13 Juni 2008

Bebek Goreng PAPIN, Surabaya

Kalau kemarin aku share pengalaman makanku di hotel berbintang, dengan Buffet Universe yang cukup mewah, lengkap dengan sendok garpu pisau dengan piring yang besar dan sebuah serbet di dada. Kali ini aku mau cerita pengalaman yang lain, yaitu makan nasi bebek, di mana? Sebuah tenda di pinggir jalan Kalianyar, Surabaya.

Nasi Bebek memang khas-nya orang Surabaya (pronounced: nasik bhebhek). Hampir setiap sudut kota Surabaya, ada tenda maupun depot yang mengusung makanan ini sebagai menu andalan mereka. Salah satunya adalah Bebek HT Karang Empat yang sudah ada cabangnya di Jakarta dan Tangerang. Di cabangnya tersebut, bukan berupa tenda atau warung, namun merupakan bangunan permanent dengan ruangan yang luas dan dekor yang menarik. Padahal aslinya di Surabaya, tak lebih dari sebuah tenda di pinggir jalan.

Begitulah Nasi Bebek seharusnya dinikmati, di pinggir jalan. Maka, ketika datang tawaran dari seorang teman untuk makan Bebek Goreng Papin, aku langsung setuju. Nama Bebek Papin sebenarnya ngga asing lagi di telingaku. Di kunjungan kunjungan sebelumnya selalu terlintas mau makan di sini, namun selalu saja ada halangan. Terutama karena tendanya yang begitu cepat tutup (Jam 7 malam biasanya), membuat penasaran makin besar, mmmm… seperti apa sih, nasi bebek yang mengundang begitu banyak orang Surabaya untuk menikmati?

Tempatnya sangat mudah dikenali. Cari aja tenda dengan mobil parkir terbanyak, itulah dia. Walaupun ramai, makanannya tersaji cepat dan panas. Sebuah paha bebek goreng dan sepiring nasi putih hanya merogoh kocek Rp 12,000. Bebeknya lembut di dalam namun crispy di luar, apalagi dicocol dengan sambalnya yang berminyak pedas. Kalau mau gurih, siram kuah bebeknya yang kekuningan ke atas nasi. Lebih nikmat makan dengan tangan. Lebih nikmat lagi, angkat satu kaki seperti makan di warung kopi (tidak dianjurkan).

Terus terang, satu potong bebek ngga cukup buat aku, paling sedikit dua potong, tambah rempelo ati bebek. (Rempelo ati, begitu orang Surabaya menyebut Ati Ampela). Kira kira mungkin ngga ya, buka cabang di Jakarta dengan tetap mempertahankan ke-pinggir jalan-an-nya?

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Cobain bebek tugu pahlawan dan kayu tangan deh.. Ga kalah enak :)