Click above title for photos related to this blog
Palembang it’s all about Pempek, Kerupuk dan Sungai Musi. Sebenarnya, secara budaya, makanan, dan tutur bahasanya ngga jauh jauh amat dengan Bangka, terutama Belinyu, wong masih sama sama rumpun Melayu. Apalagi my Natz sendiri asalnya dari Palembang. Jadi, assignment kali ini, secara kebudayaan, bahasa dan makanan, gue, cocok banget! Dan pengalaman di Palembang ini, mirip lagu yg sering dilantunkan saat kanak kanak dulu, “….. tidak berhenti makan” ha ha ha.
Memang bener ! Setelah Flight dari Jakarta mendarat dan dijemput seorang teman dan langsung dibawa makan siang. Siang itu, kita diajak ke rumah makan Sri Melayu, yang menu utamanya menyajikan, tak lain tak bukan, Pindang Patin khas Palembang. Terletak bersebelahan dengan istana Gubernur, tak jauh dari jalan utama (Sudirman), rumah makan ini memang ditata dengan nuansa Melayu yang kental dengan menampilkan pelayan pelayan yang juga berpakaian serba adat Melayu. Pindang Patinnya pun sedap bukan main. Rasanya mirip Tom Yam ala Thailand yang kecut kecut pedas, dengan ikan patin yang empuk dank has rasanya. Bagi yang ngga suka ikan, juga tersedia pindang iga sapi yang ngga kalah sedapnya :_)
Begitu pula sesampainya di kantor. Jam belum menunjukkan pukul 3 sore, sepiring pempek Palembang sudah tersaji di atas meja di ruang kerja kita. Wah wah wah, keramahtamahan khas Palembang :_) Pempek telor, adaan, keriting dan pempek isi pepaya muda dengan saos cuka yg aduhai. Ditambah dengan makanan ringan berupa kerupuk, semprong dan kue bangkit.
Perut belum terasa lapar, kita sudah diajak makan malam ke restaurant Padang yang paling nge-top di Palembang, RM Padang Pagi Sore. Tempatnya sangat rame, yang bungkus aja disediakan ruang tunggu mirip ruang tunggu di rumah sakit lengkap dengan TV segala. Rame gini biasanya enak nih, dan bener aja. Sekali gigit rendangnya yg empuk dan yummy, gue langsung ngerti kenapa tempat ini rame banget. Belum selesai makan, tiba tiba ada rombongan yang masuk. Berpakaian kaos putih bertuliskan “Juara Liga Djarum Indonesia”. Wah wah wah, ternyata rombongan dari Sriwijaya FC, pemain, pelatih dan officialnya, yang baru memenangkan dua trophy, Piala Copa Indonesia dan Juara Liga Indonesia, yang baru tiba dari Jakarta pada hari itu (penerbangan siang setelah kita), yang baru saja diarak bak pahlawan di jalan, langsung mereka menuju ke restaurant ini untuk makan malam. Mereka aja begitu nyampe langsung makan di sini, berarti ini memang yang paling TOP :_) Tapi kalau gue perhatiin bule bule nya (yg kebanyakan orang negro – Afrika), ngga pada makan dengan lahap, paling nyicip nyicip doang. Suasana di luar restoran sudah sangat ramai dengan masyarakat yang antusias. Anehnya, kita malah foto foto sendiri, he he, bukan penggemar sepakbola Indonesia sih. Too bad.
Malamnya kita dianter ke Hotel Quality, di Jl. Sudirman. Hotel baru, kata bell boy-nya. Baru dari quarter terakhir tahun lalu. Pantes aja masih bersih dan terawat banget. Resepsionis pun ramah dan helpful. Mereka bilang, ngga lama lagi semua kamar akan ada fasilitas internet, tapi mereka ngga jelasin apakah dengan kabel atau dengan wi-fi. Yang jelas, lobby-nya bisa wi-fi. Gue udah coba he he. Dengan HTC Touch yang baru dapet hadiah dari Quiz itu loh he he he. Rate-nya juga ngga mahal untuk ukuran bintang 4, ngga nyampe 400 ribu per malam untuk kamar standard.
