08 Agustus 2012

#Italytrip day 1 AJ in ROMA, part 1


Setelah hampir 20 jam gue di perjalanan, dan di tengah terik matahari Roma, dengan berpeluh sampai juga gue di Casa Santa Sofia, hotel gue yang pertama di trip ini. Boleh dibilang ini sebuah biara yang separoh gedungnya dibuat jadi hotel. Pengurusnya, dari receptionist dan penyaji makan pagi adalah suster. Suster Clara adalah yang menyambut gue dengan ramah, walaupun gue bau dan berpeluh. Gue merasa tenang dan damai. Dan merasa beruntung menjatuhkan pilihan di hotel ini, karena book hotel online seperti membeli kucing dalam karung.

Mandi dengan shower hangat adalah a moment to appreciate sehabis perjuangan panjang sampai ke tanah Italy. Kamar di Casa Santa Sofia ini, walaupun kecil, sangat bersih, dan lengkap dengan kamar mandi. Sirkulasi udara pun apik, karena ada jendela kayu yang ada celahnya, dan jendela kaca. Walaupun cuape nya luar biasa ditambah ngantuk (kurang tidur karena bermalam di pswat, kelas ekonomi pula), tapi kaki ini rasanya tidak sabar menjelajah, maka melangkahlah dia keluar tak sabar menemui petualangan pertama di Roma, di Italy, bahkan di Eropa.

Di lobby, kembali gue menemui suster Clara untuk menanyakan, tempat mana yang harus gue kunjungi selama di Roma. Di meja reception, sudah disiapkan lembaran besar peta Roma Central. Lebih tepat peta wisata, peta yang colourful, dengan gambar2 tempat2 wisata seperti coloseum, palatino, trevi fountain, dan vatikan. Lengkap pula dengan jalur Metro (sebutan subway atau MRT di kota Roma).

Coloseum nampaknya menarik untuk menjadi tujuan pertama, secara tempat ini memang legendaris banget, identik banget dengan kota Roma. Ternyata pucuk dicinta ulam tiba, Coloseum (atau Colosseo dalam bhs lokal), letaknya cuma se-nyeberangan jalan dari gang di hotel gue ini. Suster Clara seneng banget liat gue kaget, dan ada perasaan bangga hotelnya dekat coloseum.

Maka mulailah gue berjalan kaki ke sana, benar saja, sehabis air mancur yang persis di depan hotel gue, sebuah bangunan tua besar yang tampak bulat sudah terlihat di ujung jalan sana. Ngga sabar banget gue, setengah berlari gue ke sana.



Terus terang gue agak kaget, karena ternyata coloseum ini letaknya di pinggir jalan saja. Gue pikir masuk ke cagar budaya sehingga untuk masuk ngga langsung begini. Walaupun mengurangi kemegahannya, untungnya, ya ngga perlu jalan jauh jauh untuk mencapai dia.


Sampai sana, sempet jalan keliling bundarannya. Beberapa spot nampak sudah pugaran. Dan pintu pintu nya hampir semua dipagari, hanya tersisa 2 untuk pintu masuk utama dan pintu exit. Tak heran, karena masuk coloseum ini tidak gratis, alias ada tiketnya. Ohya, kalau ketemu orang-orang yang berpakaian ala prajurit Romawi kuno yang kita lihat di komik komik Asterix, boleh berpose dengan mereka asal mau bayar Eur 5. Mereka ngga akan sebut bayaran di muka, habis foto baru diminta. Gue sih ngga foto, gue liat sendiri turis Jepang seperti 'masuk jebakan' orang orang ini. Ada lagi, berkeliaran orang orang hitam dan (mirip) India, berjualan payung, tas, souvenir dan lain lain. Ini ilegal, karena mereka lari pas ada polisi berkuda lewat.

OK, cukup liat liat luarnya. Waktunya masuk... dan waaaksss, ternyata antrian tiket cukup panjang... Di antrian lain adalah mereka yang ikut group tour, beli tiket dengan agen tour and travel di luar. Mereka ngantri juga sih, tapi langsung ke dalam, gue ngantri beli tiket dulu.

Setelah tiket seharga EUR 12 + 5 (untuk guide) gue dapet, gue (dan sesama pengunjung yang dapat jam tour jam 2.45) masih harus menunggu sampai jam 2.45, menunggu tour guide. Sudah bisa masuk sih, tapi musti balik lagi jam 2.45 (kira kira setengah jam nunggu), jadi ya gue masuk aja dulu liat liat, dan coloseum memang kereeeeennnnn!!!!


Jam 2.45 tour guide datang membagikan earphone yang dipakai sepanjang tour. Durasi tournya hanya 1 jam-an. Lumayan banyak info yang bisa di dapat dari tour guide ini, antara lain: coloseum ini dulunya dilapisi dengan batuan yang berharga yaitu marble dan juga besi tembaga. Sebagian besar besi tembaga itu diambil dan dilebur menjadi peluru pada jaman perang. Dan marbelnya diambil salah satunya untuk menjadi hiasan di vatikan.

Informasi paling penting sih ini: Nama aseli nya bangunan ini bukan colosseum, pada jamannya, tidak disebut begitu, itu nama yang belakangan populer setelah tidak dipakai lagi dan terbengkalai. Jika itu benar, maka film Gladiator membuat kesalahan, karena di dalam film itu bangunan ini disebut colosseum. Padahal nama aslinya: Amphiteather, karena bentuk nya yang menyerupai teater.

Informasi penting lainnya adalah bangunan ini pernah mau dihancurkan, makanya sebagian besar bangunan ini hancur, terutama bagian paling luarnya sudah tidak bulat lagi, hanya setengahnya saja yang tersisa. Salah satu kehancurannya juga bisa dilihat di bawah ini:
Yang warna kuning muda dan menyerupai setengah lingkaran itu ingin memberi gambaran, bahwa dulunya seluruh bangunan seperti itu, berupa arena dengan gundukan pasir. Jadi para gladiator ada di bawahnya, bersama binatang buas yang harus mereka hadapi. Arena diberi pasir agar bisa mudah menyerap darah. Dan para gladiator tidak spt di film, nyawanya murah. Kenyataannya, menurut tour guide, nyawa mereka mahal, karena mereka ahlinya, mereka memberi hiburan, dengan demikian dapat meningkatkan pamor raja. Dan coloseum tidak melulu menampilkan kekerasan, kadang ada juga hiburan yang lucu seperti lawakan dan juga show binatang yang tidak buas, macam gajah dan jerapah. Karena bayangkan pada masa itu, jarang orang bisa melihat banyak binatang karena tidak ada kebun binatang (dan belum ada discovery channel... ya, TV aja belum ada...)

Info yang tak kalah pentingnya adalah, tiket EUR 12 itu ternyata tidak hanya berlaku untuk mengunjungi coloseum, tapi juga mencakup Palatino, dan berlaku tidak hanya sehari, tetapi 2 hari. Karena kunjungan gue ke Roma cukup singkat (hanya 2 hari 2 malam), gue langsung lanjut ke Palatino.

Palatino adalah sebuah kompleks kerajaan yang sekarang sudah tinggal reruntuhan saja. Memang masih ada beberapa bangunan yang berdiri (dan sedang dipugar), selebihnya adalah puing puing. Gambar pertama posting ini adalah salah satunya.

Kompleks ini cukup besar dan jalannya berbukit bukit. Gue cukup banyak ketemu dan berbincang pendek dengan sesama turis. Seorang tante dari Florida yang pernah 6 bulan menetap di Singapore, yang memanggil gue "Mr. Indonesia". 2 orang cewek dari New Zealand (gue pikir gue sudah yang terjauh, ternyata mereka lebih jauh lagi), 1 couple orang Inggris, dan beberapa turis Jepang dan Korea. Tidak ada dari Indonesia.

Gue spend hampir all day di Palatino ini, dan ini beberapa foto foto spot yang ada di sana:











 

Plus narsis dikit boleh dong.... (ini foto hasil barter jasa saling bantu fotoin dengan pengunjung lain)



Selesai keliling Palatino (bhs umumnya Palantine), exit jalan dikit ketemu Piazza Venezia. Piazza dlm bhs Italy adalah lapangan, dan di Italy, baik Roma maupun kota lain, banyak banget piazza, dan banyak sekali orang duduk2, makan atau nyantai di Piazza.

