19 Oktober 2007

1st HONEYMOON

Click above title for Photos related to this blog

He he, kalau baca judul di atas, orang pasti akan bergumam, mau berapa kali sih bulan madunya?? That’s the idea. Honeymoon is too good to be just experienced once. Satu hal lagi gue mau bilang. If not because of Natz, I can’t imagine to experienced all this (or these? he he) great honeymoons.

Kita pergi honeymoon tanggal 23 Jan 2007, tanggal 22 nya istirahat, balik balikin gaun dan aksesorisnya dan yang paling menyenangkan (he he he) hitung angpao dan nabungin tuh duit. Sampai di counter AirAsia, langsung disambut hangat begitu liat ticketnya atas nama Natalia. Semua orang tau kalo kita ini mau pergi honeymoon, everybody there were smiling at us and feel happy for us. Jelas aja semua orang AirAsia tau, tanggal 21nya (tepat hari pernikahan) mereka telepon ke kita, ngasih tau kalau jam penerbangan kita berubah. Nat menjawab dengan panik, “mba, hari ini saya lagi menikah” Untunglah perubahan jadwal ngga mengganggu keseluruhan schedule.

Day 1 – KL – Bangkok
Sampai di LCCT (Low Cost Carrier Terminal) di Malaysia, langsung check-in untuk penerbangan berikutnya (juga menggunakan AirAsia) ke Bangkok. Abis itu makan siang nasi lemak khas Malaysia dan Mihun karee, dengan es lemon tea yang bisa di refill sampai puas. Nyampe Bangkok, sempet bingung bingung juga, karena bandaranya gede dan bersekat sekat, sampai sempet mengira kita kehilangan koper. Ternyata kopernya ada di ruangan sebelah, yang dipisahkan sekat gede. Beruntung, dari Jakarta kita udah booking tour lokal disini (Janesak), jadi ngga kesulitan sama sekali. Tinggal pake stiker yang mereka ngasih waktu di Jakarta dan nyari plank nama kita. Ngga susah.

Bertemulah kita dengan Murni, nama aslinya sih bukan Murni, Murni adalah nama untuk memudahkan lidah kita orang Indonesia atau orang Melayu pada umumnya. Sore itu cuma dianterin ke hotel doang. Judulnya juga meet and greet. Hotelnya namanya D’MA Pavilion. Samping sampingan dengan Estin Hotel dan Bangkok Paviliun Hotel, di daerah New Petchburi Road. Sampai hotel, mandi dan beberes beres, masih sore, the night is still young, jalan yuk, ke Suan Lum.

Suan Lum Night Market, pasar malam. Kita ngga ke Cia Cutak yang lebih terkenal, soalnya cuma buka Sabtu Minggu. Sedangkan hari itu hari Selasa. Kita pergi ke sana naik taxi dan pake argo, tapi karena macet banget, sopirnya saranin lewat tol aja, 40 Bath tolnya. Oke deh, daripada nyampenya kemalaman. Sampe sana kita beli sandal Thailand, co dan ce. Yang co 70 Bath dan yang ce 90 Bath. Disinilah gue belajar bahasa Thai yang pertama “Kaphunkhap” atau Kaphunkha kalo cewe yang ngomong. It means “Thank you”. Malam itu juga langsung beli oleh oleh kaos Thailand. 11 kaos 850 Bath, not a bad deal. Tapi campur baju cowo (yang gedean) dan baju ce (yang kecilan). Nyari baju pantai atau celana pendek buat Natz juga, tapi ngga ketemu yang sreg. Sampai kira kira jam 10 malam, pulang deh, naik taxi ngga pake argo, 100 Bath kalo ngga salah, udah termasuk tol, pokoknya lump sum nyampe hotel.

Ohya, sebelum ke Suan Lum, kita sempet makan pinggir jalan di deket hotel. Di deket hotel kita itu buanyak jajanan yang keliatannya enak, cumi, ikan dll di tusuk sate. Kenapa gue bilang keliatannya enak, soalnya sampe pulang ngga pernah nyicipin, gimana mau nyicipin, sebelum balik ke hotel selalu dijejelin makan malam yang ‘wah’, sampe hotel ngga selera lagi. Nah kita makan malam pertama di Thailand deket deket situ. Pinggir jalan gitu. Ada menu ngga ada gambar, untungnya dalam bahasa Inggris walopun rada ‘ngaco’ dan none of them can speak English. Pokoknya cuma tunjuk tunjuk aja bahan-nya. Yang gue tunjuk sosis dan siobak, trus dia nanya sesuatu sambil nunjukin cabe, gue jawab ‘a little’ sambil kodein. Trus entah dia nanya apa lagi, semuanya bingung. Gue masih berusaha mau ngerti dan mau jawab, saat Natz bilanng, ‘jawab aja yes’. Maka ‘Yes’lah jawaban gue, dan itu mengakhiri semua perdebatan ha ha ha. Padahal kita ngga ngerti sedikitpun apa yang kita ‘Yes’-in. Tapi makanan yang muncul bener bener enak lho, pas banget sama selera kita. Satu lagi kita pesen kalo ngga salah di menu tulisnya “vegetable friendship”, mungkin maksud dia sayuran harusnya berteman dalam satu piring yang namanya CapCay kalo di Indo he he. Tapi kita puas banget dengan makanannya. First impression, makanan Thai enak banget, maknyus.

Day 2 – The Great Palace, Wat Arun, Sleeping Budha, and Romantic Dinner at Cruise
Hari ini kita berangkat ke istana raja. Ex istana raja actually. Ceritanya, demi untuk memajukan pariwisata, Raja Thailand yang sekarang ‘rela’ pindah ke istana yang lain, meninggalkan istana yang sudah turun temurun dari Raja yang pertama. Dari pembicaraan si Murni terkesan rakyat sangat mencintai Rajanya, hormat, sayang dan cinta banget.

Disini bisa liat tempat pemujaan agama Budha, ada beberapa bangunan yang dedicated untuk berdoa dan semuanya ngga sembarangan orang bisa masuk. Ya, emang semua gedung di sini ngga boleh dimasukin sih, cuma boleh liat dari luar aja. Tempat tinggal Raja juga begitu. Dari Raja pertama sampai ke berapa gitu. Ada juga Raja ke-5 kalo ngga salah, yang ngebangun rumah model Eropa untuk anaknya yang lama tinggal di Eropa untuk sekolah, biar betah balik ke Thailand gitu ceritanya. Ada juga raja yang doyan kawin, sampai seratusan istrinya. Dan foto (lukisan) tiap istrinya dipajang di dalam ruangan khusus. Tapi, ya itu, cuma cerita doang, kita ngga bisa masuk dan liat. Cuma ada 1 ruangan yang boleh kita masukin, itupun ngga boleh foto dan ngga boleh berisik dan harus nyopot sandal dulu. Itu ruangan Budha giok. Setahun Budha giok ganti baju 3 kali sesuai musim, dingin baju tebal, semi baju biasa, dan panas, you know lah, baju seksi he he. Dan yang boleh gantiin bajunya cuma sang Raja, tapi karena sekarang Rajanya udah tua (umur 60), dan harus naik tangga tinggi untuk gantiin bajunya, sekarang diwakili anaknya. Di luar bagunan itu, ada gentong air yang ada kuntum bunga teratai. Nah celupin kuntum teratai ke gentong air, trus tempel tempelin di kepala dan bahu, biar hoki he he. Ohya, ada lagi ruangan yang boleh dimasukin. Ruang tahta, ruang penahtaan Raja. Tempat Raja ditahbiskan. Ada foto Raja Raja sebelumnya. Dan ceritanya nih, sebenarnya Raja yang sekarang tuh harusnya bukan Raja, tapi adeknya Raja. Tapi karena kakaknya di bunuh waktu dia masih muda, jadilah dia yang gantiin. Kalo ngga salah waktu itu umurnya masih belasan tahun. Dan kayak udah pilihan sang Budha, dia emang pantas jadi Raja, buktinya dicintai rakyatnya.

Setelah itu, naik perahu motor menyusuri sungai Chao Praya. Satu sungai besar di Bangkok. Sebelumnya nyoba kelapa bakar, wow enak dan gurih, cuma 10 Bath lho. Di atas perahu, bisa liat pedagang dengan perahu, mirip di floating market, tapi ini airnya lebih deres.. Kita sempet beli kalungan bunga anggrek buat Natz, dan roti roti untuk umpan ikan patin nanti di tengah sungai.

Abis itu kembali ke tempat kita start naik perahu tapi seberangnya, tepat di seberangnya itulah Wat Arun berada. Sebuah kompleks Candi. Tapi ada beberapa ornamen China. Ceritanya sih, dulu, pedangang Thailand banyak yang ke China bawa hasil bumi untuk di jual. Kembalinya, supaya kapal ngga kosong dan ngga terbawa bawa omabak, mereka bawa keramik dan patung patung dari China. Nah patung dan keramiknya untuk menghiasi istana Raja dan Candi Candi. Bukan kayak Candi di Indo yang warnanya gelap dan kusam, disini warnanya putih, dengan hiasan pecahan keramik hijau merah coklat. Disini juga ada tempat jual souvenir. “Awas jangan marah mereka pakai bahasa Indonesia, penjual disini mengerti bahasa Indonesia.” begitu pesennya si Murni dengan Indonesia logat Thailand. Disini kita beli kaos Thailand lagi, tapi untuk dipakai di sini, beli 2, seragam, warna biru dengan bordiran gajah warna emas.

Abis dari situ jalan ngga jauh ada kuil Budha tidur. Patung Budha ukuran gede banget warna emas, lagi selonjor. Patung ini ngga boleh dipegang dan dikasih peringatan. Nah disamping sang Budha, ada gentong gentong kecil berderet, kira kira ada 20an (gue lupa jumlah pastinya). Kita musti beli koin dulu sama yang jaga. Kalo ngga salah 20 Bath. Trus masukin ke gentong2 kecil itu masing masing 1 koin. Kalau koinnya pas ngga kurang dan ngga lebih, maka keberuntungan dan kebahagiaan akan menaungi kita. Gue dan Natz ternyata lebih he he, berarti keberuntungan dan kebahagiaan kita lebih dari yang dialami orang yang beruntung dan bahagia he he begitulah kira kira.

Setelah itu kita balik ke hotel, lunch di Bangkok Paviliun Hotel. Ohya, tour dengan Janesak ini sudah All-In. Termasuk transport, makan dan tiket masuk pertunjukan. Kecuali tiket pesawat dan oleh oleh tentunya. Not bad makan disini, buffet, makanannya berlimpah, tapi bukan ala Thai, tapi International lunch. Abis makan, balik lagi ke hotel kita, jalan kaki, abis deket sih.

Malamnya. Kita dijemput dan di anter ke pelabuhan sungai tempat tadi pagi kita susuri dengan perahu boat. Kali ini dengan cruise, sambil romantic dinner. Ngantrinya lama banget, soalnya kita cruise yang terakhir Chao Praya Princess III. Emang sih yang paling bagus dan paling baru. Sampai di kapal, kita satu meja dengan orang tamil, item dan mengenakan pakaian adat mereka. Sambil makan, disuguhi hiburan nyanyian. Lagu apa aja ada, but mostly lagu barat, Jepang dan Korea. Memang yang ikut cruise kebanyakan bule, Japanese dan Korean. Indonesia bisa dipastikan cuma gue berdua sama Natz. Makanannya OK lho, ada udang segede gajah yang gurih banget, berlimpah pula. Saking berlimpahnya, sampai eneg makannya. Habis makan, banyak yang pergi ke geladak kapal, menikmati udara sejuk, sambil lihat pemandangan. Bisa liat Wat Arun dan Great Palace yang dikasih cahaya kuning emas yang sangat menawan. Dengan beberapa sampan kecil model Thai yang dihiasi lampu lampu yang menarik. Sesekali melewati papan gede bergambar sang Raja dengan tulisan Thai yang kita ngga ngerti dia ngomong apa. Juga hotel hotel bintang 5 yang menjulang di pinggir pinggir sungai, megah banget. Nikmat banget, dan ini baru permulaan, baru hari pertama. Besok, entah kenikmatan apa lagi yang menanti kita berdua…

