23 Agustus 2008

My Last Assignment, Medan – about the CULINARY

Kota Medan memang tak lengkap kalau belum bicara soal makanan. Kota yang berpenghuni mayoritas suku Batak dan Chinese Hokian ini memang gemar makan. Sehingga tak heran, resto dan tempat makan enak bertebaran seantero kota Medan.

Day 1
Begitu pesawat mendarat dan dijemput, kita langsung dibawa makan siang lebih awal di sebuah tempat makan pinggir pantai (Belawan). Resto-nya ngga pakai nama, tapi cukup ramai, kebanyakan orang Pemda dan pegawai instansi pemerintah yang makan disini. Harganya premium, namun menurut gue tidak terlalu istimewa. Ikan Kerapu dan Bawal bakar + kangkung cah udang dan jus untuk bertiga = Rp 250K. Suasananya memang nyaman dan menarik karena persis di bibir pantai. Ditemani angin sepoi sepoi berbau air laut yang agak amis.

Makan malamnya kita diajak ke Jalan Semarang, satu jalan yang dipenuhi orang berjualan makanan, sebagian besar Chinese Food dengan babi merah dipajang di etalase. Malam itu gue pesen Ifumie seafood. Roy memilih sop Pi-o (dengan daging ayam). Ko Ahuat yang mengantar, memesan nasi babi (di Jakarta disebut nasi campur), nasi dengan irisan babi panggang merah, babi panggang putih dan telor kecap. Dari jauh aja sudah tercium wangi saos-nya. Babi banget.

Tempat makan seperti Jalan Semarang ini tersebar di seluruh kota Medan. Banyak tempat lain lagi seperti ini. Namun, kita memilih yang ini karena dekat hotel tempat kita menginap, Soehi Internasional.

Day 2
Makan pagi di hotel lumayan apik, standard hotel bintang 4.

Makan siang, kita diajak ke Rumah Makan Padang ACC, special ayam pop. Bedanya dengan ayam pop yang biasa, disini ayam-nya digoreng garing, baru dicocol dengan bumbu ayam pop. Disajikannya pun dalam keadaan panas (digoreng ulang ketika dipesan). Yang special disini adalah daun singkongnya (orang Medan menyebutnya daun ubi) sangat segar dan walaupun sudah direbus tetap berwarna hijau. Untuk yang satu ini, Ko Ahuat tahu rahasianya.

Malamnya, kita dibawa ke suatu perumahan bernama Cemara Asri. Di dalam kompleks ini, berjejer orang berjualan. Memang didesain untuk berjualan, puluhan ruko dengan meja dan bangku rapi berjejer di luarnya. Kita dipilihkan salah satu tempat yang menurut mereka terbaik, Marco Seafood. Pesanan Kakap Asam Manis, Cumi masak pedas, kangkung, sop dan jus, semua seharga lebih dari Rp 200K. Yang membuat mahal adalah sop-nya (3 sop, jagung kepiting, asparagus masing masing 35K, dan sop ikan 45K). Dengan rasa yang biasa biasa saja, sangat tidak direkomendasikan. Kalau dikurangi Sop, untuk makan berempat, (Gue, Roy, Ko Ahuat dan Wahyu), mungkin hanya sekitar Rp 150K-an. Wahyu juga sedang bepergian dinas – IT officer dari Jakarta.

Day 3 – seharian ber-PETE RIA
Makan pagi, gue dikagetkan oleh menu sambel pete yang disajikan Hotel Soechi. Harus dibuat iklannya nih “Soechi Internasional Hotel – hotel bintang 4 yang menyajikan menu SAMBAL PETAI” :_P Menu itu memang cocok sekali dengan stand Nasi Lemak Tanjung Balai, yang lengkap dengan sambal teri dan kacang + saos cabe-nya yang merah berminyak. Nasi Lemak rasanya seperti nasi uduk, namun lebih berminyak (lemak).



Siangnya, kita diajak ke Rumah Makan Padang (lagi lagi, jadi serasa masih di Padang :_P) Uda Sayang (Abang Sayang – kalau dalam bahasa Betawi). Rumah Makan ini cukup terkenal, dan di visit tahun lalu, karena sedang bulan puasa, RM ini tutup, sehingga tidak sempat kita mencicipi. Namun, setelah bersantap, gue dan Roy sepakat, kalau rasanya biasa saja, tidak lebih enak dari RM Padang Sederhana. Yang lucu, disini juga makan PETE, yaitu Udang Goreng Pete :_P


Malamnya, kita diajak mencoba Waringin Sari Laut. Kabarnya, resto ini sudah terkenal sejak puluhan tahun. Sajian malam itu, Ikan Pari Bakar, Sate Kerang, Kepiting Kulit Lunak (Soka) goreng tepung dan (lagi lagi) Udang Sambal Pete plus Tahu dan Tempe Goreng. Pete Medan memang luar biasa, besar besar, garing dan gurih… :_P Pari bakar juga menyajikan sensasi yang beda, karena daging ikan pari tidak sama dengan ikan lain pada umumnya. Yang agak mengecewakan adalah kepiting soka, kurang istimewa.


Makan malam berlanjut, hanya berjarak jalan kaki 5 menit, lapak lapak penjual Durian Medan tampak ramai. Durian Medan memang beda, ada rasa manis yang agak agak pahit, dengan tekstur daging yang lembut dan sedikit berkrim. Sulit dilukiskan dengan kata kata. Malam itu, walaupun duriannya sangat enak sampai melayang laying, berempat kita hanya mampu makan 2 buah, itupun yang kecil kecil. Selain sudah kenyang, faktor usia juga berperan, artinya, makin tua makin takut makan yang berlebihan :_P Lihat gambarnya aja lagi, untuk mengingat ngingat rasanya :_P


Day 4
Pagi di Soechi Hotel, lagi lagi Nasi Lemak Tanjung Balai, kali ini dengan Sambal Udang (tanpa Pete :_P). Udang-nya besar besar dan belum dikupas. Yang lain, hari ini ada menu special, Lontong Medan. Isinya hanya lontong dan sayur sayuran. Kuahnya seperti kuah lodeh. Rasanya kurang enak.

Tak lengkap ke kota Medan kalau tidak menikmati Saksang, makanan khas Batak. Maka, siang itu, bersama Ko Ahuat, Linda dan Rubina, gue dan Roy diajak ke Rumah Makan OnMa Tabo, yang khusus berjualan masakan Batak. Saksang (babi panggang dengan kuah darah babi), babi panggang (kering), iga bakar, Arsik (ikan mas pedas) dan Sop tulang babi adalah antara lain pesanan siang itu. Tak ketinggalan, daun ubi tumbuk, Pulos Pulos (daun pepaya, bunga pepaya + leuncha) dan teri tempe kacang. Semua makan dengan lahap dan habis dalam sekejap. Tahun lalu (dan Maret 2008) kemaren, gue sempat makan di RM Batak yang hampir kurang lebih sama, ONDO. Keduanya sama enaknya… Yummy


Malamnya, karena ini malam terakhir kita di Medan, harus mencicipi sesuatu yang unik dan tidak ada di Jakarta. Maka Kwetiau Kerang menjadi pilihan yang tepat. Masakan ini bisa dibilang jarang ditemui di luar Medan. Ada pilihan kwetiau, nasi dan bihun goreng. Isinya: kerang, udang, baso ikan dan tak ketinggalan daging babi kegemaran orang Medan. Kerangnya berasal dari kerang bulu, kerang laut yang ukurannya cukup besar. Dengan adanya kerang itu, bau-nya amat harum. Ngga nyesel deh.. Ngga mahal lagi..


Rencananya, tengah malam sehabis melanjutkan kerja di hotel, mau turun untuk nyobain Nasi Goreng Padang persis di sebelah Hotel Soechi. Kata temen teman Medan, enak banget, nasi goreng pake daging kari dan buka hanya malam sampai pagi hari jam 2. Keenakan kerja (bohong! :_P), sampai jam 2, Roy dari kamar sebelah ngga telpon2. Paginya baru tau, sebenarnya dia telpon jam setengah 1 pagi, tapi mungkin telpon kamar gue rusak, makanya ngga bunyi.

Day 5 – last day di Medan
Sarapan pagi menu spesialnya masih sama dengan kemaren kemaren, Nasi Lemak Tanjung Balai. Dijelaskan sama Ko Ahuat yang asli dari Tanjung Balai ini, ada satu macam lagi nasi khas, yaitu Nasi Perang, isinya teri medan, udang dan sambal dibungkus daun pandan. Bungkusannya kecil kecil, 1 orang bisa habis 4 sampai 5 bungkus baru terasa kenyang. Tanjung Balai masih termasuk Sumatera Utara, tak jauh dari Medan.

Makan siang, kita pilih yang tak jauh jauh (dari Belawan) dan yang tak lama lama. Mie Pangsit pilihannya, karena siang itu, pekerjaan masih menumpuk dan tak selesai :_( Tapi walaupun ini pilihan darurat, rasanya tak sembarangan. Mie dengan daging babi merah dan pangsit babi plus irisan telor kecap ini mantap sekali. Tempatnya agak kumuh dan panas. Tapi yang makan disitu ramai sekali. Semua pun lahap menengguk mie di dalam mangkok masing masing. Gue aja yang ngga makan daging, bisa menikmati hanya mie dengan telor plus kuah polos. Bener bener yummy ala Medan

Sorenya, sudah terlalu telat untuk menikmati babi panggang khas Medan, dimana mau ditraktir sama Eddy Law (bos cabang Medan). Selain takut ngga keburu ke bandara, jualannya juga sudah habis. Babi panggang-nya (kata Eddy) enak banget, tapi mahal banget, 1 kg = Rp 300K. Mahal Banget.

Jadinya kita ngga makan. Tapi puas dengan 5 hari kuliner di Medan. Masih bawa pulang oleh oleh berupa Bolu Meranti dan Teri Medan. Oleh Ko Ahuat, kita juga dibekali Pepaya Medan dan Pisang Barangan khas Medan. Kayak orang kampung pergi ke kota :_P

Yang beda di Medan
Selain makanan yang khas Medan seperti Saksang, Kwetiau Kerang dan Nasi Lemak Tanjung Balai, ada beberapa minuman yang khas dan jarang ditemui di tempat lain. Yang pertama dan menjadi kebanggaan orang Medan tak lain adalah Terong Belanda. Minuman jus yang berasal dari buah berwarna merah berbentuk bulat, rasanya asam asam manis. Yang lain adalah Markisa, juga khas Medan dan Jeruk Kietna yang rasanya juga asam, didalamnya biasanya diberi kiamboy. Satu lagi yang jarang ditemui di luar Medan, adalah Es Timun Parut. Air gula diberi parutan timun segar di dalamnya. Benar benar menyegarkan, apalagi di udara Medan (dan Belawan) yang menyengat.


























Paling Rekomended
Kwetiau Kerang – Jl. Letjen S. Parman No 22 Medan – pilih Nasi Goreng Kerang

Well, I'm gonna miss Medan ...

My Last Assignment, Medan – Kota Tua dan Hotel Mewah

Penugasan keluar kota selalu menarik bagi gue, dan Medan, sebagai kota terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya, selalu ada sesuatu. Suatu pagi, kita sempat melewati Rumah Tua milik Tjong A Fie (sebuah rumah klasik arsitektur china kuno), Malamya sempat melewati Istana Maemun, bekas rumah kesultanan Deli, dan Masjid Raya Medan. Medan merupakan kota tua, dan banyak bangunan yang merupakan saksi sejarah, yang ditaksir sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Bahkan beberapa sudah ada sebelum pemerintahan kolonial Belanda termasuk Rumah Tjong A Fie dan Istana Maemun.