Persis di depan Piazza Venezia, ada bangunan putih bersih bersusun kayak kue penganten, merupakan bangunan untuk mengenang para veteran perang, nama gedungnya Monumen Vittorio Emanuele II
 


Di sebelah kanan Piazza Venezia, ada bangunan Foro Traiano dan Foro di Augusto. Bangunan yang relative hancur ini konon adalah rumah bangsawan. Sampai sekarang tidak dirobohkan dan tetap dibiarkan berdiri.

Karena sangat lelah, apalagi kamera gue abis baterainya, gue jalan balik ke hotel. Rupanya hotel itu di belakang Foro di Augusto, bisa tembus lah dari sana.

Sampai hotel, ternyata sore sore gitu banyak banget muda mudi yang nongkrong di bawah air mancur. Ada yang baca buku, ngobrol, dan sepasang muda mudi tanpa sungkan berciuman mesra semesra mesranya sampai lengket tak mau lepas.



Sambil ngecharge baterai kamera, gue sempet ngecharge diri gue sebentar. Sempet tertidur mungkin setengah jam. Di Roma sudah jam 7 malam, namun langit belum kunjung gelap. Masih terang seperti jam 4 sore di Jakarta.

Baterai kamera tercharge sebagian, kembali gue out lagi. Gue liat di peta, Trevi Fountain, tidak begitu jauh dari tempat tadi gue singgah, kalau jalan dari Piaza Venezia, mungkin setengah jam sampe, jadi total ya, kurang lebih jalan 45 menit. Masih ok, pikir gue, sambil rencana cari makan di daerah situ.

Sampai di Trevi sudah jam 8-an. Langit baru seperti jam 5 di Jakarta,  walaupun masih ada cahaya matahari, foto menjadi kurang maksimal:




Trevi adalah salah satu tempat yang wajib dikunjungi. Konon, bila melempar koin ke kolamnya, tandanya akan balik lagi ke kota Roma. Gue sih pengen banget balik ke kota Roma, bersama family tentunya, tapi bukan berarti gue harus lempar koin kan? Jadi gue ngga lempar koin, just for the sake tidak percaya mitos. Lempar ngga lempar gue pasti balik lagi kok. 




Trevi tuh ruameee banget... kayak pasar malam, susah dapat spot tanpa orang. Alhasil, daripada menghindari orang di foto, gue malah memfoto orang orang.










Abis njepret jepret, laper juga. Kalo diingat ingat, terakhir gue makan adalah di pesawat Amsterdam - Roma. Itupun cuma roti sepotong. Perut keroncongan, ngga mudah menetapkan keputusan mau makan di mana. Resto yang ramai, tidak terima tamu 1 orang, minimal 2 orang (optimalisasi space). Resto sepi, tentu gue ngga mau ambil resiko. Sekali makan paling ngga habis Eur 10, masak gue mau makan yang amburabul rasanya?

Bingung... akhirnya gue jalan ngga keruan. Sebelum kehabisan tenaga karena laper, akhirnya gue inget ada resto yang cukup rame di depan hotel gue, persis depan kamar gue malah. Ya udah gue ke sana deh.

Dan ini jepretan sembari jalan balik. Udah mulai gelap, sudah jam 9-an.







Kota Roma tuh memang exotis, walau sembarang njepret pun hasilnya bagus.

Jam 10 an di kota Roma, langit baru benar benar gelap. Dan pada saat itulah santapan gue yang pertama di Italy. Apa itu? As simple as spaggeti carbonara...


Dan begitulah day 1 di Eropa. Ditutup dengan Spaggeti yang I wish ada sambel nya. Cape banget, besok lebih seru lagi, apa yang sisa dari hari ini, which is masih banyak, harus di kunjungi semua besok. Karena selepas besok, lusa pagi gue sudah berangkat ke tujuan berikutnya. So, besok bangun pagi, Vatikan and the rest of Roma menunggu...

Dan ini makan pagi gue di Casa Santa Sofia, bener bener nice hotel dengan harga yang sangat amat terjangkau.

Rincian biaya:
Hotel di Roma: Eur 45 per malam (including breakfast)
Tiket masuk Coloseum & Palatino (kompleks kerajaan) : Eur 12 (berlaku 2 hari)
Tour guide di Coloseum : Eur 5
Dinner: +- Eur 9
Objek wisata lainnya: Free of charge

14 Juli 2012

#Italytrip AJ headed to Rome

di ruang tunggu bandara Soeta. Sudah kelihatan pesawat KLM yang akan membawa AJ ke Eropa :)
Penerbangan 16 jam ini bukan penerbangan yg mudah. Total ada 3 flight: Jkt - Kuala Lumpur (KL), KL - Amsterdam dan Amsterdam - Rome. Jkt - KL adalah piece of cake, 1.5 jam saja dgn transit 1/2 jam. Sempet jalan2 dikit di bandara international KL ini and this is my first time, biasanya kan turun naik di KLCC budget airport. Rupanya bandara ini luar biasa megah, bila dibandingkan dgn SoeTa, bisa membangkitkan rasa minder.


Di penerbangan kedua (KL - Amst), hampir seluruh penumpang berganti, orang2 Melayu, China, dan India turun berganti hampir seluruhnya bule. Terbang kira2 jam 10 malam, diberi makan nasi rendang (mayan enak), di penerbangan pertama juga dapetnya bihun yg lumayan. Abis itu berusaha tidur dan bermulalah sengsaranya kelas ekonomi. Tidur sangat tidak nyaman, posisi apapun salah karena pantat mulai pegal2 duduk kelamaan. Kira2 jam 3an, diberi makan pagi bake egg with cheese, sousage, kentang dan jamur. Ohya, semua meals datang dengan sepotong roti dan butter. So far, makanan masih nice dan mulus di lidah, mulus di perut. Setelah terbang sekitar 12 jam, pengumuman kencangkan sabuk pengaman tanda sudah mau mendarat, terdengar merdu sekali.

Sepagi ini mendarat di Schipol, Amsterdam
Schiphol adalah bandara yg nyaman dan nyeni. Layanan transfer gampang sekali, apalagi gue sudah ada boarding pas (check in online). Yang membuat gue agak upset adalah gue tidak berhasil menitipkan koper gue di sini. Sudah dipersiapkan dari rumah, mana koper yg ikut ke italy dan mana yang stay di amsterdam. Sudah browse sana sini tentang luggage locker di schiphol, terhalang satu masalah kecil, semuanya buyar. Bukannya ngga ketemu luggage lockernya, Luggage locker ada beberapa dan mudah banget pengoperasiannya. Jadi apa yg bikin gagal? Pembayarannya menggunakan kartu kredit, dan di kita (Indonesia), untuk alasan security, setiap KK selalu disertai 4 angka rahasia alias PIN. Dan gue, termasuk banyak dari orang kita ngga pernah mengingat nomor PIN itu. Bahkan surat pemberitahuan nomor PIN, masih tersimpan rapi di lemari tanpa terbuka. Pelajaran pertama, ingat nomor PIN KKmu!!!!


Nevermind, terpaksa si merah (koper merah) ikut ke Italy. Yg repot adalah berarti tenteng2 laptop kemana mana. Si merah stay seharusnya di schiphol karena minggu depan gue balik lagi ke Amsterdam, untuk training. Now, berarti 2 koper harus ditenteng ke mana mana. Hikmahnya, bisa saved Eur 6 x 7 hari (42 euro) hehehe. Informasi Luggage locker Schiphol bisa dilihat di link berikut.

Karena berkutat cukup lama di luggage locker yang diakhiri dengan kekecewaan, gue agak telat masuk pesawat. Untuk masuk ke Imigrasi dan ke ruang tunggu penerbangan berikutnya sangat ramai. Maklumlah, Schiphol adalah salah satu bandara transit paling ramai di Eropa.

Penerbangan ketiga (Amsterdam - Rome). Gue adalah orang ketiga terakhir yg masuk pesawat. Tak lama, si pilot mengumumkan kalo mereka terpaksa meninggalkan 5 orang penumpang yg terlambat naik, dan proses mengeluarkan bagasi mereka akan memakan waktu 10 menit. Walaupun kemudian pesawat masih tidak bergerak sekitar 20 menit lagi karena landasan sedang ramai, kelima penumpang tadi tidak juga diberi kesempatan naik. Wiuhh... Coba kalau gue berkutat lebih lama di Luggage Locker, mungkin nasib gue sama dengan lima penumpang itu, jadi enam penumpang.

Pesawat mulus meninggalkan Schiphol, yang pagi itu dingin, awan tebal dan disertai gerimis. Sekitar jam 8 lewat, pagi. Pesawat rada sepi. 3 baris tempat duduk nomor 8A, 8B dan 8C, hanya berisi gue sendirian.

