Ini catatan perjalanan sehari hari menuju kantor di Pandaan (Pasuruan) melewati Porong yang terkenal dengan musibah Lumpur Lapindo. Bukan catatan sih, karena, dari masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah, gue paling males yang namanya nyatet. Lebih tepatnya: Potret perjalanan melewati lumpur Lapindo. Inilah kenyataan.
Perjalanan dimulai disini.
Akan ketemu Masjid Agung spt ini.
Ketemu ujung tol. Dulu masih puluhan KM lagi di Gempol.
Kolong tol yang dirubuhin. Kalau rubuh sendiri takutnya nimpa orang.
Tk. Ojek siap jadi penunjuk jalan tikus dgn bayaran 'lumayan' (30rb - 50rb tergantung Nego).
Tanggulnya dulu ngga sepanjang ini (sudah mau nyampe Pusat Wisata Kulit Tanggulangin).
Lumpurnya tak henti menyembur. Kian hari malah kian membesar. Kadang di senja hari terlihat mengerikan.
Trus mau diapain?
Ojek wisata Lumpur Lapindo, siap mengantar keliling tanggul. Tarifnya berapa ya sekali putar?
Tanggulnya juga bisa dilewati mobil.
Kota MATI.
Disini bekas gas yang menyembur, makanya dipasangin police line dan tanda larangan merokok. Masih banyak titik2 lain semburan gas kecil semacam ini.
Makin banyak orang yang pengangguran.
OKE DEH.
Yang in dijual nih, ada yang mau beli?
Life Goes On.
Cuci Gudang.
Tulisannya sih 'BUKA NON-STOP'
Kalau Pasar Porong ini tetep Rame. Life Goes On.
Ketemu Titi Kamal.
Kali Porong. Tempat lumpur dibuang, permukaan air sungai terus naik dan alirannya sering tersumbat akibat lumpur.
Protes keras warga korban lumpur.
Dulunya rame. Restaurant Porong, persis di seberang tanggul (kalo jebol?).
Pom bensin yang mengerikan. Semburan kecil gas saja bisa membuat ledakan besar disini. "Jangan pas lewat aja" ucap Pak Naryo, sopir kita.
Ngga lagi.
Lagi musim kampanye. Sayangnya, ngga satu pun yang berani mengangkat issue Lapindo.
Kalau Porong lagi macet banget, kadang harus lewat jalan jalan tikus kayak beberapa kali kejadian.
Padi siap dipanen. Kalau lagi cerah bisa keliatan Gunung.
Latar belakang semburan lumpur, domba domba lagi merumput.
Ujung tanggul sebelah antah berantah.
Pencemaran lumpur.
Rumah rumah yang ditinggalkan, yang keburu terendam luapan lumpur sebelum sempat ditanggul.
Tahun depan mungkin udah ngga ada keceriaan anak anak ini disini, berganti luapan lumpur.
Lewat jalan tikus ngga usah khawatir tersasar karena banyak plang petunjuk jalan seperti ini.
Lebih ngga perlu khawatir lagi karena banyak 'pak ogah' seperti ini. Tiap pengkolan ada. Kalau merasa informasi mereka membantu, bolehlah tinggalkan recehan. Dengan senang hati pasti diterima. Kadang malah ada yang maksa. Tapi sopir kita sih biasa ngasih lima alias ngasih tangan doang ha ha ha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar