29 Mei 2008

Three months inside Mommy

click above title for video related to this blog

Kicking, shaking head, rolling front to back, and wave of hands... owww my precious lil' baby...

Itulah yang terlihat di layar USG 2 dimensi RSIA Hermina Daan Mogot, Selasa malam 27 May 2008 yang lalu. Bayi kecil kami yang masih dalam perut mamanya, berguling, menggeleng, melambai, dan menendang-nendang. Dengan lucunya, jari jari kecil yang baru mulai terbentuk itu ia letakkan di dagu, seolah tau sedang diperhatikan.

Umur 3 bulan, tepatnya 14 minggu 2 hari, si kecil dalam keadaan baik, normal dan sehat. Ukuran kepala dan panjang kaki bahkan menunjukkan umur 14 minggu 4 hari. Artinya segalanya normal. Normal adalah bahasa medis untuk bahasa awam ‘sempurna’. Kepala yang bulat, jari jari dan tangan yang mulai terbentuk, tulang panggul, tulang belakang dan kaki kaki yang kuat merupakan bagian dari bayi sempurna yang tak pernah diam dan selalu bergerak aktif.

Tak ada yang melebihi kebahagiaan dalam merasakan kehadiran-mu, anakku. Dan ini baru awal bagi kami… You are amazing !

28 Mei 2008

Jumat, Sabtu, Minggu nya AjNatz

Ini cerita aja, ada beberapa topik, sehingga judulnya spt di atas :_)

Gue mulai ceritanya dari hari Jumat, 23 May 2008. Jumat pagi, memang rada telat berangkatnya, telat beberapa menit dari biasanya. Maka, ketika Mas Ubai, sopir yang kita hire khusus selama kehamilan Natz, nanya mau isi bensin apa ngga. Saya langsung jawab ngga, “ngisinya nanti aja, pas pulang”, soalnya gue liat masih ada satu kotak lagi bensinnya. Biasanya cukup untuk PP sebelum indicator bensin kosong menyala.

BBM naik terlalu cepat
Sorenya, tak disangka tak dinyana. Kenaikan harga BBM yang rencananya akan diberlakukan 1 Juni 2008, ternyata ada kabar (dari Koran dan Televisi) bahwa akan diumumkan malam ini dan akan efektif mulai pk. 00 tanggal 24 May 2008. Alhasil, macet seputaran Jakarta karena orang orang panic dan mau mengisi ‘untuk terakhir kalinya’ BBM yang masih ‘murah’. Melihat pom bensin pom bensin yang penuh sesak dengan pengantri dan tampak sembrawut, gue putuskan untuk ngga ikutan ngantri. Sambil berharap, tidak jadi dinaikkan, menyusul BLT yang tidak jadi dibagikan. Logikanya, kalau Bantuan Langsung Tunai yang sedianya untuk membantu lapisan bawah menanggung beban kenaikan BBM belum dibagikan, berarti pemerintah juga belum akan menaikkan BBM. Setidaknya sampai BLT cair. Begitu pikir gue.

Malamnya, sehabis makan malam sama Papa (yang kebetulan ada di Jakarta dan besok akan pulang ke Bangka) juga Khioko, Ci Betsy dan James di Ayam Bakar Rawa Bokor yang enak banget, tapi gue ngga pernah inget namanya :_P, gue dan Nat pulang ke rumah. Waktu ngelewati suatu pom bensin yang ‘agak’ sepi, sempet muncul pikiran mau ikut ngantri, tapi ya, sudahlah, hemat berapa sih? Kabarnya pengisian juga dibatasi cuma Rp 75,000 per sekali isi. Artimya cuma 16,67 lt, artinya lagi, kalau naik Rp 6,000/liter, cuma hemat Rp 25,000. Worth to queue?

Sabtu, 24 May 2008. Bangun ‘pagi pagi sekali’ hari ini. Jam 7. Sabtu gitu loh, biasanya kan diatas jam 9 he he he. Cucian menumpuk seminggu ini karena selalu pulang malam sehingga males/ngga kuat lagi nyuci baju walaupun pake mesin cuci :_P Pagi pagi, masukin cucian ke mesin cuci dan ditinggal. Pergi ke tempat Khioko, mampir beli mie Palembang A Hok di Citra II, untuk ibu hamil, ngga boleh kelaparan. Sampai rumah Khioko, Papa sudah siap dengan luggage-nya yang besar besar, maklum, isinya baju belanjaan yang akan dijual lagi di Bangka. Cece, yang rencananya mau nganter juga ternyata belum bangun. Walah. Jam 8 kurang, gue, Natz dan Papa berangkat ke Bandara. Sebelumnya, mampir ke pom bensin untuk isi bensin dulu. 33,33 liter seharga Rp 200,000 dari yang biasa ‘cuma’ Rp 150,000. Untung di’subsidi’ Papa Rp 100,000 :_)

Bersantai di executive lounge
Sampai Terminal 1B, seperti biasa, kita semua masuk ke dalam walaupun tanpa tiket, tinggal sebut nama “Ko Ahiung”, langganan Papa beli tiket. Sebenarnya sih dia itu calo. , Tapi, karena dia bisa menyediakan kemudahan dengan harga yang reasonable, kita sering pakai jasa dia untuk penerbangang ke Bangka. Kemudahan yang dimaksud adalah, contoh, barang bawaan Papa yang lebih dari timbangan sebanyak 30 Kg, hanya diharuskan membayar Rp 60,000 alias Rp 2,000 per Kg. Bandingkan dengan harga resmi-nya yang Rp. 5,000 per Kg. Kita bisa berhemat sampai Rp 90,000. Suatu kemudahan bukan?

Setelah Papa cek-in barangnya yang seabrek itu dan dapet tiket, seperti biasa, kita sama sama naik menuju Eljohn Executive Lounge untuk nyantai sambil temenin Papa tunggu pesawat. Kartu Kredit yang bisa diterimapun udah disiapkan dari rumah, macam GE, Bank Mega dan Bank Mandiri. Tapi, menjelang tangga yang menuju ruang tunggu pesawat, kok kita lihat pemandangan yang ngga biasa. Ternyata ada antrian untuk membayar airport tax Rp 30,000 yang biasa dibayar di counter cek-in bersamaan dengan boarding pass. Artinya, gue dan Natz ngga bisa masuk dan menikmati executive lounge sambil nemenin Papa seperti biasanya tanpa bayar Rp 30,000 per orang. Duh, kok gitu sih… Ya sudah akhirnya, kita batalkan niat kita untuk ikut masuk dan say goodbye sama Papa di tangga itu.

Bukan kita aja yang mengunjungi Deddy :_)
Kembali ke rumah Khioko untuk jemput Cece dan sama sama ke tempat Deddy, Pondok Rangon. Ternyata Cece ngga mau, males bolak balik katanya. Soalnya abis Pondok Rangon, balik ke Citra (rumah Khioko) lalu ke Sunter lagi (Apt Cece), kecapean. Ya sudah, gue dan Nat aja yang pergi. Memang dari sejak di China gue pengen berkunjung ke sana, rasanya udah lama sekali.

