Tahun 2008 awal ini, gue jadi sering banget mondar mandir bolak balik ke rumah sakit. Pertengahan Mei tahun lalu, gue kena tipus dan sempet opname 2 malam di RS PIK. Total absen kantor 2 minggu lebih, ganti dokter sampai 2 kali, terakhir sama dr. Sonya yang minta opname, dan beberapa kali check lab (lupa berapa kali saking banyaknya).
Saat itu positif tipus, dokter udah confirm bahwa bener kena tipus. Dan yang namanya orang kena tipus itu, walahualam susah banget harus jaga makannya. Denger denger sih harus makan extra bersih dan ngga boleh keras, asem dan pedes selama, wuih.. 1 tahun.. Gue ngga. Begitu sembuh dan masuk kantor, gue langsung ke kebiasaan lama. Pagi mi / nasi uduk abang abang, siang kantin carefour Puri atau kantin RCTI atau tempat lain yang murah meriah, yang tau sendiri kebersihannya sudah tentu tidak terjamin. Makan pedes adalah favorite gue, semua serba pedes, kalau kurang pedes, gue ngga selera hehe, di rumah aja selalu masak dengan cabe rawit.
Belum genap setahun tipus gue sembuh, terbaringlah gue lagi, dengan penyakit yang sama :_(
Tapi kali ini gue ngga mau di opname, ngga ah, enakan juga dirumah. Parahnya lagi, minggu depan (Sabtu ini deng, 19 Jan 2008 ini), gue bersama Nat dan rombongan Papa Mama dan Mama mertua berangkat ke Malaysia, Singapore dan Phi Phi Island. Gimana dong. Ngga ada cara lain, gue harus sembuh sebelum itu. Apa yang gue lakukan? Istirahat, udah dari minggu lalu gue ngga masuk kantor, cuma masuk hari Kamis ½ hari dan Jumat. Jaga makan. Ngga ada makanan lain selain bubur dan hanya bubur. Dengan ayam rebus. Cemilannya roti marie sesuai pesenan dokter. Tiap hari gue harus ke dokter untuk disuntik entah apa. So, tiap hari bolak balik RS PIK Senen – Jumat (14 – 18 Jan 2008) untuk sebuah suntikan, soalnya gue kan ngga mau opname. Kalau gue diopname, nanti Papa Mama pikir apa, takutnya dicancel lagi the whole trip minggu depan :_(
Jadi, gue harus sembuh sebelum itu. Perkara disana harus jaga makan, ya memang harus hehe.
Yang kali ini, spt yang dijelaskan dokter, cuma gejala tipus aja kok. Terlihat dari hasil pemeriksaan lab. Parathipy ada tipe H dan O dengan varian A, B, C. Nah, yang positif di gue itu varian A tipe H. H artinya cuma ada kaki tangannya si virus di badan gue, sedangkan badannya (O), ngga ketemu. Artinya, virusnya belum sempat berkembang. Tapi gue harus waspada, karena kadar Hnya cukup tinggi (1/320). 1/320 artinya si H ditemukan sampai 4 kali sample darah gue diencerkan (1/80; 1/160; 1/240; 1/320). Kalau, A, B dan Cnya ini kata dokter cuma namanya saja, bukan mencerminkan parahan yang mana (kayak hepatitis A, B, C). Dijelaskan dokter, parathipy ini ngga terlalu bahaya, yang bahaya, ya Thipy itu sendiri alias tipus beneran.
Dan ngga cuma itu. Ternyata oh ternyata, asam urat gue juga tinggi banget, 10.4 dari batas maximal normal 8.5. Pasti kegemaran menyantap kambing dan kacang kacangan dan cemilan sebelum tidur nih. Parah. Untung gue bukan penyuka jeroan, kalau iya mungkin lebih tinggi lagi kali. Jadilah, mulai sekarang juga stop semua kacang kacangan, tempe, tahu, buncis, kacang panjang, gado gado, ketoprak, karedok, dan tentu saja, emping (hehe masih ada1/2 bungkus yang belum digoreng di lemari). Untungnya, masih ada untungnya, gue ngga kena demam berdarah yang sekarang ini sedang mewabah.
Di rumah sakit
Ini pengalaman yang memperingatkan. Sungguh bukan pemandangan yang enak dilihat. Orang tua yang napasnya udah ngga teratur, jalan dengan tongkat, bahkan sebagian besar mereka ada di kursi roda. Tapi bukan itu. Liat deh raut mukanya. I don’t see life there. Setelah puluhan tahun meniti hidup, tidak ada kehidupan di wajah mereka, tidak ada kepuasan, kebahagiaan dan keberpasrahan. Bahwa hidup gue sudah baik, ber-isi, dan gue bahagia setelah semua ini. Ngga ada. Semua raut wajah cemberut, bertekuk tekuk dan marah, dan mengatakan “gue masih mau hidup, karena gue belum puas” “gue mau berjalan lagi, karena ada tempat yang mau gue kunjungi” “gue mau bicara lantang, masih banyak yang gue belum ungkapkan” “gue mau mengangkat tangan, karena banyak yang belum gue ulurkan” “gue mau kesempatan kedua, yang mana pada saat itu berakhir, gue mau duduk di kursi roda ini dengan banyak orang, terutama orang orang yang gue sayang mengingat gue, menyapa gue dan mengatakan betapa hidup gue baik dan berkualitas, dan gue bisa pergi dengan tenang; bukan seperti sekarang, yang bahkan bagi orang orang terdekat, gue adalah beban yang ngga lama lagi terlepas dari mereka.”
Gue juga punya keinginan yang sama; dan gue, bersama Nat, masih banyak kesempatan. Kesempatan yang kita sendiri ngga mulai mulai. Ngga, gue bukan takut mati dan ngga masuk surga. Gue lebih takut, ketika hari itu tiba, gue belum pasrah dan masih menyesal. Itulah ketakutan terbesar dalam hidup gue.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar