19 Maret 2008

Perjalanan sehari hari melewati Lumpur Lapindo

Ini catatan perjalanan sehari hari menuju kantor di Pandaan (Pasuruan) melewati Porong yang terkenal dengan musibah Lumpur Lapindo. Bukan catatan sih, karena, dari masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah, gue paling males yang namanya nyatet. Lebih tepatnya: Potret perjalanan melewati lumpur Lapindo. Inilah kenyataan.
Perjalanan dimulai disini.

Akan ketemu Masjid Agung spt ini.

Ketemu ujung tol. Dulu masih puluhan KM lagi di Gempol.

Kolong tol yang dirubuhin. Kalau rubuh sendiri takutnya nimpa orang.

Tk. Ojek siap jadi penunjuk jalan tikus dgn bayaran 'lumayan' (30rb - 50rb tergantung Nego).

Tanggulnya dulu ngga sepanjang ini (sudah mau nyampe Pusat Wisata Kulit Tanggulangin).

Lumpurnya tak henti menyembur. Kian hari malah kian membesar. Kadang di senja hari terlihat mengerikan.

Trus mau diapain?













Ojek wisata Lumpur Lapindo, siap mengantar keliling tanggul. Tarifnya berapa ya sekali putar?

Tanggulnya juga bisa dilewati mobil.

Kota MATI.

Disini bekas gas yang menyembur, makanya dipasangin police line dan tanda larangan merokok. Masih banyak titik2 lain semburan gas kecil semacam ini.

Makin banyak orang yang pengangguran.

OKE DEH.

Yang in dijual nih, ada yang mau beli?

Life Goes On.

Cuci Gudang.

Tulisannya sih 'BUKA NON-STOP'

Kalau Pasar Porong ini tetep Rame. Life Goes On.

Ketemu Titi Kamal.

Kali Porong. Tempat lumpur dibuang, permukaan air sungai terus naik dan alirannya sering tersumbat akibat lumpur.

Protes keras warga korban lumpur.

Dulunya rame. Restaurant Porong, persis di seberang tanggul (kalo jebol?).

Pom bensin yang mengerikan. Semburan kecil gas saja bisa membuat ledakan besar disini. "Jangan pas lewat aja" ucap Pak Naryo, sopir kita.

Ngga lagi.

Lagi musim kampanye. Sayangnya, ngga satu pun yang berani mengangkat issue Lapindo.

Kalau Porong lagi macet banget, kadang harus lewat jalan jalan tikus kayak beberapa kali kejadian.

Padi siap dipanen. Kalau lagi cerah bisa keliatan Gunung.

Latar belakang semburan lumpur, domba domba lagi merumput.

Ujung tanggul sebelah antah berantah.

Pencemaran lumpur.

Rumah rumah yang ditinggalkan, yang keburu terendam luapan lumpur sebelum sempat ditanggul.

Tahun depan mungkin udah ngga ada keceriaan anak anak ini disini, berganti luapan lumpur.

Lewat jalan tikus ngga usah khawatir tersasar karena banyak plang petunjuk jalan seperti ini.

Lebih ngga perlu khawatir lagi karena banyak 'pak ogah' seperti ini. Tiap pengkolan ada. Kalau merasa informasi mereka membantu, bolehlah tinggalkan recehan. Dengan senang hati pasti diterima. Kadang malah ada yang maksa. Tapi sopir kita sih biasa ngasih lima alias ngasih tangan doang ha ha ha

MASAK ala Aj & Nat

Memasak adalah salah satu hobi gue. Setiap ada kesempatan, Sabtu atau Minggu, pasti kita isi dengan memasak, selain menyenangkan, juga jauh lebih murah daripada makan di luar, lebih puas, porsi lebih banyak, dan lebih terjamin hieginis.

Ini salah satu acara masak yang seru :_)

Sabtu pagi jam 8 berangkat ke Pasar Blok M Citra II, perumahan tetangga, perumahan kita sendiri ngga ada pasar-nya, kecuali Hypermart, tapi tentu lebih seru belanja di pasar tradisional macam ini.

Pertama tama yang kita datangi bagian ikan. Karena memang niatnya masak ikan. Jadinya beli ikan ekor kuning dan udang 1 kg. Ikan maupun udangnya bisa minta dibersihkan dulu sama yang jualnya.

Untuk sayur, kita beli bayam, kangkung, toge, bawang putih, bawang merah, cabe keriting dan tomat kecil untuk bumbu ikan.