Untung jalanan Sabtu itu lancar tanpa hambatan berarti dan untung karcis tol ngga ikut ikutan naik. Berangkat sekitar jam 10 dari Citra, jam 11 siang sudah sampai Pondok Rangon. Sekitar jam 10.30, ada SMS dari Papa mengabari sudah sampai Pangkal Pinang (Bangka). Jam 11 siang di Pondok Rangon lagi panas panasnya. Yang bikin seneng ditengah panas panas itu, ternyata ada bekas bunga tabur yang sudah mengering, tanda tanda ada yang datang berkunjung selain kita, mungkin teman temannya Deddy. Senang sekali mengetaui ada orang lain selain keluarga kita yang datang berkunjung, mungkin juga mereka rutin datang.

Setelah makan, minum dan ngemil, jam 12 kita putuskan untuk pulang, sembari nyari makan siang. Rencana makan siangnya di DOME Cawang atau Plaza Indonesia, selagi ada promo diskon 50% dari Kartu Kredit Mandiri sampai akhir December 2008. Trus rencana mengunjungi teman sekantor Natz (bu Hilda) yang baru aja melahirkan di RS Bunda. Tapi, pas gue lagi beli pisang menjelang pintu keluar Pondok Rangon, Natz terima SMS kalau bu Hilda akan keluar RS siang itu juga. Maka meluncurlah kita ke sana dan menunda makan siang menjadi sesudahnya.

Fish & Co promo 50%
Sampai di RS Bunda Menteng, hampir jam 2 siang. Bercengkerama berbagi pengalaman hamil dan melahirkan dan melihat bayi, bagi kami calon orangtua yang berbahagia, cukup menyenangkan. Setelah jam setengah 3, kita pamit untuk pergi, juga karena perasaan lapar karena makan siang yang tertunda. Dari RS Bunda itu, kita berubah pikiran dari DOME ke Fish & Co yang juga promo 50% dengan Kartu Kredit Mandiri dan hanya sampai 31 May ini. Dari Menteng ke TA hanya sekitar 20 menit, namun sampai lewat jam 3 baru pesanan kita tersaji dan kita mulai makan. Sempet liat dan tertarik untuk makan di NanXiang juga diskon 50% pake Mandiri Titanium, tapi pikir pikir makanan spt NanXiang cocoknya makan bersama keluarga, nanti sama Papa Mama Natz, toh promo sampai akhir Dec 2008.

Karena makan siang terlalu telat, Natz merasa pusing dan mual, masuk angin. Memang nih, ibu hamil seharusnya ngga boleh kelaparan. Tapi anehnya, walaupun dalam keadaan lapar, Fish & Chips dan Simple Pasta yang kita pesan kok terasa kurang enak ya? Seperti ada sesuatu yang kurang. Jauh dari perkiraan kita dan jauh dari terakhir kita makan di Gading. Agak kecewa juga sih. Karena Natz agak mual, kita langsung pulang dan untungnya Natz bisa tidur di mobil, sehingga sampai rumah sudah agak baikan.

Sebelum sampai rumah, kita mampir ke rumah Mama Natz untuk mengambil pempek lenjer isi ebi dan kecap manis buatan mama. Itulah makan malam kita. Tidak lupa menjemur baju yang tadi pagi dimasukkan ke mesin cuci sebelum tidur. Untung mesin cucinya otomatis jadi bisa ditinggal pergi, pulang pulang, tinggal dijemur :_)

Minggu 25 May 2008. Bangun pagi pagi juga hari ini. Soalnya janji Mama Natz mau anterin dan temenin ke tempat Engkong di Bekasi. Jam 7.30, lebih siang 30 menit dari kemaren, lumayan :_P Rencana mau bungkus nasi ulam di Citra II dan makan dijalan. Ternyata sampai rumah Mama, sudah tersedia makan pagi bihun, yang sebenarnya kurang enak, tapi udah disiapin masak nolak.

Kabar dari saudara angkat
Dari rumah Mama jam 9 lewat, jam 10 sudah keluar tol Bekasi Barat, benar benar minggu yang lancar efek psikologis dari harga BBM yang melambung. Di tengah jalan, ada telepon dari Keni dan Juli. Menyambung telepon Keni beberapa saat yang lalu, mengabarkan akan ada acara ikatan antara mereka berdua soon di minggu minggu mendatang. Mengkonfirm kita available-nya kapan. Sebab, boleh dibilang, kita seperti di tengah tengah dari 2 keluarga Keni dan Juli. Keluarga Keni sudah kenal gue sejak gue masih kuliah, akrab juga dengan Papa dan saudara saudaranya yang perempuan semua. Sedangkan Papa Mama Juli, walaupun hanya 1 kali bertemu, langsung cocok juga, kebetulan mereka sama sama wong kito galo dengan Natz (Palembang), Mama-nya Juli jualan pempek di rumah (wah cocok banget dah), dan sama gue juga cocok karena basically mereka bukan keluarga yang ja’im.

Menyambung suksenya acara ketemuan antara 2 keluarga di bulan Desember 2007 yang lalu, kali ini they ask me for the same favor, sebagai ‘badut’. Pertemuan pertama di Cibinong dan lanjut ke Bogor terbilang sukses, mengingat kedua keluarga baru pertama kali bertemu dan mereka perlu ‘badut’ untuk memecah suasana dan disitulah peran gue. Apalagi, untuk alasan yang sangat mendasar, Papa Keni sebenarnya kurang menyetujui hubungan kedua sejoli ini. Walaupun waktu pertama kali gue temenin Keni untuk membicarakan hal tersebut ke beliau, juga waktu Juli berkunjung ke sana baru baru ini, beliau menunjukkan sikap melunak, walaupun tidak secara tegas menyetujui.

Untuk itulah pergelaran acara ikatan ini dibuat. Untuk mendapat konfirmasi yang jelas dari beliau, untuk mendapat kata “iya” dari kehadiran beliau di acara ini nanti. Memang dari pihak keluarga Juli yang berinisiatif, walaupun mereka bukan penganut tradisi China fanatik, tampaknya strategi ini bisa berhasil. Rencana mereka menikah, kalau bisa tahun ini juga, paling ngga, jangan lewat 1 tahun dari tanggal perikatan nantinya.

Sebenarnya, ada fungsi lain dari gue untuk acara ini, yaitu seksi transportasi, mengingat mobil gue yang cukup lega mengangkut seluruh anggota keluarga Keni. Gue tambahkan 1 lagi fungsi gue, seksi dokumentasi, alias tukang potret :_) Dan, mengenai peran gue sebagai ‘badut’, gue ngga tau harus menanggapi dengan sumringah atau ‘mpet. Yang jelas apa yang bisa gue bantu, gue akan bantu. Apalagi buat saudara gue yang tak kenal pamrih ini. Dari jaman kuliah sampai pernikahan gue, dan sesudahnya, si Keni sudah banyak membantu gue dan Natz.

Jam 10.30 sampailah di rumah Engkong. Disambut “good morning” sama Engkong dan sedikit bahasa mandarin dari Ema’. Mama ke sana nganterin obat dan sedikit makanan kecil untuk Papa Mama-nya. Sedangkan kita, kebetulan ada kalender AKR China yang gue bawa dari Guigang. Buat Papa gue 1, masih ada 1 untuk Engkong dan Ema’ yang kebetulan mengerti baca tulis bahasa mandarin.

Orangtua yang masih sehat
Entah dari mana awalnya bisa ngobrol sampai ke mimpi segala, dan pas gue mention sudah 2 malam ini mimpi hantu, mereka langsung antusias. “458, 457” kata Engkong merujuk kepada nomor yang ada di buku mimpi. Kebetulan buku mimpinya ada di atas meja, langsung deh kita cek dan ternyata benar. Langsung telepoin Bandar untuk beli nomor itu, 3 dan 2 nomor, total 20,000. Tapi ternyata Bandar-nya belum buka dan 1 dan lain hal, kita ngga jadi beli. Untunglah, karena keesokannya kita tau nomor yang buka ternyata 75. Kalau dapat, lumayan lho, seperti dijelaskan Engkong, naroh Rp 1,000 kalau kena 3 nomor bisa dapat Rp 400,000, artinya 400 kali lipatnya ! He he, sebagai orang Bangka, agak mengherankan sih gue baru tau sekarang, secara orang Bangka (Belinyu) mustinya tau semua, wong tiap hari ada aja nomor yang buka.

Kita memang berencana ajak Engkong Ema makan siang di daerah Gading siang itu. Kebetulan hari itu, makan siang Engkong Ema yang sudah disediakan memang kurang memadai. Mereka curhat soal itu, dan betapa senangnya mengetahui mau kita ajak makan ke daerah Gading. Meluncurlah siang itu kita ke Gading, kira kira 45 menit dari Bekasi Barat, sampailah di Restaurant Chinese Food AHWA, yang originally dari Angke. Gading ini ‘cuma’ cabangnya, namun justru lebih representative dari tempat asalnya yang cuma rumah makan ruko. Tapi kedua duanya sama wueenak tenan.

Siang itu, kita pesen Iga Babi goreng saos madu, Gurame asam manis, sapo tahu dan Bebek Panggang. Yummy deh pokoknya, apalagi Paikut madu-nya, maknyos dan ngga ada tandinngannya deh :_) Mama sampai minta bungkus untuk bawa pulang buat Papa.

Habis makan, langsung balik lagi ke rumah Engkong, maklumlah, orang tua ngga kuat lagi jalan jalan. Engkong kalau jalan harus pakai tongkat, Ema penglihatannya sangat kurang, begitu juga pendengarannya. Tapi untuk insan berusia di atas 70 tahun, mereka tergolong sehat, ngomong sama mereka masih nyambung, masih punya aktivitas. Engkong rutin ngikutin nomor buntut, tapi beliau ngakunya ngga menang ngga kalah karena main 1000 – 2000 aja. Sesekali keluar rumah main catur atau nonton sepakbola kampung dekat rumah. Ema, karena penglihatannya sangat kurang, memang agak kurang aktivitasnya, hanya ikut Engkong aja. Engkong masih fasih speak English, dan Ema hui jiang guo yi (bisa berbahasa mandarin).

Bahkan Engkong masih ingat, dari mana asalnya dan sempat bercerita kalau dulu waktu umur 10 pernah dipulangkan ke sana. Namun gonjang ganjing politik di China, mengharuskan dia kembali lagi ke Indonesia. Engkong Ema asal muasalnya dari kota Amoy (logat hokkian) atau Xiamen (logat mandarin), di propinsi Fujian (Hokkian), nenek moyangnya orang Cina Medan. Namun keduanya lahir di Indonesia (Muara Enim - sekitaran Palembang), mungkin juga pendahulu mereka, sudah lahir dan menetap di sana, bergeneresi yang lalu.

Pulangnya ke rumah, sudah harus mengisi bensin lagi. Dan lagi lagi harus merogoh kocek Rp 200,000 untuk 33,33 liter. Mama subsidi Rp 50,000 :_) Gue jadi mulai berpikir untuk melirik motor sebagai sarana transportasi harian ke kantor. Ngga sih, Natz pasti ngga setuju, juga Papa dan Mama gue yang sudah berbaik hati membelikan Kijang Inova yang gue pakai secara cuma cuma ini.

Malamnya, setelah bangun dari tidur siang (tidur sore sih actually), ternyata udah jam 7 malem, sehingga kita batal ke Gereja. Itu pun terbangun karena Mama telepon ajak makan malam di rumahnya. Masih ada sisa paikut madu tadi siang,,, yummy.

Habis makan, kita pergi ke Mal Puri Daan Mogot dengan jalan kaki dari rumah Mama yang hanya sekitar 10 menit. Di Hypermart, kita nemuin produk kue kering Baker’s Delight yang sudah expired, 15 May bahkan 15 April yang lalu. Parah. Gue took beberapa foto, bermaksud untuk gue adukan langsung ke situsnya Hypermart/Matahari putra Prima. Karena, waktu gue adukan ke petugas Hypermart yang ada disana, ngga ditanggapi, malah menghindar. Melihat gue ngambil foto, mereka juga cuek aja, kayak ngga terjadi apa apa.

Senennya, gue masuk ke situs www.matahari.co.id (situs resmi PT Matahari Putra Prima yang menaungi Matahari, Hypermart dan Foodmart). Gue temukan bagian customer service, gue isi dan sampaikan keluhan gue sedetail mungkin, dan ketika selesai dan siap menekan tombol submit, betapa kecewa dan geregetannya gue, menemukan halaman “this page can not be found”. What??!! Ngga peduli berapa kali gue mencoba ulang, hasilnya sama saja. Apa PT Matahari Putra Prima sengaja mempersulit pelanggannya yang mau complain? Gue kurang ngerti. Yang jelas, gue kecewa sama pasaraya tempat gue biasa berbelanja itu. Selain dekat rumah, kalau lagi promo, harganya juga OK.

Begitulah 3 hari bersama Aj dan Natz. Selasanya, 27 May, jadwal kontrol ke dokter kandungan lagi. Udah ngga sabar merasakan seperti yang diceritakan Natz ke e-mail waktu gue masih di China, melihat dia sudah menjadi apa, dengan gerakan gerakan kecilnya yang bakal amazed us …

21 Mei 2008

GUIGANG, a transshipment city

click the above title for photos related to this blog

This is the third time I come to Guigang. The first and second were in summer (August) 2007 and winter (December) 2007. This time is from 15 Apr to 13 May 2008, spring 2008.

As a small city in Guangxi province, south of China, it’s quite surprising for me to see a medium-modern city compared to Indonesia. As if we compare to, for example, Medan (the third biggest city in Indonesia), Guigang looks more modern and sophisticated. Hotel occupancy were high, Restaurant full, Reflection, Bar, Night Club everywhere. Not even a year since my last visit, already two new shopping mall were built and opened. Unlike other cities in China, which developed in industrial or tourism, Guigang don’t have two of those potential. I can say, no place worth to visit as a foreign tourist here. However, since I were there, I just as well explored what they have, and I’ve made the conclusion :_)

So, what bring the, I can say, ‘fast growing’ (again, compare to Indonesia) in Guigang? All these were just an impact from the real business, port business, which majority has been owned by foreign private investment company, like these three major ports own by my boss, which every year I have to visit as part of my assignments.

Yup, Guigang is a transit city. As its main river, Xi River, is a direct connection to the Pearl River Delta, which connecting the central China with the south of China, Guangzhou, Hongkong and Macau. Now you know why Hotel occupancy were high, Restaurants full and Bar and Nightclub everywhere :_) I call it transshipment city, from the activity in our ports, which transshipped the cargo (container, coal, steel, etc,) from train or truck to ship and the opposite.

Places to visit
While I was there, as usual, as many Guigang people, visit Nanning is a must. Shopping (clothes and electronics) and Movies is one of the things you can not do in Guigang, with satisfaction. Three times I come to Guigang and three times also I go to Nanning, to shop, electronics, clothes and earrings for my lovely wife, books for my dad. As Nanning is only 2 hours from Guigang, it’s very convenience, even if you go by Bus, as much as RMB 14, you get a bottle of mineral water :_)

Nan San and Shi San are two of the ‘mountain’ you can visit while you were here. It called mountain because in mandarin, there’s no other term for hill. All with mountain shape is called mountain. And a bit difficult to explain to them (local people) about the different between mountain and hill. When we say Himalaya is a real mountain, a-ha, they seems begins to understand :_)

Shi San is a hill (The Western Hill) located near Guiping city (still in the Guigang area) and one of Top Ten Tourist Resort of Guangxi (as it written in the ticket), beside Li Jiang River and Elephant Trunk Hill which also located in Guangxi. I tried to climb the hill, but not reach the top. At the top (as told by my fellow Indonesian, Roy, really nothing to see, just a place where people worship with the hio – red stick which burned slowly and resulted a thick smoke and smell). While Nan San is not even a hill, just a park with several big rocks, which two of them can be climbed (has stairs). However, in my opinion, Nan San is more worth to climb, not so high and the view is amazing from above. Remind me a bit of Ma An San in Liuzhou. Nan San not only has rocks, it also has a small zoo with quite interesting animal to see, like camel, yak, tiger, bear, and kinds of birds like peacock and ostrich. We also BBQ there.

The other tourist object, which really really no need to visit :_P is Tung Hu Gong Yuan. Eastern Lake Park is a park in the center of the city, an old park that not much attention from the people. There’s a lake with lots of lotus leaves, unfortunately, in the spring, the flower don’t bloom, and only bloom in the summer.

The Food
This is the part I want to share the most. As I mentioned before, the restaurants full. Full with strangers who come and go, cargo owner, which I can say is a boss of their own business. That’s why hotels and restaurants were full, not to mentioned bar and nightclub and massage. As I come over and over to China, I become more familiar with the foods and don’t know why, they taste more and more delicious to my Indonesian tongue.

Breakfast
Favorite breakfast is mifen. Noodle, no, not noodle. It’s Kwetiaw (rice noodle) with meat (usually pork meat), and soup (usually boiled pig bone). Our favorite is the one near ex-Dewi’s place. Every driver who picked us know the place. My favorite is jiao je (boiled dumpling with pork meat and vegetable inside) while Roy never missed ju jiao (pig leg). At every opportunity, we must go there, never bored.

The other place is duck mifen, next to the above place. Also the one that near old town (which introduced by Bely – one of our translator), dumpling with to fu soup. Other is the one that also in the old town (introduced by Zhong Li – accounting staff), also mi fen with pork meat and ju jiao, but no jiao je. Last visit, we also eat mifen near the lake, also delicious.

Other breakfast is mien pao (bread) which for us, not delicious but can be eaten :_P Just to save time when we were in a rush to arrive at office.

Lunch and Dinner
My very favorite food is Ju du jie. It’s a hotpot soup with chicken and pig’s intestines (usus). Ju du Jie mean Pig’s intestines and chicken. Usually, we add potato (malingsu), ear mushrooms (mu’er), sea cucumber (trepang), to fu and seng cai (a kind of vegetable). The soup is very delicious, nothing can compare :_) I don’t used to like Ju du, but this one has become my favorite. Just wondering it, make me feel hungry ha ha.

Second, is the sea food porridge (hoi cou), porridge with crab, scrimp, catfish, and bamboo shell (seng je lo). All materials are still alive when they were picked and weight. A big bowl of porridge are served 30 minutes later. RMB 165 enough to keep 4 persons full after taking 5 or 6 small bowls of it.

Xiao Wei Yang (Little Lamb) also considered our favorite. The concept is similar to Xiao Fei Yang (Little Sheep) we ate at Nanning. There’s spicy soup and ordinary soup to cook your lamb, to fu, fish, beef, and vegetable. As usual, we also add mu’er and malingsu.

We also try cat meat here (+ donkey), but not so delicious. Please refer to my other blog.

Barbeque here also not bad. Sau Kau, they call it. Once we have sau kau in the square, but this time seems already close. Last time also eat sau kau near the lake. Also delicious. And this time we also make our own sau kau in Nan San with Pak Ansel and team, Manager Lou, Bely, Jenifer, Xiao Tang and others.

Other restaurants like Gui Huang, Yang Yang, Jin Long Jai and Ron’s canteen is not bad at all. We go several times to Jin Long Jai and Yang Yang, just near our hotel, newly opened.

Other food is office’s canteen food. There is 2 choices: from Mao Er (they call it cat foot – mao fan) or from Lumberyard (Cumucang). Both is not preferable :_P But sometimes, due to busy time, we have no other choice but to order from there. However, when eat at Lumberyard, the food is not bad, because we can have special order :_) In Mao Er, no special order.

I am scheduled to visit here twice a year. With my mandarin getting better, I don’t think I have other choice and say no to my boss :_( One side, I can learn more mandarin and have great opportunity to visit more places I’ve never been, but on the other side, I don’t want to leave my family so often and for quite a long time (a month). Especially these times, when we’re expecting a baby…

TRETES RAYA ****

click above title for photos related to this blog
This blog supposed to be posted on April 2008, but due to busy time in China, just posted now :_)

Ngga menyangka akan semenarik ini. Satu dari 2 hotel berbintang 4 di wilayah Tretes, Tretes Raya Hotel & Resort, terletak di dataran tinggi Prigen (kaki gunung Arjuno, Jawa Timur), 700m diatas permukaan laut, menawarkan suasana yang sejuk dan tenang jauh dari hiruk pikuk perkotaan.