Pengalaman unusual food bermula dari penerbangan ini. Roti sandwich yg kelihatan biasa ini, rasanya ngga biasa, paling tidak untuk lidah kita orang Timur. Roti isi bacon yg rasanya aneh, sedikit pahit, dan rotinya mengandung semacam kacang, tapi bukan kacang juga bukan wijen. Untung dikasih 2 macam roti. 1 lagi roti coklat dan jeruk, rasanya "bisa diterima".

Duduk di belakang gue, sepasang muda mudi asal belanda dan seorang Norwegia yg lama menetap di Italy. Mereka bercerita tentang tempat mana yg harus dikunjungi selama di Rome. Gue nguping aja asik. Sebagian besar tempat tempat yg disebut sama dengan catatan gue. Salah satunya Capella Sistina (Sistin Chapel),  yg katanya agung banget, sakral, tidak boleh berisik apalagi berfoto didalamnya. Makanya gue sudah siap dgn tiket yg gue beli online untuk mengunjungi museum vatikan dan look forward banget untuk melihat seperti apa sih si Sistin Chapel ini.

Kemudian mereka cerita banyak tentang tempat2 yg pernah mereka kunjungi dan ingin mereka kunjungi. And mengecewakan karena they didn't mention Indonesia. Malaysia, Thailand, Vietnam, China, well they did mentioned Bali, but I wonder do they know Bali is Indonesia. Later I know why, bule bule itu sering banget traveling. Mereka punya cuti 31 hari dalam setahun! Setelah itu, mereka bisa beli cuti (mungkin semacam unpaid leave kalau di Indonesia). Ini gue ketahui belakangan dari teman sesama training di Amsterdam.

This must be Alpen!!! Pemandangan gunung salju ini dugaan gue adalah kita melintas di atas pegunungan Alpen. Saking clear nya cuaca saljunya seperti kepegang.
Sampai di Fiumicino, Roma. Gue pikir bandaranya keren banget kyk di Singapore, ternyata kuno en tidak menimbulkan minder bila dibanding SoeTa. Apalagi terjadi pengalaman tidak mengenakkan. Si satpam bandara ngerjain gue. Satpam bertampang Rambo ini bilang untuk ngambil bagasi KLM gue harus ke terminal 3, sedangkan ini terminal 1. Jadi gue disuruh keluar (padahal ambil bagasi ada di kiri), gue nurut aja lagi. Sampai di luar bingunglah gue, tanya informasi jutek banget, si India, walaupun jutek tapi infonya bener. Akhirnya gue masuk lagi, check sekurity lagi (keluarin semua laptop, kamera, galaxi tab, dll). Untung security yg manis ini helpful dan ramah, gue ditunjukin dgn jelas kemana harus ambil bagasi. Sampai sana untung tasnya belum diberesin.


Kembali ke India jutek di bagian informasi untuk tanya dimana stasiun kalau mau naik kereta ke Termini. Disuruh naik ke lantai 2, sampai situ benar2 gak jelas harus kemana, untung ada satu stewardes maskapai Alitalia, keluar dari satu pintu, dan ramah mau menjawab pertanyaan gue, masuk pintu itu dan ikuti tanda kereta api katanya dgn ramah. Gue ikutin dan bener. Jalannya memang agak jauh, tapi dengan berpeluh sampai juga gue di stasiun. Hampir salah ngantri yg luar kota (sekali lagi petunjuk ngga jelas). Akhirnya dapat tiket Roma Termini 14 euro, dan kereta udah siap berangkat.

Di dalam kereta penuh, dan apalagi banyak koper koper. Di depan gue ada opa oma Italia yg share tempat duduknya (tadinya didudukin koper). Di dalam kereta ini, panas banget, ACnya spt tidak bekerja. Di dalam kereta ngantuk bgt, sempet tertidur sebentar. Kereta cukup nyaman, walaupun guncang2 dikit. Jalannya di atas (bukan subway), bisa lihat pemandangan. Tapi jangan expect pemandangan kota besar. Pemandangannya mirip kayak di terminal2 di Indo, rusun yg gak terlalu bagus, kalau ada tiang jembatan (fly over), byk coretan gravity, dan walaupun gak stop di tiap stasiun, bisa terlihat stasiun2 itu kumuh en jorok, mirip di kita.