Yang menarik, bagunan baru di Medan, tak jauh jauh dari Hotel dengan gaya hidup alias mal di bawahnya. Tersebutlah Hotel Arya Duta yang baru buka tak lama ini. Hotel dengan rate mulai dari Rp 620K per malam ini, memiliki pusat perbelanjaan di bawahnya, namun belum resmi beroperasi. Bakal Hotel berikutnya adalah JW Marriot, yang dilengkapi perkantoran di bawahnya. Namun, baik hotel dan kantor belum dibuka pada saat gue disini. Hotel yang sedang dibangun adalah City Hall Boutique Hotel, tepat di depan pusat hang-out anak muda Medan, Merdeka Walk. Ketiga hotel berbintang 5 tersebut bersanding dengan Grand Angkasa (yang juga bintang 5 dan sudah beroperasi walaupun masih baru), menyemarakkan landscape kota tua yang dipenuhi bangunan kuno ini.


Tersebutlah Kantor Pos Besar Sumut, kantor Bank Indonesia, Bank Mandiri dan Standard Charterd, disamping kantor kantor lainnya yang sebagian besar adalah kantor pemerintahan, yang mengambil gedung peninggalan jaman kolonial dulu. Tentunya dengan pemugaran agar lebih layak.


Yang lucu, bagunan hotel JW Marriot dan Arya Duta, sempat dipaksa ‘pangkas’ oleh Pemda setempat untuk mengakomodasi perlintasan pesawat yang akan lepas landas maupun mendarat di bandara Polonia Medan. Jarak kota ke bandara memang terlalu dekat. Mungkin one day, bandaranya akan dipindahkan sedikit keluar kota, mungkin di Tebing atau malah Siantar. Who knows.

22 Agustus 2008

No Longer andijaya@akr.co.id

Today is my last working day in this Company. Setelah 3 tahun persis, bermain dan belajar di perusahaan ini, gue memutuskan untuk pindah. Justru di saat saat terakhir ini adalah masa yang paling sibuk buat gue di AKR. Ngga ada upload foto, ngga ada download lagu, apalagi nge-blog. Tulisan Padang dan Medan pun harus terpending sebentar. Sampai ada teman yang nanya, “Mana foto foto di Medan?” karena tau gue baru balik dari Medan dan biasa mantau lewat ajnatz.multiply.com. Seorang pembaca blog pun menagih lanjutan Perjalanan Padang yang sampai hari ini belum sempet gue update.

Perasaan gue seperti orang mau lulus SMA. Bahagia, senang, tetapi ada perasaan akan kehilangan. Kehilangan wajah wajah yang tiap hari saling menyapa, tawa, canda dan tiap celaan dari mulut mulut dengan hati seperti tak berdosa. Kehilangan my place in this world: kenyamanan, keterterimaan, ketidakasingan dan ketidakjaiman.

Tapi hidup selalu berjalan menuju perubahan, dan untuk perubahan menjadi lebih baik kadang harus mengorbankan hal hal lama tanpa harus melupakannya.

Seperti ada pepatah, "Ada perjumpaan pasti ada perpisahan; Ada perpisahan pasti ada makan makan" :_P

Till our paths cross again in the future, take care and goodbye !

12 Agustus 2008

My Last Assignment, MEDAN

Menjelang saat saat hari terakhir gue di perusahaan sekarang, gue memilih Medan sebagai penugasan terakhir gue, diantara 2 yang lain, Surabaya dan Bandung. Masih teringat tahun lalu, bulan September 2007, betapa 4 hari yang menyenangkan, meskipun pada saat itu sedang bulan Puasa, tak menghalangi gue dan Roy (dan Reza – yang sedang berpuasa), melakukan gerilyakuliner, diantara pekerjaan kita yang boleh dibilang sangat sibuk :_P Apalagi jalan jalan Maret 2008 lalu bersama keluarga, masih membekas enaknya Medan, Bolu Meranti, Bika Ambon, Duren Medan … Mmmm… Yummy …

Hari ini, day one penugasan terakhir itu, tiba di bandara Polonia Medan jam 10 pagi. Gue dan Roy dijemput oleh Ko Ahuat yang sangat ramah dan sudah menjadi teman kita sejak tahun lalu. Menjelang Pelabuhan Belawan, tempat yang kita tuju, ternyata macet sekali, tak biasanya, mungkin ada kecelakaan. Sehingga Ko Ahuat membelokkan Hyundai Atoz yang kita tumpangi lewat jalan lain. Dan karena sudah jam tanggung (saat itu sudah jam 11 siang), daripada sampai kantor trus keluar lagi en kena macet, kita memutuskan untuk mampir makan siang dulu sebelum ke kantor.

Maka, siang itu kita mampir ke sebuah warung cukup sederhana di tepi pantai, tempat tahun lalu kita pernah makan. Kita pilih 1 ekor ikan Kakap besar dan 1 ekor Bawal (yg juga ukuran besar) untuk makan bertiga. Dua duanya dibakar. Sayurnya, sayur kangkung tumis terasi dengan udang yang besar besar. Melihat Roy makan, keliatan bener enaknya. Bagian paling nikmat dari ikan memang bagian kepala (bagi penikmat ikan sejati). Kita juga mencoba jus terong belanda, minuman khas Medan, selain jus markisa. Terakhir, segelas timun kerok menjadi penyegar siang yang menyengat di Belawan (pelabuhan). Semuanya dengan harga yang cukup mahal, diatas Rp 200,000.

Ada yang menarik dari pinggiran pantai ini. Ada sejenis ikan, yang tidak bernapas di air, tetapi di permukaan, mukanya jelek, dan mempunyai sirip menyerupai hewan purba (sirip pada beberapa jenis dinosaurus). Ko Ahuat menjelaskan bahwa ikan itu ada yang jual dalam bentuk sudah digoreng garing. Sesekali terlihat 2 ekor ikan tersebut yang ukuran besar sedang beradu, entah memperebutkan apa. Hewan lain yang juga menarik adalah kepiting kecil, lebarnya mungkin hanya 3 cm, namun mempunyai capit yang sangat besar disbanding ukuran tubuhnya, dan lucunya, hanya 1 yang besar, satu lagi kecil sekali dan digunakan untuk makan.

Pekerjaan kantor cukup membosankan, selain bertemu kembali teman teman lama, Eddy Law, Nawi, Hudinata, Andri dan Linda. Yang terakhir ini yang membantu dan menemani gue sewaktu ke Medan untuk leisure, Maret 2008 lalu. Seorang staf baru, Rubina, yang walaupun baru bergabung 3 bulan, cukup baik dalam meng-assist pekerjaan kita.

Malamnya, kita memutuskan pulang jam 6, karena capek, selain pekerjaan hari ini hanya mengolah data, dan bisa dikerjakan di hotel, semua data sudah dalam bentuk softcopy dan disimpan di laptop.