Seperti iklan aja. Sekitar 1 km menjelang hotel ini, di jalan jalan tanjakan dan agak berliku, sudah tampak beberapa orang penduduk setempat yang meneriaki “vila, vila” sambil tangannya nunjuk nunjuk, mirip pemandangan di jalan jalan ke Puncak, Jawa Barat. Dan ketika mobil yang mengantar gue minta berhenti di depan hotel Surya untuk mengambil uang di ATM BCA, seorang bapak berpakaian kemeja merah muda tak segan menawarkan, “bos, bos, mau temen…”. Spontan gue mengangkat tangan dan “ngga mas” dengan sesopan mungkin, menyembunyikan sewot. Sopir yang ngantar gue cerita, waktu gue ngambil uang di ATM, sempat ditanya, “itu, bosnya ngga butuh ‘temen’” Sopir yang nganter gue jawab, “ngga tau deh”.

Dari tempat tarik uang di ATM BCA itu, persis di depan Hotel Surya (milik Gudang Garam), sudah kelihatan billboard besar dengan gambar wanita cantik bertuliskan ‘Tretes Raya Hotel & Resort’ 200m +- 1 minutes panah ke kiri. Begitu belok ke kiri langsung ketemu jalan turunan agak tajam dan berkelok kelok. Sepanjang jalan itupun tawaran vila dan ‘teman’ ngga menyurut. Bahkan ada satu sepesa motor yang mengekori mobil kita sambil menawarkan kedua hal tersebut. Kind of annoying.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit dari Pandaan, melewati Masjid arsitektur China (yang waktu itu belum diresmikan), Candi Jawi, Wisata Air Terjun Kakek Bodho dan Hotel Surya; ketemulah Hotel Tretes Raya. Ngga seperti hotel berbintang lainnya yang memiliki rute mobil masuk yang tampak megah atau tanjakan yang elegen untuk mobil tamu menuju lobby. Bahkan cenderung menurun dan agak sempit, hanya cukup untuk 1 mobil. Sehingga kesan pertama, yah, hotel kecil, what do you expect, bintang 4 daerah Tretes gitu lho… Beda banget sama Hotel Surya yang jalan menuju hotelnya dibuat lebar dengan tanjakan menuju hotelnya yang dari bawah terlihat megah. Hotel ini ngga. Yang unik cuma patung seorang wanita bernuansa Romawi, membawa gentong dan airnya mengalir ke kolam kecil yang ada di bawahnya.

Masuk ke lobby harus melewati sebuah ruangan dengan business office di kiri dan toko souvenir (kebanyakan pernak pernik Chinese) di sebelah kanan. Di ruangan ini sudah disambut nuansa Eropa Romawi Kuno (Contemporary Roman Luxury – kata brosurnya) dengan patung patung manusia setengah telanjang yang mirip dewa dewi jaman Yunani kuno. Beralan ke arah kanan, terdapat pajangan pajangan bergambar Dewa Zeus, Hercules, Apollo dan Aquarius, barulah ketemu lobby-nya.

Pindah sampai 3 kamar
Ternyata gue dibookingin kelas deluxe (kelas yang terendah), gak apa apa sih, di hotel lain juga gitu, asal bintang 4, kelas deluxe udah cukup OK kok. Ternyata salah. Gue dikasih kamar dekat sekali dengan lobby, kamarnya rada pengap. Nyari nyari AC, duh ternyata ngga ada (what?). Ternyata kelas deluxe memang ngga pakai AC, hanya kelas Superior ke atas yang ada AC. Kelas Deluxe cuma dikasih exhouse fan. Mentang mentang daerah ini dulunya dingin, sekarang sih ngga lagi.

Karena pengap, gue minta pindah ke kamar Superior yang ada AC. Dikasih kamar lantai 3 dan yang menghadap Taman. Memang ruangannya lebih besar, ngga pengap, tenang dan view-nya lumayan, tapi kok gue merasa agak agak merinding ya… Belum lagi foto nuansa Barat kuno, seorang wanita berbaju putih yang sedang duduk lesu dengan latar belakang rumah tua. Kind of scary for me. Ngga tau deh gue bisa tidur ngga di ranjang yang tepat berada di bawah foto itu.

Karena lapar, gue decide untuk ke restaurant dulu, pesen makan malam. Gue pesen Mie Goreng Hongkong dengan Sup Jagung Kepiting. Sembari nunggu pesanan datang, gue berkeliling sekitaran Hotel, mau liat liat. Di malam hari memang rada spooky. Lantai 1 tampak gelap, lampunya dimatiin semua. Setelah berkeliling, gue menyimpulkan hotel ini memang bagus. Tapi, dalam hati gue, jangan mengambil gambar (foto) apa pun. Takut ada yang ikutan kena potret he he he. Kembali ke restaurant, sambil makan Mie goreng hongkong yang lebih mirip mie goreng indomie dikasih daging dan sedikit udang dan sayur, gue bincang bincang dengan pelayannya. Dia bilang ngga kok, hotel ini ngga ada apa apa (yang nyeremin, maksudnya). Kalau mau, bapak pindah aja ke bagian atas sini (atasnya restaurant, atasnya lobby), lebih terang, Pak, kalau sebelah sana (pintu utama), rada berisik, dekat jalan.

I took his advice. Habis makan, gue langsung menuju lobby yang letaknya tepat di atas restaurant. Muka Mas-nya langsung bete pas gue minta pindah kamar lagi, kali ini gue mau pake liat dulu pula :_P Tapi yang diatas lobby ternyata hanya kamar kelas Suite. Akhirnya gue ambil kelas Deluxe lagi tapi yang di atasnya pintu utama, walaupun berisik sedikit, paling ngga ngga pengap dan yang penting lagi, ngga spooky. Malam itu, walaupun ngga terlalu berasa spooky, tetep aja tidurnya ngga tenang, bahkan sekali terasa kaki seperti dikitik kitik, ah pasti serangga apa lah itu, pikir gue yang udah setengah sadar.

Nasi goreng Tretes Raya
Sepanjang malam tidur ngga nyenyak, bahkan bermimpi terus. Mimpinya ngga jauh jauh dari hotel itu, tapi bukan mimpi serem, mimpi biasa. Paginya, gue terbangun jam 5an. Ternyata sudah terang, seperti udah jam 6 di Jakarta. Begitu buka jendela, view yang luar biasa menanti di depan mata. Langit sedikit jingga, dengan pohon pohon cemara menghias pegunungan yang tampak menurun. Kolam renang berwarna biru menghampar dari dekat jendela hotel menurun ke bagian ujung dari hotel, disana ada tempat untuk duduk duduk melihat ke bawah lembah. Di depan kamar gue pun ada tempat duduk duduk nyantai menikmati pemandangan pagi atau sore, enaknya sambil nge-teh atah ngopi. Dari sini, gaya arsitektur Roma kuno dan Yunani tampak jelas. Bagus.

Jam 7, gue turun untuk breakfast di Dynasty Restaurant, tempat yang sama dengan tempat dinner semalam. Ternyata ngga ada sajian buffet, pasti karena tamunya terlalu sedikit. Pagi itu memang terlihat hanya 3 meja yang terisi tamu yang sedang breakfast, termasuk gue. Pilihan menu breakfastnya cukup beragam. Ada American Breakfast (telur dengan pilihan scrambled/omelet/dadar, ditambah sosis dan ham, dengan roti panggang, butter dan strawberry jam. Ada pilihan Oriental, yaitu bubur ayam. Indonesian menu dengan pilihan Soto Ayam, Rawon, Nasi Goreng Tretes Raya/Hongkong/ikan asin, Mie goreng/kuah dan bihun goreng/kuah. Sangat beragam, dan semuanya sounds yummy. Jadi bingung mau pilih yang mana. Untuk hari pertama ini, gue decide untuk coba nasi goreng tretes raya dulu, pengen tau seperti apa. Habis pesen breakfast, gue ngga bisa nahan diri untuk keliling liat liat dan photo photo. Agak nyesel juga sih ngga bawa tustel, cuma bisa photo pake HP Sonny Ericsson W810 gue yang udah pencetannya rada susah, hasilnya pun pastilah ngga sebagus photo pakai tustel even pocket kamera sekalipun.

Balik dari photo photo, kembali ke meja breakfast, sudah tersaji nasi goreng berwarna merah tertutup telor mata sapi, dengan sepotong ayam dan kerupuk udang. Masih dikasih compliment berupa telur omelet dan segelas kecil jus sirsak. Abis menu utama, selalu disajikan buah buahan sebagai penutup.

Berenang di air es
Malamnya, pulang dari kerja agak larut, sudah hampir jam 8 malam. Langsung menuju Dynasty restaurant untuk dinner. Bukannya ngefans banget sama restaurant ini, di luaran memang susah nyari makan, jarang ada restaurant yang representatif, belum lagi menghadapi calo calo yang nawarin ‘teman bermalam’. Malam itu gue pesen kakap asam manis dan gado gado. Kakap asam manisnya OK, sayang gado gadonya agak kurang bumbu, rasanya amat tawar. Jus jeruk + nanas yang gue pesen juga rada pahit, jangan jangan kecampur kulit jeruknya :_P

Ngobrol ngobrol dengan si pelayan, okupansi kamar malam itu hanya 2 kamar, termasuk gue. OMG. Tambah serem deh gue he he. Ngga lupa gue nanya tentang kolam renangnya apakah bersih dan aman untuk berenang. “Oh, bisa pak, kolam renang kita air alami, tanpa bahan kimia pak, diambil dari air pegunungan dan dikuras 2 hari sekali” Wow, gue jadi amat tertarik untuk berenang. Apalagi memang kolamnya sepi, itu yang gue paling suka :_P

Pagi berikutnya, jam 6 pagi, bangun langsung gue menuju kolam renang. Kolam renang ini terdiri dari beberapa bagian. Bagian anak anak, 2 buah kolam kecil untuk whirlpool (tapi saat itu tidak berfungsi), kolam untuk orang dewasa yang bisa berenang (kedalamannya gradasi sampai maximal 3 meter), dan yang terakhir kolam untuk orang dewasa yang ngga bisa berenang (merata sebatas pundak). Total semua kolamnya cukup panjang, mungkin mencapai 10 M panjang semunya. Terdapat sebuah luncuran yang cukup tinggi dan berkelok. Tapi gue ngga mau ambil resiko nyoba itu. Takutnya tengah jalan ada sesuatu, kotoran atau apalah.

Memang ada billboard bertuliskan air dalam kolam renang ini alami, dan diambil dari pegunungan Welirang 6KM jaraknya. Tapi ada yang ngga kalah pentingnya yang belum tertulis, yaitu: Awas, airnya (amat) dingin (menyerupai air es). Sungguhan, gue belum pernah berenang di air sedingin itu. Kira kira seperti air aqua yang baru dikeluarkan dari lemari es. Ngga sih … mungkin cuma setengahnya. Intinya sih, dingin banget, tapi masih bisa untuk berenang kalau dipaksakan. Ngga bertahan sampai 20 menit gue berada di sana karena kedinginan. Begitu keluar dari kolam renang, ada rasa segar yang luar biasa. Abis itu tepat banget kalau segera ke restaurant untuk pesan breakfast.

Pagi itu, gue pesen Nasi Rawon dan jus sirsak. Enak juga rawonnya, Rawon Nguling kalah enak.

Korban Lumpur Lapindo
Malamnya, abis pulang kerja capek, kayaknya enak makan Sop buntut. Apalagi udara malam itu memang agak agak dingin. Dengan French fries untuk cemilan makin menambah mantap.

Abis santap malam, gue naik ke lobby, iseng mau nanya nanya sama receptionist tentang okupansi hotel ini. Ternyata memang ramainya di weekend, kebetulan gue nginepnya di weekdays, jadi ngga seramai kalau weekend. Memang hotel ini dibangun dengan konsep wisata. Kalau weekend kadang bisa sampai penuh semua 94 kamar, kadang cuma 50%. Kalau hari kerja, lebih banyak tamu meeting daripada tamu menginap. 2 tahun ini okupansi memang menurun tajam. Sejak kejadian lumpur Lapindo, Tretes menjadi tujuan wisata yang kurang favorite bagi warga kota Surabaya. Memang untuk menuju ke Tretes harus melewati Porong yang sangat unpredictable jalannya, kadang lancar kadang macet. Dan kalau udah macet, repotnya bukan main, karena harus mencari jalan jalan tikus yang pasti membuat sebagian besar warga Surabaya memilih untuk tidak melakukan perjalanan.

Begitulah besarnya impact bencana lumpur Lapindo, sampai ke dunia pariwisata, sampai ke sebuah hotel yang jaraknya sekian puluh kilometer dari tempat kejadian. Tapi, kalau dari sisi gue, justru kebalikan. Kalau ngga ada lumpur Lapindo, mana mungkin gue pernah menginap di Tretes, sampai 2 kali di Hotel Surya dan sekarang di Tretes Raya. Pasti gue memilih nginap di Surabaya yang lebih ramai, walaupun lebih jauh, mengingat tempat gue bertugas ini di daerah Pandaan, Pasuruan.

Soal fasilitas, selain kolam renang, hotel ini juga ada diskotik, billiard, karaoke dan spa. Ada fitness center yang kata receptionistnya lagi dalam perbaikan. Selain Dynasty Restaurant, ada juga restoran Jepang, Seto Azemaya, yang ngga ada tanda tanda beroperasi, tapi terlihat sih, beberapa pelayannya yang berpakaian ala Jepang berwarna merah. Ada juga gedung serba guna yang biasa dipakai untuk meeting, gathering, gala dinner atau acara wedding. Selain gedung serba guna, ada lagi 4 ruang meeting lain yang lebih kecil.

Tempat wisata sekitaran sini yang bisa dikunjungi salah satunya air terjun Kakek Bodho. Dekat sekali dari sini, cuma beberapa menit. Gue sih hanya pernah lewat aja di sekitaran itu, ngga pernah actually liat air terjunnya. Kata sopir yang nganter gue sih, bagus dan ngga cukup sejam berada di sana, makanya dia ngga nawarin untuk mampir kesana. Gue ke sini kan tugas kantor, bukan wisata he he he. Gue coba browsing ke internet dan dapet situs yang lumayan lengkap tentang Kakek Bodho di http://www.actasurya.com/node/13.

Selain Kakek Bodho, agak turun ke bawah sedikit kearah Pandaan, akan menemui sebuah Candi peninggalan kerajaan Singosari, tempat sebagian abu jenazah raja Kertanegara disemayamkan. Gue sempet mampir untuk foto foto. Lebih lengkap mengenai Candi Jawi bisa ke http://navigasi.net/goart.php?a=bucajawi. Lebih kearah Pandaan lagi, bisa melihat sebuah bangunan yang sangat eye-catchy, sebuah mesjid dengan arsitektur China (Cheng Ho) yang lebih mirip bangunan Kelenteng. Masjid ini belum lama dibangun dan jelas bukan peninggalan zaman Cheng Ho.

Hotel Tretes Raya sendiri, yang terletak di kawasan Prigen, Gunung Arjuno, merupakan tempat hiburan yang kalah menariknya. Bersama gunung lainnya yaitu Gunung Penanggungan dan Gunung Perahu yang lebih kecil, merupakan tempat wisata yang menurut sopir yang mengantar gue, layak untuk dikunjungi. Tentunya, selain dari 3 gunung di atas, masih ada Gunung Kawi dan Gunung Bromo yang amat termasyur itu…

Sayang sekali, menjelang cek out, ada hal yang tidak menyenangkan. 2 malam sebelum check out, gue telepon Receptionist menanyakan laundry, yang katanya, taroh aja di dalam loundry bag, besok pagi akan diambil, dan sorenya sudah kembali ke kamar. Berarti Besok malam sudah bisa gue kemas untuk siap siap cek out keesokan paginya. So, gue taroh di loundry bag dan gue tulis di Laundry list yang udah disediakan. Paginya, gue berangkat ke kantor seperti biasa, dan berharap nanti malam cucian sudah beres dan bisa dikemas. Ternyata, malamnya, memang sudah ada baju cucian itu, tapi tetap seperti semula waktu gue tinggalkan dan ngga diambil apalagi dicuci. Pengen marah deh rasanya. Tapi, malam itu gue redam rasa kesal gue dan anggap ya sudahlah, mereka memang ngga profesional, walaupun hotel bintang 4 tapi di Prigen gitu loh, what do you expect lah... Terpaksa itu cucian gue bawa pulang ke Jakarta dan cuci sendiri dengan mesin cuci di rumah he he he.

Yang lain dari perjalanan kali ini
Selain seminggu di Tretes, 2 minggu sebelumnya gue sempet nginep di Surabaya di Hotel Somerset. Biasalah, kalau nginep disini pasti mencicipi yang dekat dekat situ seperti Kepiting Cak Gundul, Rumah Makan Medan SEHAT, Rumah Makan Dapur Sunda, Chinese Food FAJAR, dan tentunya Restaurant Terakota di lantai 2 hotel Somerset. Yang lain adalah mencicipi masakan Jawa Timur di Sidoarjo (dekat Pasar Tanggulangin), katanya sih, namanya Rumah Makan Piring Gede, tapi sebenarnya piringnya biasa, yang gede porsinya. Disana pesan sop iga + sate kambing. Rasanya benar benar mantap. Satu lagi sempet nyicip rawon dan ayam bumbu rujak Warung AFF di Pandaan ke arah Trawas sana. Satu yang pengen banget gue cicipin tapi belum kesampean, di daerah Trawas yaitu Soto Gondrong. Maybe next time :_)
Ohya, gue juga termasuk orang orang yang pertama melewati tol Waru - Bandara Juanda yang baru dibuka. Masih trial sehingga walaupun dikasih tiket tol, Rp-nya 0. Beberapa hari yang lalu memang sempet ada kabar demo masyarakat sekitar tentang ganti rugi lahan mereka untuk pembangunan to ini. Memang pembangunan tol ini lamanya bertahun tahun, ya gara gara penggantian kerugian yang tidak diterima warga. Dengan adanya tol ini, langsung menghindari macet di bundaran Waru terutama jam jam sibuk dan lebih terjamin ketepatan waktu tiba di Bandara. Mobil gue nganterin gue hanya butuh setengah jam dari Waru langsung sampai Bandara.

04 Mei 2008

SHENZHEN AIRLINES

Bukan pengalaman yang menyenangkan terbang bersama Shenzhen Air. Direct flight Jakarta – Nanning yang tadinya kita pikir akan lebih convenience, ternyata agak kita sesali. Kok merasa lebih nyaman terbang Jakarta – Guangzhou (dengan Garuda), lalu ambil penerbangan lanjutan ke Nanning. Walaupun waktu transit 6 jam di Guangzhou (sempet jalan jalan bentar hehe) sehingga total waktu perjalanan bisa 18 jam nyampe Guigang. Walaupun lebih mahal (tapi biaya kantor hehe – USD 395 return). Walaupun penerbangan lanjutan juga naik Shenzhen Air (tapi cuma 1 jam lebih). Yang salah dengan penerbangan ini adalah, begitu laaaamaaaaa dengan fasilitas begitu miiiiniiiiimmm.

Ini adalah jalur yang dibuka belum lama, 1 minggu sekali di hari Selasa. Biasanya, dari Jakarta hanya ada tujuan Guangzhou. Shenzhen Air mengambil peluang ini untuk membuka jalur Jakarta – Nanning. Kebetulan, Nanning merupakan pintu gerbang bagi negara Asia Tenggara di China. Nanning bahkan punya ASEAN Summit, pusat expo bagi negara negara ASEAN.

Kita pun baru tau ada penerbangan ini belum lama. Terakhir kita ke Guigang naik Garuda melalui Guangzhou dan ambil penerbangan lanjutan ke Nanning, lalu naik mobil sekitar 2 jam sampai di Guigang. Kurang lebih 18 jam sampai di Guigang. Dengan naik Shenzhen Air Jakarta – Nanning (+- 4 jam) dan Nanning – Guigang (2 jam), kita spend +- 7 / 8 jam saja untuk menuju Guigang. Tapi terasa sangat borrriiiing dan sangat lelah. I’ll tell you from the start.

Waktu kita check in, kita diberi seat di row 25 dan pesawat tampak sepi, denah tempat duduk yang mereka kasih lihat ke kita terlihat bolong bolong. Nampaknya seperti yang orang orang bilang ke kita, jalur ini masih sepi. OK. Kita bisa selonjor dan tidur dengan nyaman di pesawat. High expectation.

Pergilah ke Mutiara Lounge untuk bersantai sebelum masuk pesawat. Lucunya, even penjaga Lounge baru pertama kali dengar ada panerbangan Jakarta Nanning dengan Shenzhen Air. Sampai masuk ke dalam pesawat, kita mulai menyadari kejanggalan. Waktu berbincang dengan Li Yun, seorang teman, asli orang Guigang, yang kebetulan 1 pesawat, dalam lorong pesawat, yang gue notice adalah banyak sekali orang, bahkan sampai ujung belakang pesawat. Dan yang lebih janggal lagi, kita terus mencari row 25 di dalam pesawat yang hanya 22 row !!! OMG where the heaven those 3 more rows? Are we supposed to sit in the back by lesehan ??!! Yang lebih lebih lebih janggal lagi, waktu kita tanya ke stewardess-nya, yang ngga bisa berbahasa Indonesia maupun Inggris, dia cuma menunjuk ke bangku kosong di mana mana kami bisa duduk sambil ngomong “suibian/wherever” dengan tampang bingung dan merasa bukan kewajiban dia untuk melayani kita sampai dapat tempat duduk yang cukup nyaman, dia terlihat buru buru pergi. Keliatan banget dia ngga mau menerima complain padahal kita nunjukin muka ngga seneng aja belum.

Sekitaran kita crowded banget. Untung masih ada 1 row di 20 cuma duduk 1 orang sehingga, gue dan Roy bisa duduk 1 row. Dan sepi? Sama sekali ngga. PENUH malah. Dengan 1 rombongan tour, yang gue tau dari orang yang duduk 1 row dengan kita, adalah turis dari Nanning yang jalan jalan ke Bali. Dan mereka berisik sekali, seperti naik bus saja, ngga mau patuh aturan, ngga mau duduk rapi, selalu berdiri dan angkat kaki dan ngomong sekuat tenaga. Sepintas mirip penerbangan Jakarta – Bangka, maksud gue, berisiknya mengingatkan gue akan itu he he he.

Perjalanan kira kira 4 jam (+ 1 jam perbedaan waktu). Tanpa hiburan apapun. Membuat kita harus menghibur diri sendiri. Untung gue denger MP3 dan bawa buku ‘When GOD wink’ yang baru gue beli. Perjalanan 5 jam Jakarta – Guangzhou dengan Garuda much more better. Ada music, film, dan stewardess-nya sangat ramah. Disini, cuma dapat makan malam saja. Itupun, banyak yang di dalamnya ngga ada nasi, sehingga pada protes. You can imagine, ngga ribut aja mereka kayak ribut, apalagi kalau ribut beneran.

Begitu mendengar suara stewardess bahwa pesawat segera mendarat, wah betapa senangnya hati gue. Berakhirlah penderitaan 4 jam gue dalam tempat duduk yang sempit, berisik, dan pelayanan yang miskin. Mungkin demikianlah mereka menghemat supaya bisa jual tiket lebih murah. Pulang nanti juga naik pesawat yang sama. Mudah mudahan ngga mengalami pengalam yang sama. Paling ngga, kali ini suasana hati lebih baik karena Going Home. Membayangkan indahnya bertemu dan disambut dia, dengan membawa pujaan hati kami di dalamnya. Itu saja untuk membuat sepanjang penerbangan 4 jam menjadi…menyenangkan…

Berikut comment terburuk atas Shenzhen Airlines yang gue ambil dari http://www.airlinequality.com/Forum/

Shenzhen Airlines - by Andy Lachlan
5 March 2006
I flew Shenzhen airliines twice in January and February 2006. The first flight was Nanjing - Shenzhen. The service was adequate though one of the FAs was going so fast with the drinks trolley that she knocked right into me spilling coffee all over my leg ; no apology even though she clearly saw what she had done she just giggled and rushed away. The second flight Shenzhen - Changzhou on an Airbus A320. The flight departed on time and everything was going fine until half way through the flight when the captain announced something in Chinese which caused quite a stir amongst the other passengers (I was the only foreigner). After speaking for maybe 90 seconds in Chinese he simply said "Ladies and Gentlemen we back Shenzhen. Medical Emergency" This seemed odd as we were now far closer to other airports such as Changsha, Nanchang, Hangzhou, Hefei, Wuhan, etc. than we were to Shenzhen. When we eventually arrived back in Shenzhen there was no rushing to get a sick passenger off the place so it clearly was not a medical emergency. They started to hand out food boxes - some passengers were given two but when it came to the foreigner on the flight - nothing. Meiyou. Sorry. Then another announcement in Chinese and everyone starts to rush off the plane. I ask what the problem and in broken English the answer is "We clean the plane". So after an hour on the tarmac we are told to get back on - once again I ask what the problem was and the answer was they had to clean the plane. I try to get them to elaborate but the FAs English was dreadful. We finally arrived in Changzhou 5 hours late. Shenzhen Airlines are the worst domestic Chinese airline I've flown.

Membuat gue ngga tahan untuk ngga coment juga :P Gue submit ke situs yang sama.

This was 2nd time I flew with SZ (Jakarta Nanning). The first one was Guangzhou to Nanning got no problem, evthing smooth. The only thing that I don't like that biscuit they gave me, but it's ok rather than not giving anything. The 2nd was worst. They give me seat 25A in an airplane only have 22 row. I asked the stewardess and she only say suibian/wherever and she running away scared that I might get angry whereas I'm not even in the mood. Not even apologize, it's like my own fault or badluck not getting a seat. Lucky the plane was not full, so still lucky someone willing to share the empty seat with me in one row. The meal was owefull, some of my neighbour don't get rice while we ordering the same menu. No one appologize also. The seats were very narrow, not comfortable at all.

01 Mei 2008

OUR LIL’ PRECIOUS

“pas agak tidur ngadep ke bawah (agak telungkup, tapi nggak telungkup)
berasa bgt ada detak jantung di perut!!!
hehe
aku langsung ambil posisi telentang, supaya dia nggak terhimpit
tapi kalo posisi telentang, detak jantungnya nggak kedengeran”


Penggalan kecil dari e-mail Nat. Just enough to make me feel blue. The feeling of love, tender and fatherness. What it feel to touch the baby and the heartbeats? How I miss her so bad. And I miss that little precious inside of her… Calon bayi-ku, dan calon mama-nya.