Day 3 – Floating Market – Pattaya Beach – Alcazar show
Hari ini abis breakfast di hotel, langsung check out karena malam ini kita akan pindah ke hotel di Pattaya. Menuju Pattaya, kita singgah dulu di floating market. Sebelum sampai di sana, naik perahu boat lagi. Melewati rumah rumah tradisional orang Thai yang rata rata ada rumah untuk roh baik dan roh jahat, dewa dan setan. Ada juga patung Budha yang gede banget di pinggir sungai. Sungai yang ini kecil, ngga gede kayak Chao Praya. Sampai di floating market, ya itu, banyak yang jualan di atas sampan. Harganya mahal mahal, “Biasa, tempat wisata” begitu candanya si Murni. Memang unik dan berwarna warni. Ada yang jual buah buahan kayak manggis, pisang dan duren, mie, tomyam, kelapa bakar, kelapa segar, pisang goreng, sampai dompet, kaos, topi lebar (topi petani) yang di cat warna warni, dan pernak pernik yang unik, seperti alat yang kalo dipukul akan mengeluarkan suara kayak suara kodok dan masih banyak lagi. Semua ada disini, dan all with premium price. Udah bisa ditebak, ngga ada yang bisa dibeli di sini. Lagipula, Murni udah berpesan, kalau mau beli oleh oleh makanan kering, jangan disini, nanti dalam perjalanan kembali ke Bangkok, ada toko makanan kering yang lebih murah dan boleh coba sepuasnya. Puas foto foto, kita melanjutkan perjalanan.

Sorenya, kita sampai di hotel Mark Land di Pattaya. Hotelnya persis di depan pantai, tinggal nyebrang. Jadi sore itu juga kita langsung ngabur keluar, menikmati sunset. Agak kecewa juga sih pas nyampe di tepi pantai, egh, ternyata ngga lebih bagus dari ANYER, bener !! Tapi Sunsetnya oke banget, banyak banget foto disini. Boleh dibilang sunsetnya sore itu lagi perfect. Ngga puas foto di pinggir pantai, kita kembali ke hotel, pergi ke swimming poolnya yang menghadap sunset dan foto foto lagi di sana. Ha ha. Jangan ketawa dulu, salah satu foto di sini menang foto competition lho, dari majalah yg ada di internet. Hadiahnya lumayan, produk Revlon dan Optic Seis worth 1 juta! Itu loh, yang menang, ya, foto yang di atas itu, yang jadi iconnya AJNATZ the ordinary journey. Belum puas foto foto, sudah harus kembali ke hotel, mandi dan siap siap berangkat ke Alcazar show. Itu loh, cabaret show, yang dibawain sama ALL BENCONG.

Sampai di gedungnya udah rame banget. Bule, Jepang dan Korean yang mendominasi, seperti biasa. Tapi yang paling berisik orang Jepang. Setelah duduk rapi, pertunjukan di mulai, dan walah walah weleh weleh, jangan lu bayangin bencong taman lawang atau perapatan koka kola deh, bencong di sini, cantik cantik. Putih, mulus, kemayu pokoknya cewek banget. Betisnya aja ramping banget, mirip pukulan kasti kecilnya uih uih.. Namanya juga cabaret show, pertunjukan akbar, ada kesenian Thai, Jepang, ala Barat, Korea bahkan dangdut ala Elia Kadam. Tapi semua itu dibawakan dengan lipsing. Suara rekaman, jadi bukan suara asli mereka yang pastinya NGEBASSSSS abisss. Penghujung acara makin hot, setingan night club, wah pokoknya hot banget, sampai lupa kalo yang joget joget itu aslinya cowo… ugh..

Acara selesai ngga selesai sampai disitu. Semua penonton dengan antusias nungguin di luar. Ada apa gerangan? Ternyata ngga lama kemudian keluarlah itu dayang dayang yang tadi show. Ada sesi foto sama mereka dengan bayaran 40 bath satu shoot, pake kamera kita sendiri. Emang udah ada satu dayang yang kita incer untuk foto bersama, kemayu banget, cakepnya soft, cewe banget, manis dan ngga norak dandanannya. Waktu dia bertiga bawain lagu Jang Nara yang “it’s gonna be another day with the sunshine…” uh TOP BGT. Lupa deh kalo itu wujud aslinya adalah sama sama laki laki. Baru sadar kalo dia cowok pas denger dia ngomong ke orang yang menghampiri dia untuk foto, dia bilang gini “Pay first 40 Bath” ke orang itu. Gile, suaranya lebih berat dari suara ngkong gue!