Sebelum ke hotel, kita mampir makan di Jalan Semarang namanya. Tempatnya seperti KiyaKiya di Surabaya atau seperti Kesawan Square (di Medan juga tapi sudah tutup). Tempat berjualan makanan (hanya di malam hari) dan memakai sebagian besar badan jalan. Malam itu, gue makan Ifumie Udang dengan telor. Roy mencoba sup Pi-o (kura kura), gue ikut nyicip, tapi ternyata amis. Ko Ahuat memesan nasi campur, di sini mereka menyebutnya nasi babi, nasi dengan siraman kuah manis, dengan lauk babi panggang merah, babi panggang putih dan telur kecap. Betapa pinginnya gue memesan makanan yang sama. Betapa inginnya gue makan nasi campur langsung dari tempat asalnya (Medan). Namun, mengingat komitmen gue pada Global Warming, gue mengurungkan niat tersebut. Untuk menghibur diri, Ifumi juga asli dari Medan, jadi gue udah makan Ifumi langsung dari tempat asalnya :_) Semua hanya seharga Rp 77,000 sudah termasuk 2 gelas sirsak dan segelas es juruk.

Sampai di Novotel, langsung dapat kamar, karena sudah booking melalui KAHA Tour di Jakarta. Dapet rate Rp 525,000 semalam, include breakfast for two. Harga yang cukup premium kalau dibandingkan dengan hotel bintang 4 di kota lain. Namun, dibanding Tour yang lain, rate di KAHA sudah yang terbaik. Rate Hotel di Medan memang agak edan. Ini, menurut gue, karena tamu tamu hotel yang kebanyakan adalah perantau sukses dari kota Medan, tidak terlalu mempermasalahkan harga, dan hotel bersih dan apik, harus diakui tak banyak di kota ini.

Begitu check-in dan masuk ke kamar hotel ini, terus terang gue puas. Bersih dan tertata rapi. Ada wi-fi gratis pula, untuk ber-internet ria. Sayangnya, sinyalnya kurang bagus dan sempat terputus, sampai gue harus memposting tulisan ini, keesokan harinya di kantor (hari ini). Satu hal lagi yang mengesalkan. HP gue ketinggalan di mobil Atoz, dua duanya (GSM dan CDMA), sehingga harus minta tolong Roy untuk SMS Ko Ahuat kalau HP ketinggalan dan SMS Natz untuk bilang tak perlu worry kalau ngga ada kabar dari gue.

Paginya, harus sarapan sepuasnya. Enaknya, bisa breakfast berempat, karena masing masing kamar dapet complimentary 2 breakfast, jadi bisa ajak 2 temen dari Medan untuk breakfast bersama. Biasanya sarapan di Novotel enak dan banyak pilihannya. Hanya saja, ini bukan Novotel Accor, ini Novotel Soechi, tidak ada hubungannya dengan Novotel lain.

PS. Tidak pake foto karena posting buru buru

05 Agustus 2008

Mimpi sebagai ORANGTUA IDEAL


Papa Keni (yang juga Papa angkat gue) mengingatkan gue pada Papa gue sendiri beberapa tahun yang lalu. Tidak masuk akal (irrational), tidak mendukung (unsupportive) dan tak terbantahkan (unarguable). Hanya saja, ketika kita tumbuh dewasa, Papa juga tumbuh bersama sebagai teman. Semua perbuatannya yang dulu irrational, unsupportive dan unarguable menjadi rasional sekali. Semua karena beliau ingin membentuk kita seperti sekarang ini. Setelah beliau melihat hasil nyata dari ‘pendidikan’nya, beliau bisa sit back and relax dan menjadi ‘teman’ yang baik. And I’m very proud and love him for that. Dia adalah panutan gue, walaupun belasan tahun lalu gue pernah berkaul tidak mau menjadi seperti dia. BTW, Papa ultah sebentar lagi (tanggal 8 August, umur 58).



Gue melihat banyak orangtua yang kebablasan mendidik anak dengan keras sampai anaknya sudah besar dan mandiri. Kalau anak sudah jadi orang yang benar dan bertanggung jawab, buat apa orang tua masih harus jaim dan menjaga jarak dengan anaknya? Gue bahkan kepingin tanpa jarak dengan anak, not just after they’d growth up, kalau bisa gue mau jadi teman dan sahabat mereka, along the way. Inilah mimpi gue sebagai orang tua ideal :_)