Esok paginya, breakfast di hotel menyediakan makanan khas Palembang yang namanya Celimpungan (bacanya pake ‘c’ bukan ‘k’). Itu pempek dengan kuah kuning yang aromanya santan banget. Makanan lain pun ngga kalah enak, standard hotel bintang 4 lah. Pokoknya OK.
Siang itu, kita diajak makan siang ke PTC (Palembang Trade Centre), ke tempat makan yang namanya Brasserie, menyajikan Chinese Food tapi standardlah. Setelah itu menuju ke Pelabuhan Sungai Musi. Ngga nyangka, sungainya gede banget dan dalam, kapal kapal yang sandarpun bukan kapal kapal ukuran sedang, tapi juga ukuran besar (tanker). Nah dari situ, dari kejauhan, keliatan jembatan Ampera, yang merupakan icon kota Palembang, kebanggaan kota Palembang yang amat disayangkan. Nanti akan diceritakan.
Abis cape panas panas ke pelabuhan, di kantor sudah disambut dengan Kelapa Muda seger dari kebun belakang. Wah deh pokoknya. Belum cukup segitu, sorenya, pesta duren Palembang di ruang tengah. Bersama temen temen yang lain, menikmati buah duren yang dibeli sama mami, sang kepala tanki. Duren Palembang kurang lebih kayak duren Lampung, yang manis manis ada pahit pahitnya dikit.
Malamnya, kita diajak ke daerah yang namanya Kambang Iwak (iwak = ikan, dlm bahasa Palembang), makan seafood di resto yang namanya Raja Sari Laut. Katanya daerah situ deket daerah bencong kayak Taman Lawang gitu, tapi jangan bayangin bencongnya yg gemulai, disini, weleh, katanya serem hehehe, gue sih ngga tau, cuma dibilangin aja. Habis pas lewat sana masih jam 8, belum muncul bencongnya ha ha.
Malam itu juga, kita diajak ke Jembatan Ampera. The best viewnya adalah masuk di Benteng Kuto Besak. Belum belum udah di tarikin Rp 2000 oleh sekumpulan berambut gondrong. Ada karcis sih, tapi kok kesannya ‘maksa’ ya. Di dalam, pas lagi foto foto, eh, ada lagi yang samperin minta uang ‘parkir’ Rp 2000 lagi. Sama temen kita orang Palembang, setelah berdebat, dikasih Rp 1000. Ya, kita juga jadi berasa ngga tenang. Mending ngga lama lama disitu. Itulah kenapa gue bilang amat disayangkan. Benteng Kuto Besak itu lapangan nya luas, dengan penjual makanan kecil dan ada resto apungnya, kiri kanan pun penuh hiasan lampu warna warni dengan view utama jembatan Ampera yg dikasih lampu berwarna merah. Sangat nyaman untuk sekedar nongkrong dan view yg bagus untuk berfoto. Tapi ya, itu tadi, dengan kehadiran ‘preman’, perasaan kita jadi ngga tenang dan amat ngga nyaman. Kalau dikelola dengan baik, bukan ngga mungkin bisa spt jembatan di Liuzhou, tempat nongkrong kita tiap malam waktu di China. Sayang banget, padahal lagi ‘visit Musi 2008’ lho. Ngga heran pariwisata Indonesia begitu jebloug.
Keesokan harinya, harinya oleh oleh :_) Kerupuk Palembang, Kemplang, kerupuk mentah, terasi, dodol duren dan kue semprong antara lain yang kita borong untuk saudara dan temen temen di Jakarta. Belum lagi pempek yang dihadiahin mami buat kita, termasuk pempek panggang yang jarang ada di Jakarta. Wuih, Palembang emang syurga makanan :_)
Ada 1 toko kerupuk yang terkenal banget, Toko 301. Tapi titipan sang mertua, cari toko yg namanya Bola Dunia. 2-2nya di daerah Dempo. Kalau menurut gue sih, 2-2nya sama enaknya.
Siang itu, kita makan di Bakmi Dempo Aloy/Alay. Ini terkenal dengan mie-nya yang menurut gue mirip mirip mie Bangka. Mienya lengkap dengan tambahan jeroan dan darah babi, pangsit ikan dan juga bakso ikan. Mantap. Abis itu, kita menuju Es Mamat. Selain RM Padang Pagi Sore, Bondan, sang maestro kuliner, juga pernah datang ke sini untuk mencicipi es mamat. Jangan bayangkan resto atau café deh, tempatnya benar benar pinggir jalan, dengan gerobak sepanjang jalan. Selain gerobak es, gerobak gerobak lainnya menjual model, tekwan, gado gado, martabak telor dll. Model merupakan makanan khas Palembang, yaitu pempek isi tahu. Spt kata Mami, “Kalau di Jakarta model bisa di ‘pake’, kalau di Palembang, model bisa di makan” he he dada aja.
Malemnya kita diajak ke Ayam Goreng 288. Ayam goreng lunak seperti ayam goreng pada umumnya di Surabaya. Yang punya restonya orang Bangka. Enak juga, tapi karena di Palembang, makanan ini terasa ngga special alias ngga ada sentuhan Melayunya he he.
Esoknya, baru bener bener jalan jalan nih :_) Kita berkesempatan untuk ngunjungin pulau Kemarau (P. Kemaro dalam logat Palembang). Pulau ini sebenarnya sebuah Delta, yang terbentuk dari endapan dasar sungai ribuan tahun yang lalu. Dan ini bukannya delta yang kecil, ngga cukup lho 1 jam naik getek (perahu dengan motor) ngitarin seluruh pulau. Di sana ada sebuah kelentang dengan pagoda yang dalam tahap penyelesaian. Waktu kita ke sana, sedang persiapan, bersih bersih menyambut Cap Go Meh. Kata Natz, kalau lagi Cap Go Meh, akan ruame sekali, dengan orang dimana mana dan sulit bergerak spt halnya lagi borong di Mangga Dua. Dan mata siap siap perih oleh hio dan dupa yang menyala tak henti henti. Selepas dari sana, kita sempetin putar putar sedikit dengan getek melihat sisi lain p. Kemarau. Ada juga lho penduduk yang tinggal disana, juga sepanjang pinggiran sungai Musi. Penduduk miskin yang rata rata bermata pencaharian mencari ikan dgn jala. Mereka nyuci dan mandi dari air sungai musi, probably minum pun dari sana, tapi tau deh. Ohya, sekali sewa getek untuk ke sana 75 ribu PP, ditunggu sampai selesai, ngiter2 pulau juga boleh. Itu lagi musim sepi, kalo lagi rame (Cap Go Meh atau Cap Sa) mungkin lebih mahal. Tapi denger denger, mau ada jembatan getek, jadi getek sambung menyambung ke dataran yg terdekat, jadi orang bisa tinggal nyeberang. 1 getek muat lebih dari 5 orang.
Setelah itu, siap siap deh ke bandara. Sebelumnya, mampir dulu ke Rumah Makan HAR. Ini specialis jualan martabak telor ala India, dengan kuah kental berwarna kuning yang isinya kentang dan beraroma kambing. HAR = Haji Abdul Rozak, asli India, sejak 1947. Ini sebenarnya kesukaan my Natz. Setiap kali lewat di jalan Hayam Wuruk (Jakarta), pasti sempetin bungkus martabak HAR, yang katanya cabang dari Palembang. Nah, kali ini gue mau bungkusin HAR asli dari tempat asalnya :_) Gue sih kurang doyan, dan menurut pengakuan beberapa orang, memang hanya orang Palembang (dan perantau-nya) yang suka.
Siang itu, karena ngga sempet sarapan. Kita sarapan di executive lounge ElJohn. Ohya, bandara Palembang masih baru dan masih bagus banget. Denger denger sejak PON beberapa tahun yang lalu. Dan jadi bandara internasional juga baru baru ini. Pokoknya Palembang makin maju.
Pengalaman yang menyenangkan, ditutup dengan surprise dari sang istri. Kebetulan hari itu tanggal 14 Feb.
2 komentar:
perjalanan yang menyenangkan. btw, crew kita jgua ada yang orang bangka satu..
dan tentang martabak har, keknya bener tuh, bahwa yang suka hanya orang palembang dan perantauannya :D
kaos.unique, salam ya buat crew-nya yang orang Bangka satu. Jangan jangan gue kenal.
Kok web-nya mau dibuka ngga bisa?
Posting Komentar