Sampai di rumah, langsung dimasak :_) maklum, sudah lapar. Pertama tama, ikan ekor kuning digoreng dulu dengan api sangat kecil, supaya ikannya mateng sampai ke dalem dalemnya tanpa membuat gosong bagian luarnya. Sambil ikannya digoreng, siapkan bumbunya. Cabe keriting dan bawang merah diblender jadi satu sampai lumat. Tomat kecilnya dipotong jadi 2 bagian.

Setelah lumayan mateng, ikannya diangkat dulu, soalnya penggorengannya mau dipake buat numis bumbu. Setelah bumbunya mateng, masukkan kembali ikannya supaya bener bener mateng. Terakhir baru masukkan tomat. Jadi deh :_)

Menu ke-dua. Gampang. Tumis bawang putih sampai kuning, masukkan udang, udang menjadi merah, masukkan bayam, terakhir, kasih air. Jadi lagi :_)

Malemnya kangkung tumis saos tiram, lagi lagi dengan udang :_)

Minggu pagi, Nasi Goreng Udang. Siangnya, udang goreng tepung (kobe) dengan tumis toge.

Begitulah masak ala Aj Natz. Simpel, menyenangkan, dan ENAK.

PARAI, (one of) Indonesia’s 10 Most Beautiful Beaches

click above title for photos related to this blog

Versi majalah Garuda (edisi Maret 2008). Entah siapa jurinya. Parai masuk sebagai salah satu dari sepuluh pantai terindah di Indonesia. Walaupun ngga ada aturan urutan, ia ditempatkan di posisi ke-3 setelah Bunaken (Manado) dan Natsepa (Ambon), berikutnya berturut turut Pelabuhan Ratu (Sukabumi) Kuta, Sanur dan Dreamland (Bali), Senggigi (Lombok), Napang (Aceh), dan terakhir Bintan (Kepulauan Riau).

Dari 10 itu, ternyata baru 4 yang pernah gue singgahi, Bunaken, Parai, Pelabuhan Ratu dan Kuta. Jadi kepingin jalan jalan ke 6 yang lain :_) Sayang juga sih waktu ke Bali ngga menyempatkan diri ke Sanur dan Dreamland.

Sosialisasi Tzu Chi, 1 Maret 2008

Menjadi baik atau jahat itu pilihan. Dan pilihan menjadi orang baik tidak gampang. Melihat orang kesusahan tanpa bisa melakukan apa apa itu menyakitkan. Pun berderma bukan masalah uang. Memberi uang tanpa mengetahui uang itu dipakai untuk apa rasanya seperti pekerjaan yang belum tuntas. Terlebih lagi, melakukan kebajikan sesungguhnya bukan hanya untuk orang lain, melainkan juga untuk kebaikan diri sendiri.

Maka siang itu, gue dan Nat pun datang ke sosialisasi Yayasan Budha Tzu Chi. Sebelumnya sudah daftar melalui internet dan diberi undangan. Begitu sedikitnya wadah untuk kebajikan ditengah kehidupan yang serba sibuk membuat kita memilih yayasan ini.

Tidak banyak yang didapat dari sosialisasi selama 2 jam yg diadakan di WTC Mangga Dua itu. Semuanya adalah hal yang pernah kita dengar, melalui TV, Koran atau media lain. Juga tentang tata krama sampai seragam relawan yang rasanya terlalu dini untuk disampaikan, mengingat, dari sekitar 100 orang yg hadir, kesemuanya belumlah relawan dan belum tentu juga semua jadi relawan.

Terus terang, siang itu, gue datang hanya untuk mencari tau, apakah yayasan ini worthed untuk diikuti atau ngga. Apakah ia memaksakan suatu ajaran? Suatu agama? Apakah relawannya sombong? Intinya: Apakah sesuai dengan hati nurani gue (dan Nat). Sehabis acara, gue dan Nat langsung beli kaos tanda kita setuju jadi relawan. Itu juga berarti pertanyaan pertanyaan diatas kita yakini sudah terjawab.

Masihlah sangat awal untuk gue dan Nat mengambil manfaat dari yayasan ini. Belum ada kegiatan yang kita ikuti so far. Namun, mudah mudahan niat baik ini dapat tercermin dari kehidupan kita sehari hari. Seperti yang dikatakan Nat, dia sudah lebih bisa merasakan kesulitan kesulitan orang orang kecil dan membantu sedikit sedikit, misalnya ke OB di kantor. Juga kita rasakan bahwa kita menemani orang tua dengan kerelaan yang lebih besar. Yep, itu suatu permulaan yang bagus buat kita.