Balik ke Hotel, ditawarin Murni, mau ngga liat pertunjukan lain, yang lebih ekstrim kayak yg udah pernah kita denger di Jakarta, spt bisa merokok pake vagina-nya (iiiihhhh), negeluarin pita, bahkan ada ikan berenang di itunya. Ngga deh, makasih, bukannya terhibur nantinya malah ngga makan tidur 3 hari gara gara geliiii… Pattaya memang kota hiburan malam. Tiap sudut kota ada bar, diskotik, dan billiard dan di depannya selalu di jaga (atau tepatnya: dipamerin) 1 atau 2 cewe dengan pakaian yang sensual sekali. Entah lah itu perempuan tulen atau temen temennya Alcazar show.

Day 4 – Nong Noch Village – Gems Gallery – Bangkok dan Durian Montong
Pagi ini breakfast di hotel lantai paling atas, lantai 20 atau berapa ya, lupa. Bisa lihat seluruh coast Pattaya, dan ada satu pemandangan yang bagus. Karang tapi diatasnya ada fasilitas kolam renang, mungkin karangnya ngga asli alias buatan. Sarapannya not so good, but the view was great.

Abis sarapan, kita diajak ke Nong Noch Village, bagian lain dari kota Pattaya yang ngga berpantai. Nong Noch Village ini berupa taman taman bunga yang luas bangeeet, dan ditata dengan apik, penuh nuansa warna warni. Pokoknya buat foto foto ngga ada habisnya. Tapi kita ke sini bukan hanya untuk foto, tapi untuk nonton pertunjukan khas Thai, seni berperang dan Elephant show. Sembari menunggu, kita bisa jalan jalan di tamannya yang luas untuk berfoto. Bukan hanya luas, tapi tiap tiap tempat ada tema-nya masing masing, gaya barat, gaya fantasi film film Jepang, Buterfly Hill, dll deh. Makanya si Murni ngajak kita lebih pagi ke sini, soalnya “Bapak senang foto” katanya. Bisa juga naik gajah lho bagi yang mau. Lumayan menghiburlah pertunjukannya. Yang lucu, Gajahnya bisa nari, main bola sampai melukis segala. Quite entertaining.

Dari situ, kita lanjut ke Gems Gallery Pattaya. Tempat jual perhiasan, emas, rubi, giok, berlian sampai yang ngga bisa gue sebutin deh namanya. Pertama tama kita dikasih tour dulu, masuk kayak istana boneka, dijelaskan asal muasal batu batu berharga itu, jenis jenisnya dan kenapa begitu berharga. Marketing yang bagus sekali. Buktinya gue dan Natz tergiur beli. 1 kalung dengan mata batu safir warna pink agak orange, harganya seinget gue di rupiahin jadi 8 jutaan. Hadiah buat mama karena udah banyak banget bantuin kita persiapan merit dan nyari rumah. + gelang tangan bahan sirkon biasa warna ijo 400 ribu rupiah. Selesai belanja, ada café di mana kita bisa nyantai sambil ngeteh atau ngopi gratis (dikasih voucher, karena kita belanja he he he).

Balik ke Bangkok, kita mampir ke tempat beli oleh oleh makanan kering. Disini boleh coba sepuasnya. Dan ternyata harganya ngga murah murah amat, masih lebih murah di Suan Lum. Sampai di Bangkok udah agak malam, kita diajak makan malam ke restaurant yang sering didatengin orang Indo, rumah makan muslim, all makanan halal. Malamnya kembali menginap di D’MA Pavilion. Pengeeen banget makan duren montong, this is our last night in Thailand, masak selama di Thailand ngga makan duren montong sama sekali.
Masalahnya adalah, we’re out of bath ! Kita kehabisang uang bath ! nyari nyari sekitar hotel ngga ada money changer yang masih buka, akhirnya tuker di hotel dengan rate yang lebih mahal, tentunya. Setelah bath ada, giliran cemas jangan jangan penjualnya udah pada pulang karena udah malam. Udah jam 10. Untunglah begitu keluar hotel, masih ada 2 orang yang jualan. Kita beli yang 100 bath (sudah dikupas) mmmmh yummy… benar benar nikmat. Emang sih harganya rada mahal, soalnya udah ngga musim duren lagi, musim duren montong itu sekitaran Desember.

Day 5 – Bangkok – KL
Pagi ini pagi pagi buta sudah bersiap menuju Suvarnabhumi (airport Bangkok). Airportnya luar biasa gede, dan rapi, malu deh Bandara Soekarno Hatta. Sampai cek-in disini kita ditemenin dan diurusin Murni. Siangnya sudah sampai KL. Dari LCCT langsung naik bus Air Asia ke Petaling Street, China Town, Glodoknya Malaysia, dan cek in di hotel China Town Inn, hotel murah, penampilan luarnya ruko, tapi dalamnya bolehlah. Malamnya jalan jalan ke Sunway Lagoon, tapi cuma ke pusat belanjanya, taman rekreasinya udah tutup soalnya. Kesan pertama menginjakkan kaki di KL: bersih dan tertata rapi, Jakarta should be ashamed. Bus sehari hari aja bersih, ber-AC, tempat duduknya nyaman dan relatif lebih aman. Di sini kita belanja di Giant, ternyata Giant ada juga di Malaysia, dan juga di Parkson Grand. Si Natz dapet juga celana pendek yang udah dicari cari dari waktu di Thailand, juga beli satu tas kecil warna coklat yang lucu. Pulang dari situ, istirahat di hotel, besok pagi pagi mau ngantri tiket untuk naik ke Petronas Twin Tower yang terkenal itu.

Day 6 – Twin Tower – Genting
Rencana kita bangun jam 6.30 trus jam 7 menuju Twin Tower, tapi alangkah kangetnya kita, ternyata di Malaysia jam 7 pagi itu masih kayak jam 5 di Jakarta. Kalau dipikir pikir bener juga masih jam 5, soalnya KL letaknya lebih Barat daripada WIB, harusnya jamnya lebih mundur kan… misalnya jam 7 WITA kan jam 6 WIB, nah lebih ke barat lagi harusnya kan jam 5, di Malaysia ini malah jam 7 ! Alhasil, kita baru keluar jam 8, itupun langit masih samar samar kuning dan merah. Dari Petaling naik subway ke Suria KLCC, namanya keren, Rapid KL, kerta bawah tanah. Sampai disana, begitu muncul dari stasiun kereta bawah tanahnya, kita rada bingung, bener ngga sih disini, mana Twin Towernya? Begitu nanya orang, he he, ternyata ada di belakang kita. Emang sih ngga langsung towernya, masih harus jalan dikit nyebrang jalan.

Masuk ke dalam, antrian udah panjang. Twin Tower ini masuknya ngga bayar, cuma dibatasin 1 hari 1000 pengunjung kalo ngga salah. Makanya harus antri dari pagi. Kita dapetnya yang jam 11an. Tiket itu untuk naik ke level 42nya Twin Tower, untuk jalan di tengah tengah conectornya, tempat Sean Connery bergelantungan di film Entrapment. Abis dapet tiket bisa jalan jalan dulu, tapi ya di situ situ aja, soalnya takut kelewatan juga. Ada 1 fenomena unik. Tiap kali liftnya naik, akan menggunakan tenaga yang besar, karena liftnya sangat cepat. Nah, listrik yang ditimbulkan bisa keliatan dan dipertontonkan ke pengunjung yang lagi nunggu. Banyak yang nungguin di sana sambil kamera bersiap siap. Ada berbagai hiburan lain juga untuk mengisi waktu, seperti mengukur Menara Petronas berapa kali tinggi badan kita, teropong simulasi seolah melihat Malaysia dari puncak Petronas dll. Setelah naik dan turun level 42, kita berfoto foto di sekitaran Petronas dan Suria KLCC.
Siangnya ke stasiun bus dan kereta antar kota untuk beli tiket bus ke Genting. Sorenya, setelah cek out dari hotel China Town Inn, kita berangkat ke Genting. Karena bawaan kita dikit, sebagian koper dititip di China Town Inn, toh besok malam kita kembali nginap ke sana. Ternyata ngga cuma kita yang begitu, di dalam kamar penitipannya udah banyak koper bahkan kotak. Ada juga yang udah berbulan bulan ngga diambil, punya bule, biar lain kali dia ke Malaysia ngga perlu bawa koper kali ya.

Genting naik bus dari KL kira kira 2 jam, dilanjutkan dengan naik gondola. Udah 1 paket dengan tiket bus. Ngakunya sih gondola terpanjang dan tercepat di Asia Tenggara. Sampai di Genting langsung terasa nuansa dingin dinginnya. Maklumlah, Genting ini adalah sebuah kompleks hiburan yang letaknya di puncak gunung, slogannya aja “Fun at the Peak”. Kita langsung nyari petunjuk arah ke First World Hotel. Cek in, taroh barang, jalan jalan ke luar, liat liat tempat judi, dan makan roti cane. Di Genting ini, judi legal, tapi untuk 21 tahun ke atas. Jangan heran banyak engkoh engkoh dan encim encim rela jauh jauh datang demi berjudi. Bahkan, malam itu, di tengah hujan yang sangat deras dan udara kencang yang amat dingin, tetep, kita melihat beberapa rombongan encim datang dengan taksi ke Genting ini. Ini memang magnet duit dan bisa jadi sumber pendapatan Negara, dan Indonesia terlalu “jaim” untuk meniru langkah Malaysia.

Day 7 – Genting – KL
Paginya agak kecewa. Tiket Outdoor theme park yang udah jauh jauh hari di pesan dari Jakarta terancam mubazir, gara gara kabut tebal menyelimuti wahana wahana permainannya. Dengan sabar sih kita tunggu, mungkin sekitar jam 11an baru mulai buka. Di pintu masuk, serombongan orang India marah marah dan berusaha untuk minta re-fund. Mereka merasa rugi karena banyak wahana yang ngga beroperasi. Kita sih tetep stay cool. We’re not coming this far to ruin our honeymoon. Malah asik menikmati kabut di samar samar wahana permainan. Makin siang untungnya makin hilang kabutnya. Ngga terlalu kecewa juga pada akhirnya, karena Natz sempet mencoba gokart, wahana yang dulu dia datang ngga sempat naik. Gue sempet naik space-shoot, yang begitu turun dari bangkunya lutut masih berasa gemetarrrr. Dan beberapa wahana yang lain. Seru juga.


Pulang dari Genting sampai KL udah agak sore. Malam itu kita habiskan di Petaling Street, beli oleh oleh. Kalau malam, Petaling Street itu ngga boleh lewat mobil/motor, lebih tepatnya ngga bisa lewat. Soalnya penuh dengan pedagang kaki lima. Murah murah sih kalau pinter nawar.

Day 8 – KL – Jakarta
Pagi ini, kita sempatkan diri jalan jalan di pasar pasar dan sudut sudut China Town. Beli babi panggang dan pia untuk oleh oleh, nyicipin Yong Tofu tapi yang di pasar. Yang lucunya, most of them can not speak Malay, mereka ngomongnya Kong Hu (bahasa canton/Guangdong/bahasa orang Hongkong). Gue ngerti dikit sih, tapi ngga bisa ngomong. Jadinya ya, pake tunjuk tunjuk gitu deh. Sekitar jam 10, kita naik taxi ke LCCT. Ternyata taxi lebih murah kalau berdua. Cuma 10 ringgit, kalau naik bus Air Asia 9 ringgit per orang. Sampai di Jakarta, home sweet home, kembali ke rumah kita yang baru ditiduri 2 malam, sebelum honeymoon.

All the precious moments
Menceritakan semua ini kembali terasa seperti kembali ke saat itu. Every moment, every hug and every kiss, the food we’ve taste, the road, the people, the beach, and the feeling of love… Looking all these pictures, reminds me of how much I love her and how much she’s there to brighten my life. Orang bilang “A picture paints a thousand words”, begitulah gue bisa duduk lama bengong ngeliatin foto foto ini karena ada beribu memori di baliknya. Mengingatkan kembali akan rasa tomyam atau nasi lemak, semilir angin malam di atas sungai Chao Praya, nikmatnya durian montong di tempat asalnya, kelapa bakar yang gurih, sunset di Pattaya, atau malam yang dingin di Genting. Dan seperti yang gue bilang di awal, if not because of Natz, I can’t imagine to experienced all these precious moments, and I believe, these precious honeymoons will continues...

Tidak ada komentar: