto papan nama aja, sama itu temen gue sama sama tugas ke sana.

Isi mie-nya so pasti ngga halal, walaupun topping standardnya ayam rebus warna putih, potongan sedang. Pilihan sampingannya semua non-halal, mulai dari daging, kaki, usus, hati, sampai darah dari sodara temen saya itu :p :ymdevil: b-(

Untuk rasanya, bagi gue biasa aja... karena pada dasarnya gue kurang suka mie yang besar besar. Lebih pemuja mie Bangka asli (sifat kedaerahannya muncul) :p Tapi, akan merupakan DOSA BESAR kalau ke Palembang tapi melewatkan Mie Dempo ini. Tak termaafkan :p Seperti semboyan gue, kalau merupakan makanan khas suatu daerah, harus dicoba walaupun orang bilang ngga enak. Paling ngga kan gue bisa bilang: "ngga enak" atau "biasa ajah" atau "menurut gue enak!" dengan mantap. Paling ngga gue pernah nyoba, dan bukannya sok tau dengan mengutip pernyataan orang lain yang pernah makan :hammer:

11 Mei 2009

Es Mamat

Ngga tau kenapa ini es terkenal banget di Palembang. Mungkin salah satunya karena pernah masuk Wisata Kuliner-nya Pak Bondan si Maknyuusss... :p Terkenal banget, semua orang Palembang tau, padahal tempatnya sangat sederhana, hanya berupa gerobak, berjejer bersama penjual makanan lain, juga dengan gerobak. Mirip tempat jajan SD Inpres 06 Petang di Jakarta :)) Ini yang di Lapangan Hatta, entahlah di tempat lain.

Image

Sebenarnya es nya juga biasa. Ngga beda dengan es es campur yang di pinggir pinggir SD negri. Tapi yang istimewanya (beda dengan es di Jakarta) adalah es kacang merah. Ini memang khas Palembang. So, gue dkk langsung pesen itu. Apalagi gue doyan banget yang namanya es kacang merah.

sorry lupa difoto, saking lahapnya :p tapi ada fotonya Pak Mamat (nama asli: M Toha)

Image

Basically, itu es pake kacang merah rebus gula merah, jadi kacangnya sendiri sudah lembut dan manis. Ditambah irisan nangka, dan dikasih susu kental manis cokelat.

Ohya, sambil menikmati es manis dingin dan nikmat, bisa sambil mesen makanan khas Palembang lainnya kayak Pempek, Model (kombinasi pempek dan tahu, pake kuah), mie celor (kuah santan), martabak telor, dll. Ada kelakar mengenai makanan yang bernama 'model' itu = Kalau di Palembang, model dimakan, kalau di tempat lain, model bisa 'dipake' he he he :p

Lokasi lain es mamat: Pujasera Veteran, Jalan Rajawali, Cinde.
Harga: 6000 rupiah saja

19 Februari 2008

PALEMBANG ASSIGNMENT 11 – 14 FEB 2008

Click above title for photos related to this blog

Palembang it’s all about Pempek, Kerupuk dan Sungai Musi. Sebenarnya, secara budaya, makanan, dan tutur bahasanya ngga jauh jauh amat dengan Bangka, terutama Belinyu, wong masih sama sama rumpun Melayu. Apalagi my Natz sendiri asalnya dari Palembang. Jadi, assignment kali ini, secara kebudayaan, bahasa dan makanan, gue, cocok banget! Dan pengalaman di Palembang ini, mirip lagu yg sering dilantunkan saat kanak kanak dulu, “….. tidak berhenti makan” ha ha ha.

Memang bener ! Setelah Flight dari Jakarta mendarat dan dijemput seorang teman dan langsung dibawa makan siang. Siang itu, kita diajak ke rumah makan Sri Melayu, yang menu utamanya menyajikan, tak lain tak bukan, Pindang Patin khas Palembang. Terletak bersebelahan dengan istana Gubernur, tak jauh dari jalan utama (Sudirman), rumah makan ini memang ditata dengan nuansa Melayu yang kental dengan menampilkan pelayan pelayan yang juga berpakaian serba adat Melayu. Pindang Patinnya pun sedap bukan main. Rasanya mirip Tom Yam ala Thailand yang kecut kecut pedas, dengan ikan patin yang empuk dank has rasanya. Bagi yang ngga suka ikan, juga tersedia pindang iga sapi yang ngga kalah sedapnya :_)

Begitu pula sesampainya di kantor. Jam belum menunjukkan pukul 3 sore, sepiring pempek Palembang sudah tersaji di atas meja di ruang kerja kita. Wah wah wah, keramahtamahan khas Palembang :_) Pempek telor, adaan, keriting dan pempek isi pepaya muda dengan saos cuka yg aduhai. Ditambah dengan makanan ringan berupa kerupuk, semprong dan kue bangkit.

Perut belum terasa lapar, kita sudah diajak makan malam ke restaurant Padang yang paling nge-top di Palembang, RM Padang Pagi Sore. Tempatnya sangat rame, yang bungkus aja disediakan ruang tunggu mirip ruang tunggu di rumah sakit lengkap dengan TV segala. Rame gini biasanya enak nih, dan bener aja. Sekali gigit rendangnya yg empuk dan yummy, gue langsung ngerti kenapa tempat ini rame banget. Belum selesai makan, tiba tiba ada rombongan yang masuk. Berpakaian kaos putih bertuliskan “Juara Liga Djarum Indonesia”. Wah wah wah, ternyata rombongan dari Sriwijaya FC, pemain, pelatih dan officialnya, yang baru memenangkan dua trophy, Piala Copa Indonesia dan Juara Liga Indonesia, yang baru tiba dari Jakarta pada hari itu (penerbangan siang setelah kita), yang baru saja diarak bak pahlawan di jalan, langsung mereka menuju ke restaurant ini untuk makan malam. Mereka aja begitu nyampe langsung makan di sini, berarti ini memang yang paling TOP :_) Tapi kalau gue perhatiin bule bule nya (yg kebanyakan orang negro – Afrika), ngga pada makan dengan lahap, paling nyicip nyicip doang. Suasana di luar restoran sudah sangat ramai dengan masyarakat yang antusias. Anehnya, kita malah foto foto sendiri, he he, bukan penggemar sepakbola Indonesia sih. Too bad.

Malamnya kita dianter ke Hotel Quality, di Jl. Sudirman. Hotel baru, kata bell boy-nya. Baru dari quarter terakhir tahun lalu. Pantes aja masih bersih dan terawat banget. Resepsionis pun ramah dan helpful. Mereka bilang, ngga lama lagi semua kamar akan ada fasilitas internet, tapi mereka ngga jelasin apakah dengan kabel atau dengan wi-fi. Yang jelas, lobby-nya bisa wi-fi. Gue udah coba he he. Dengan HTC Touch yang baru dapet hadiah dari Quiz itu loh he he he. Rate-nya juga ngga mahal untuk ukuran bintang 4, ngga nyampe 400 ribu per malam untuk kamar standard.

Esok paginya, breakfast di hotel menyediakan makanan khas Palembang yang namanya Celimpungan (bacanya pake ‘c’ bukan ‘k’). Itu pempek dengan kuah kuning yang aromanya santan banget. Makanan lain pun ngga kalah enak, standard hotel bintang 4 lah. Pokoknya OK.

Siang itu, kita diajak makan siang ke PTC (Palembang Trade Centre), ke tempat makan yang namanya Brasserie, menyajikan Chinese Food tapi standardlah. Setelah itu menuju ke Pelabuhan Sungai Musi. Ngga nyangka, sungainya gede banget dan dalam, kapal kapal yang sandarpun bukan kapal kapal ukuran sedang, tapi juga ukuran besar (tanker). Nah dari situ, dari kejauhan, keliatan jembatan Ampera, yang merupakan icon kota Palembang, kebanggaan kota Palembang yang amat disayangkan. Nanti akan diceritakan.

Abis cape panas panas ke pelabuhan, di kantor sudah disambut dengan Kelapa Muda seger dari kebun belakang. Wah deh pokoknya. Belum cukup segitu, sorenya, pesta duren Palembang di ruang tengah. Bersama temen temen yang lain, menikmati buah duren yang dibeli sama mami, sang kepala tanki. Duren Palembang kurang lebih kayak duren Lampung, yang manis manis ada pahit pahitnya dikit.

Malamnya, kita diajak ke daerah yang namanya Kambang Iwak (iwak = ikan, dlm bahasa Palembang), makan seafood di resto yang namanya Raja Sari Laut. Katanya daerah situ deket daerah bencong kayak Taman Lawang gitu, tapi jangan bayangin bencongnya yg gemulai, disini, weleh, katanya serem hehehe, gue sih ngga tau, cuma dibilangin aja. Habis pas lewat sana masih jam 8, belum muncul bencongnya ha ha.

Malam itu juga, kita diajak ke Jembatan Ampera. The best viewnya adalah masuk di Benteng Kuto Besak. Belum belum udah di tarikin Rp 2000 oleh sekumpulan berambut gondrong. Ada karcis sih, tapi kok kesannya ‘maksa’ ya. Di dalam, pas lagi foto foto, eh, ada lagi yang samperin minta uang ‘parkir’ Rp 2000 lagi. Sama temen kita orang Palembang, setelah berdebat, dikasih Rp 1000. Ya, kita juga jadi berasa ngga tenang. Mending ngga lama lama disitu. Itulah kenapa gue bilang amat disayangkan. Benteng Kuto Besak itu lapangan nya luas, dengan penjual makanan kecil dan ada resto apungnya, kiri kanan pun penuh hiasan lampu warna warni dengan view utama jembatan Ampera yg dikasih lampu berwarna merah. Sangat nyaman untuk sekedar nongkrong dan view yg bagus untuk berfoto. Tapi ya, itu tadi, dengan kehadiran ‘preman’, perasaan kita jadi ngga tenang dan amat ngga nyaman. Kalau dikelola dengan baik, bukan ngga mungkin bisa spt jembatan di Liuzhou, tempat nongkrong kita tiap malam waktu di China. Sayang banget, padahal lagi ‘visit Musi 2008’ lho. Ngga heran pariwisata Indonesia begitu jebloug.

Keesokan harinya, harinya oleh oleh :_) Kerupuk Palembang, Kemplang, kerupuk mentah, terasi, dodol duren dan kue semprong antara lain yang kita borong untuk saudara dan temen temen di Jakarta. Belum lagi pempek yang dihadiahin mami buat kita, termasuk pempek panggang yang jarang ada di Jakarta. Wuih, Palembang emang syurga makanan :_)

Ada 1 toko kerupuk yang terkenal banget, Toko 301. Tapi titipan sang mertua, cari toko yg namanya Bola Dunia. 2-2nya di daerah Dempo. Kalau menurut gue sih, 2-2nya sama enaknya.

Siang itu, kita makan di Bakmi Dempo Aloy/Alay. Ini terkenal dengan mie-nya yang menurut gue mirip mirip mie Bangka. Mienya lengkap dengan tambahan jeroan dan darah babi, pangsit ikan dan juga bakso ikan. Mantap. Abis itu, kita menuju Es Mamat. Selain RM Padang Pagi Sore, Bondan, sang maestro kuliner, juga pernah datang ke sini untuk mencicipi es mamat. Jangan bayangkan resto atau cafĂ© deh, tempatnya benar benar pinggir jalan, dengan gerobak sepanjang jalan. Selain gerobak es, gerobak gerobak lainnya menjual model, tekwan, gado gado, martabak telor dll. Model merupakan makanan khas Palembang, yaitu pempek isi tahu. Spt kata Mami, “Kalau di Jakarta model bisa di ‘pake’, kalau di Palembang, model bisa di makan” he he dada aja.

Malemnya kita diajak ke Ayam Goreng 288. Ayam goreng lunak seperti ayam goreng pada umumnya di Surabaya. Yang punya restonya orang Bangka. Enak juga, tapi karena di Palembang, makanan ini terasa ngga special alias ngga ada sentuhan Melayunya he he.

Esoknya, baru bener bener jalan jalan nih :_) Kita berkesempatan untuk ngunjungin pulau Kemarau (P. Kemaro dalam logat Palembang). Pulau ini sebenarnya sebuah Delta, yang terbentuk dari endapan dasar sungai ribuan tahun yang lalu. Dan ini bukannya delta yang kecil, ngga cukup lho 1 jam naik getek (perahu dengan motor) ngitarin seluruh pulau. Di sana ada sebuah kelentang dengan pagoda yang dalam tahap penyelesaian. Waktu kita ke sana, sedang persiapan, bersih bersih menyambut Cap Go Meh. Kata Natz, kalau lagi Cap Go Meh, akan ruame sekali, dengan orang dimana mana dan sulit bergerak spt halnya lagi borong di Mangga Dua. Dan mata siap siap perih oleh hio dan dupa yang menyala tak henti henti. Selepas dari sana, kita sempetin putar putar sedikit dengan getek melihat sisi lain p. Kemarau. Ada juga lho penduduk yang tinggal disana, juga sepanjang pinggiran sungai Musi. Penduduk miskin yang rata rata bermata pencaharian mencari ikan dgn jala. Mereka nyuci dan mandi dari air sungai musi, probably minum pun dari sana, tapi tau deh. Ohya, sekali sewa getek untuk ke sana 75 ribu PP, ditunggu sampai selesai, ngiter2 pulau juga boleh. Itu lagi musim sepi, kalo lagi rame (Cap Go Meh atau Cap Sa) mungkin lebih mahal. Tapi denger denger, mau ada jembatan getek, jadi getek sambung menyambung ke dataran yg terdekat, jadi orang bisa tinggal nyeberang. 1 getek muat lebih dari 5 orang.

Setelah itu, siap siap deh ke bandara. Sebelumnya, mampir dulu ke Rumah Makan HAR. Ini specialis jualan martabak telor ala India, dengan kuah kental berwarna kuning yang isinya kentang dan beraroma kambing. HAR = Haji Abdul Rozak, asli India, sejak 1947. Ini sebenarnya kesukaan my Natz. Setiap kali lewat di jalan Hayam Wuruk (Jakarta), pasti sempetin bungkus martabak HAR, yang katanya cabang dari Palembang. Nah, kali ini gue mau bungkusin HAR asli dari tempat asalnya :_) Gue sih kurang doyan, dan menurut pengakuan beberapa orang, memang hanya orang Palembang (dan perantau-nya) yang suka.

Siang itu, karena ngga sempet sarapan. Kita sarapan di executive lounge ElJohn. Ohya, bandara Palembang masih baru dan masih bagus banget. Denger denger sejak PON beberapa tahun yang lalu. Dan jadi bandara internasional juga baru baru ini. Pokoknya Palembang makin maju.

Pengalaman yang menyenangkan, ditutup dengan surprise dari sang istri. Kebetulan hari itu tanggal 14 Feb.