Stasiun Termini adalah stop terakhir dan itulah tujuan gue. Termini adalah stasiun KA terbesar dan letaknya di pusat kota Roma, sebutnya Roma Centrale. Begitu turun langsung jalan pede menghindari calo. Begitu keluar langsung bingung lagi mau kemana. Sekali lagi bukan kota modern yg didapat, Roma adalah kota tua, yg gedungnya rata-rata kuno, namun kokoh berdiri dan terlihat exotis.

Tepat di seberang jalan, ada box informasi yg ramai dikerubungi turis. Langsung aja gue ikut nimbrung. Di dalamnya ada tante2 yg ramah bgt, langsung aja gue sodorin alamat hotel gue dan hasil print-an google map. Berguna banget, liat itu dia langsung saran gue untuk jalan lurus aja, nyebrang di via Dei Cavour sampai mentok. Lalu ke kanan dan tanya orang lagi.

Mentok kanan, gue hampir kehilangan arah. Tanya orang, ternyata ngga semua orang ramah. Ada juga yang ngga mau peduli, kalau ditanya udah bener belum jalannya kalau mau ke sini, jawabnya "si (yes), just go straight".
Padahal ujung2nya salah.

Sampai gue berasa kelewatan jalannya, di depan gue banyak bangunan kuno yg sptnya tempat wisata, gue tanya petugas pom bensin yg baik banget. "you go straight, when you see the traffic light, you cross the street, it's there" dengan logat yg Italy banget. Bener gue kelewatan, dan harus jalan balik dgn menggeret 2 koper.

Gue jalan spt saran dia dan menemukan sebuah lapangan dengan air mancur. Sepertinya air mancur ini gue pernah liat. Gue keluarkan lembar bookingan hotel gue, Casa Santa Sofia, dan gue liat gambar air mancur yg persis seperti di depan gue itu. Air mancur itu tampak indah sekali, teduh dan nyaman. Tandanya gue sudah dkt dgn hotel tempat gue menginap. Tapi di mana gerangan dia. Tak jauh ada kios majalah, dengan enteng si signor menunjuk bangunan persis di depannya sbg Casa Santa Sofia. Thank you Signor, akhirnya gue sampai......

Begitu masuk, dari jalanan yang panas (sedang musim panas dan cuacanya memang panas sekali), masuk ke lobby yang adem dan sunyi tenteram. Di kanan, pojok receptionist, berdiri seorang suster sebagai penerimanya. Rupanya ini adalah hotel yg dikelola suster. Susternya baik sekali, dia menjelaskan segala sesuatu, peraturan dll di hotel dgn sangat ramah, walaupun Inggrisnya tidak begitu lancar, tapi bisa dimengerti. Kamar gue 105, berada 1 lantai diatas. Dan ada lift.

Bukan tanpa alasan gue memilih Casa Santa Sofia sebagai akomodasi gue di Rome. Selain harganya yang pantas (Eur 45 per malam), juga karena tidak jauh tapi tidak terlalu dekat dengan Roma Termini. Terlalu jauh dengan stasiun kereta tentu merepotkan. Terlalu dekat? Di Italy bisa berarti resiko bahaya, karena menurut komen di booking.com maupun tripadvisor, stasiun kereta di Italy bisa juga berarti dekat sarang preman!

Belakangan, setelah sampai dan menikmati hotel, ada rasa syukur lain yang lebih lagi, karena ternyata, jarak ke Coloseum, tempat bersejarah gladiator di Roma kuno, hanya berjarak satu penyebrangan jalan dari hotel ini. Wuuuiiiihhhhh !!!! Recommended hotel !!


Masuk kamar, kesan pertama, bersih. Tempat tidur single (90x120) pun bersih. Kamar mandi bersih. Hanya saja tanpa AC dan TV. Yah worth it lah untuk sewa Eur 45 semalam, gue ambil 2 malam. Setelah perjalanan pesawat selama lebih 16 jam, perjalanan kereta api ke Termini, dan jalan kaki selama sejam mencari hotel, pancuran air hangat di hotel itu merupakan sesuatu yg patut dihargai. Sekitar jam 1 waktu Roma, AJ siap mengarungi kota ini, di postingan berikutnya: AJ in Rome... 

Pemandangan dari kamar hotel AJ :)